Part 6

2.3K 89 0
                                    

KAFKA POV
Suasana menjadi panik dalam sekejap. Jantungku berdetak melebihi ritme. Kepanikan menyerbu diriku. Dokter dan suster memenuhi ruangan tempat ayahku dirawat. Aku dan Bi Inah disuruh keluar oleh salah satu perawat yang menggunakan masker.

Aku ingin sekali memberontak. Ini bisa menjadi saat-saat terakhir ku bertemu ayahku. Tetapi niat ku memberontak dihalangi oleh Bi Inah, Bi Inah langsung menarikku keluar dari ruangan.

Aku berteriak cukup keras saat sudah di luar ruangan untuk melampiaskan kemarahan yang kurasakan pada situasi ini. Koridor rumah sakit yang sepi membuat suara teriakan ku menggema. Aku tidak peduli. Aku ingin melihat ayahku di saat-saat terakhirnya.

Aku berjalan mondar-mandir di depan pintu kamar ayahku, aku berdecak kesal karena dokter dan suster sangat lama berada di dalam. Bi Inah berusaha menenangkan ku tetapi aku tidak mungkin bisa tenang. Ayahku koma, dan jika ayahku meninggal, aku sudah kehilangan dua orang yang paling ku sayang di dunia ini selain Kayla, tentunya.

Pertanyaan-pertanyaan meneriaki otakku. Aku akan tinggal bersama siapa? Siapa yang akan membayar sekolah ku? Bagaimana dengan masa depanku? Apakah aku akan hidup sebatang kara? Siapa yang akan memberiku nasihat yang berguna untuk hidupku?

Tiba-tiba, pintu ruangan ayahku terbuka, dokter dan para suster keluar dari ruangan itu. Aku dan Bi Inah langsung menuju ke hadapan mereka.

"Bagaimana keadaan ayah saya? Dia baik-baik saja kan?" tanya ku panik.

Dokter dan para suster menatapku dengan tatapan yang tidak bisa kumengerti. Aku menatap mereka bingung. Aku membutuhkan jawaban.

Akhirnya, aku mendapatkan jawaban.

Dan aku sangat menyesal aku mengetahuinya.

Dokter yang menangani ayahku menatapku sendu dan menggelengkan kepalanya. Aku mengerti arti gelengan itu tetapi aku tidak percaya.

Aku menatapnya tanpa mengatakan apa-apa. Sedetik kemudian, aku langsung menuju ke dalam kamar ayahku. Kulihat, selang-selang yang setengah jam lalu terhubung pada tubuhnya sudah dilepas. Seluruh badannya sudah di tutup oleh kain putih yang bersih tanpa noda.

Aku tercekat dan meremas tanganku. Aku mengumpulkan keberanian untuk membuka kain putih bersih tersebut. Aku tidak percaya bahwa yang ditutup oleh kain putih itu adalah ayahku. Dan akhirnya, aku membuka kain putih tersebut.

Aku melihat wajah yang tidak jauh berbeda dengan wajahku. Wajahnya menampakkan kantung mata yang menghitam dan kulit yang mengkerut karena penuaan. Mata ayahku terpejam dengan senyum menghiasi wajahnya yang sangat pucat. Aku memperhatikan ayahku dengan teliti, menahan tangisan ku.

Ayahku tidak bernapas.

Ayahku sudah tiada. Dia sudah menyusul Ibuku ke surga.

Aku mendengar suara isakan di dekatku, saat aku menengok, aku melihat Bi Inah sedang menangis melihat kondisi ayahku sekarang.

Air mata ku tidak dapat kutampung lagi, secepatnya aku keluar dari ruangan agar tidak melihat wajah ayahku yang akan memperparah tangisanku.

Aku duduk di salah satu bangku yang terdapat di koridor rumah sakit. Aku melihat Bi Inah mengikuti ku keluar ruangan dan terus melanjutkan tangisannya di luar ruangan.

About Love and YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang