Part 14

1.6K 58 0
                                    

ANIKA POV
Aku harus bagaimana sekarang? Aku akan ditunangkan. DITUNANGKAN. Aku masih anak kelas 2 SMA. Aku yakin ayahku sudah gila.

Lebih buruknya lagi adalah aku akan bertunangan dengan kakak kelasku sendiri. Kafka. Laki-laki pujaan semua teman-temanku. Aku akui dia sangat tampan, tetapi itu tidak berarti aku mau ditunangkan dengannya.

Lagipula, dia sudah memiliki pacar. Kayla. Cewe yang paling cantik dan manis di sekolah, super ramah dan ceria, serta menjabat sebagai Ketua OSIS. Intinya, tipe cewe yang sempurna banget deh.

"Kalo Anika gamau, ya gamau. Papa jangan maksa Anika begini dong. Anika gamau ditunangin sama dia, Anika gakenal" ucapku tegas kepada ayahku.

"Anika, ayolah, dia anak almarhum teman papa. Perusahaan nya dan perusahaan kita bersahabat, dia punya masa depan yang jelas dan cocok untuk jadi pendamping kamu" ucap ayahku santai tanpa menyadari beban yang akan kutanggung nantinya.

"ANIKA GAMAU." teriakku langsung lari ke kamar ku dan membanting pintunya.

Aku hanya berjalan mondar-mandir di dalam kamar. Bagaimana ini? Ayah pasti akan terus memaksaku untuk bertunangan dengan Kafka. Aku tidak mau bertunangan dengannya. Aku tidak memiliki perasaan apapun padanya. Dan terlebih aku masih sangat muda.

Terdengar suara ketukan pintu dari luar. Aku hanya diam, pura-pura tidak mendengar.

"Anika, ini untuk masa depan kita juga. Perusahaan kita dan perusahaannya akan menjalin kerja sama yang berarti ayah harus menampung Kafka, karena dia sudah tidak punya keluarga lagi sekarang." ucap ayahku dari balik pintu.

Aku langsung teringat doa pagi tempo hari. Kami berdoa untuk ayah Kafka yang telah meninggal dunia. Jadi dia sebatang kara sekarang?

"Aku ga peduli" ucapku.

Tetapi, aku tahu, ayahku tidak akan pernah berhenti menyuruhku untuk bertunangan dengan Kafka.

------------------
KAFKA POV
Terdengar suara ketukan dari pintu kamarku. Aku segera membukanya dan mendapati Om Steve sudah berdiri di depan pintu kamarku. Aku berniat untuk menutup pintu kamarku lagi, sebelum tangan Om Steve sudah menghalangiku.

"Ada apa lagi om? Kalo om mau omongin soal pertunangan itu, mendingan jangan sekarang. Kafka lagi ga mood" ucapku sedatar mungkin.

"Om hanya mau berbicara dengan kamu sebentar. Jangan membuat masalah ini mempersulit kamu" ucapnya ramah.

"Aku sama sekali ga membuat masalah ini mempersulit aku, tapi tanpa ku buat pun masalah ini sudah sangat menyulitkan hidupku" ucapku tegas padanya.

Mungkin aku tidak sopan berbicara pada pamanku seperti ini, tetapi aku mengatakan yang sebenarnya.

"Kafka, om mohon sekarang kamu turun ke bawah dan bicara dengan om dan Om Tora" ucapnya.

Aku menolak nya dengan halus tetapi ternyata Om Steve tidak menyerah. Dia terus memaksaku dan akhirnya aku yang menyerah.

Aku dan Om Steve menuruni tangga untuk menemui Om Tora di ruang tamu.

Om Tora terlihat santai tanpa jas resmi yang selalu digunakannya. Aku berharap Om Tora dan Om Steve tidak akan memaksaku untuk bertunangan dengan adik kelas ku itu, siapapun dia.
Tetapi, harapanku musnah karena aku tahu mereka pasti akan memaksaku.

"Silahkan duduk Kafka" ucap Om Tora saat melihatku sudah berada di hadapannya.

Aku dan Om Steve duduk berhadapan dengan Om Tora. Aku hanya menatap mereka bergantian tanpa berkata apapun.

"Kafka, saya dan Om Steve kemari ingin memberitahukan kamu tentang pertunangan itu" ucap Om Tora membuka percakapan.

Aku hanya menghela napas sebelum Om Steve mengatakan sesuatu yang menusuk hatiku.

"Kamu dengan Kayla bagaimana?"
tanya Om Steve dengan wajah tak berdosa.

"Kafka sudah putus dengannya, dan ini semua karena surat sampah yang dibuat oleh ayah" ucapku menahan amarah.

Mereka membentakku karena menggunakan kata yang tak sopan. Aku memang berdosa telah mengatai surat tersebut. Tapi begitulah faktanya, surat itu merusak seluruh kehidupan dan kebahagiaanku.

"Kafka, mau tak mau, suka atau tidak suka, kamu harus bertunangan dengannya" ucap Om Tora yang dibalas oleh anggukan Om Steve.

"Aku tahu dan itu sebabnya aku putus dengan Kayla." ucapku datar dan menatap tajam mata Om Tora.

Suasana canggung menerpa kami. Tidak ada yang mengeluarkan sepatah kata apapun dari mulut masing-masing. Tiba-tiba keheningan dipecah oleh suara Om Steve.

"Kamu akan bertunangan dengan Anika Talitha, adik kelasmu"

Anika Talitha? Siapa dia? Bagaimana kalau dia adalah salah satu dari cewe-cewe centil yang selalu meneriakkan namaku? Aku pasti tak akan tahan hidup bersamanya.

"Dia tidak protes dengan perintah ini? Tidak mungkin dia mau bertunangan denganku" tanyaku.

"Dia sedang dibujuk oleh ayahnya, Om yakin dia pasti mau ditunangkan denganmu" ucapnya percaya diri.

Aku menghela napas ku dengan kesal. Kekesalanku bertambah setelah Om Tora mengeluarkan suara.

"Kita semua akan makan malam bersama sabtu ini, untuk waktu dan tempat nanti kamu akan diberitahukan. Dan kamu harus datang" ucapnya.

Sabtu ini? Itu cepat sekali. Aku marah dengan situasi ini. Jujur saja aku marah pada ayah, tetapi aku sangat sayang padanya. Aku ingin sekali membahagiakannya walaupun dia sudah berada di surga sekarang.

"Iya, aku akan datang, tapi kalian harus ingat satu hal. Aku melakukan ini semua untuk ayahku." ucapku tajam dan langsung naik ke kamarku.

*****************
Haaaii! Thankyou udh mau baca ceritaku iniii<3 kalo kalian ada saran atau kritik tinggal comment yaa! Jangan lupa di vote dan comment! Terimakasihhh:)
-Stephanie

About Love and YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang