Part 24

1.5K 56 0
                                    

Maaf baru bisa update lagi:(
Terimakasih untuk yang udah mau sabar nunggu yaa!

Selamat Membaca:)

----------------------------------
KAYLA POV
Jujur sejujur-jujurnya, aku bahagia.

Aku sudah menjabat sebagai pacar Jeje selama kurang lebih 1 bulan. Ya memang baru sih tapi lumayan untuk cowo seperti Jeje. Berita ini langsung tersebar luas di sekolah hanya dalam hitungan hari setelah aku dan Jeje resmi berpacaran tempo hari.

Aku dan Kafka berteman seperti biasa walaupun ada rasa canggung yang pasti menyelimuti kami saat kami sedang berdua. Intinya, aku merasa bahwa hatiku sudah sepenuhnya terarah pada Jeje.

"WOI" ucap Jeje cukup keras yang membuatku tersedak minumanku sendiri.

Aku dan Jeje sedang pergi makan di sebuah restoran di dekat sekolah kami. Kami jarang ber malam mingguan seperti pasangan-pasangan lain karena persiapan UN yang memaksa kami untuk menyicil pelajaran. Alhasil, kami selalu menyempatkan diri untuk mengobrol santai saat pulang sekolah seperti ini.

"LU AUTIS APA GIMANA SI, GUE AMPE KESELEK" ucapku sambil sedikit terbatuk-batuk.

Sebelum kalian bertanya mengapa aku dan Jeje tidak mengganti kata "gue-lo" dengan "aku-kamu" aku akan menjelaskannya sekarang. Beberapa hari setelah jadian, Jeje sempat berbicara denganku menggunakan bahasa "aku-kamu" yang membuatku risih setengah mati. Dulu, saat aku jadian dengan Kafka, aku memang menggunakan bahasa "aku-kamu" tetapi saat sekarang dengan Jeje, aku merasa bahasa itu sedikit risih didengar. Mungkin karena aku dan Jeje berawal dari sahabat cukup dekat yang selalu saling ejek-ejekan setiap hari sehingga bahasa itu tidak terlalu enak di dengar. Lebih tepatnya, jijik untuk di dengar.

"Ehhh maap maap nih minum air putih" ucap Jeje sambil menyodorkan sebotol air mineral yang tadi dibelinya.

Aku menelan air mineral itu perlahan takut air mineral tersebut malah menyembur ke arah Jeje. Saat beberapa teguk air mineral masuk ke tenggorokanku, aku merasa lebih baik.

"Bego" ucapku singkat sambil menyodorkan air mineralnya kembali ke Jeje.

"Maaf aku ga sengaja" ucapnya dengan wajah isengnya.

"NAJIS YA UDAH DIBILANG JANGAN AKU-AKU AN, GELI" ucapku tak santai yang hanya dibalas kekehan olehnya.

"Lagian diajak ngomong malah bengong" ucapnya.

"Lagi memikirkan masa depan je"

"Jadi lo mau kuliah dimana?"

"Gue udah daftar satu univ swasta di Jakarta sih buat cadangan, tapi niat gue si mau ke Australia semoga aja dapet" ucapku dengan helaan napas.

"Mau ambil apa?"

"Psikologi, lo dimana?" tanyaku menatap Jeje yang sedari tadi memandangiku.

"Gue incer negri di Jakarta tapi karena ga pede jadi gue juga daftar swasta dulu sama kayak lo, niatnya sih gue mau ambil arsitektur"

Jeje memang tergolong anak yang cukup pintar di sekolahku. Tapi tidak pintar-pintar banget, Jeje termasuk orang yang pemalas sehingga nilai yang di dapat tergantung dengan mood belajarnya. Tetapi untuk pendidikan non akademis nya memang bisa dibilang diatas rata-rata.

Selama 1 jam kami hanya berbincang-bincang tentang kehidupan kami, aku jadi lebih tahu Jeje lebih banyak dari sebelumnya, dan sebaliknya bagi Jeje. Tawaan dan obrolanku dengan Jeje berhenti saat sepasang kekasih memasuki pintu restoran.

Kafka dan Anika.

"Ehem" deham Jeje saat melihatku terus memandangi sepasang kekasih itu.

Kafka dan Anika sudah resmi berpacaran beberapa hari setelah aku dan Jeje. Aku tak tahu Kafka berniat balas dendam atau memang sudah pindah ke lain hati. Itu sudah bukan urusanku. Tetapi, saat aku melihat mereka, aku yakin mereka memang sedang jatuh cinta. Atau mungkin, itu hanya perasaanku saja. Entahlah.

About Love and YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang