Part 9

2K 63 3
                                    

KAFKA POV
Hari ini adalah hari pertama aku akan masuk sekolah setelah absen satu minggu. Acara pemakaman ayahku kemarin didatangi oleh banyak guru-guru dan juga teman-temanku.

Kayla tidak pernah absen berada di sampingku. Di saat inilah aku semakin merasakan kalau aku sangat amat beruntung mendapatkannya.

Aku berangkat sekolah bersama Kayla. Aku menjemputnya pagi ini agar bisa berangkat bersama.

Aku bisa merasakan semua mata tertuju pada ku saat aku memasuki area sekolah. Aku dan Kayla mengabaikannya dan langsung menuju ke lantai 3.

Kayla masuk ke kelas nya yang disambut oleh sahabatnya, Nadine. Aku melangkah ke kelasku. Tiba-tiba saja aku sudah didekap oleh teman-temanku.

Semua orang yang melihatnya tertawa kecil sambil menggeleng-gelengkan kepala mereka.

Bayangkan saja, pagi hari di koridor sekolah ada segerombolan anak laki-laki yang sedang berpelukan dengan senyum menghiasi wajah mereka.

Aku sempat meronta dan mendorong mereka tetapi, mereka malah mempererat pelukan mereka. Aku hanya bisa diam dan membiarkan mereka memelukku sepuas-puasnya.

Walaupun malu setengah mati. Tetapi, jujur, aku merasa senang memiliki teman-teman yang sangat perhatian denganku. Aku juga merasa kangen dengan mereka walaupun kerjaan kami setiap hari hanya meledek satu sama lain atau ngambek-ngambek an gajelas seperti orang pacaran.

Oh iya, jangan salah sangka ya, aku berbicara seperti ini bukan berarti aku "sayang" dengan mereka dalam arti yang spesifik. Aku normal dan sudah memiliki pacar perempuan yang sempurna, Kayla.

Pelukan itu tidak kunjung dilepaskan, semuanya tidak bersuara, hanya menampilkan senyum sumringah di bibir mereka.

"Ini kita sampe kapan ya pelukan begini di tengah koridor?" ucapku menyadarkan mereka.

Mereka langsung melepaskan pelukan dan bersikap seolah-olah jijik telah memelukku dan satu sama lain.

"IDIH LU NGAPAIN SI PELUK-PELUK GUE"
"NAJIS ABIS GUE UDAH KAYAK HOMO"
"SATU KORIDOR LIATIN LAGI"

Aku hanya tertawa mendengar ucapan-ucapan mereka dan langsung mengajak mereka masuk ke kelas yang sudah tidak kulihat selama satu minggu.

----------------
AUTHOR POV
Seorang laki-laki berpakaian rapih membawa banyak sekali berkas yang hendak ditunjukkannya kepada kliennya. Laki-laki tersebut bernama Bapak Tora, pengacara ayah Kafka.

Berkas-berkas yang dibawanya, semuanya adalah tentang wasiat dan urusan perusahaan ayah Kafka.

Bapak Tora berjalan menuju satu ruangan tertutup yang berada di pojok kanan gedung. Bapak Tora masuk dan bertemu dengan Bapak Steve, om Kafka.

Setelah mereka berbincang cukup lama dan membuka satu berkas yang dibawa Bapak Tora. Om Steve langsung mengerutkan kening dan menghela napas.

"Bagaimana cara saya memberitahu Kafka?"
-----------------
KAFKA POV
Aku mengantar pulang Kayla terlebih dahulu sebelum akhirnya mengendarai motor menuju rumahku. Aku masih tinggal di rumah lamaku. Untuk membayar gaji Bi Inah, membayar listrik, dll, semuanya ditanggung oleh Om Steve. Aku sangat berterimakasih padanya karena mau membiayai kebutuhan hidupku saat ini.

Saat aku membuka pintu rumah, aku sempat heran mengapa Om Steve dan satu orang laki-laki yang cukup familiar sedang duduk di ruang tamu rumahku. Mereka tidak menyadari kehadiranku. Alhasil aku melangkah pelan menuju kamar, takut mereka terganggu dengan suara kaki ku.

Tetapi, Om Steve menyadari keberadaanku dan memanggilku. Aku diperkenalkan kepada laki-laki yang duduk di hadapannya.

Aahh aku baru ingat dia adalah Om Tora. Pengacara ayahku yang dulu cukup sering datang ke rumah.

Aku hendak pergi menuju kamar setelah berkenalan dengan Om Tora. Tetapi niatku dibatalkan oleh Om Steve yang menyuruhku duduk di sebelahnya.

Ada apa ini?

Aku duduk dengan wajah bingung menatap kedua laki-laki di hadapanku. Om Tora mengeluarkan satu lembar kertas dari tas coklat miliknya dan menyodorkan nya padaku.

Aku menatapnya heran, dan segera mengambil kertas tersebut.

Aku membacanya dengan teliti, itu adalah sebuah surat yang diketik dan ditandatangani oleh ayahku. Kurasa, ini semacam surat wasiat.

Di dalam surat itu, ia memberitahu ku tentang pembagian harta nya dan perusahaan miliknya. Aku tidak terlalu mengerti dengan hal itu.

Tetapi paragraf terakhir menarik perhatianku.

Kafka, kamu adalah anak ayah satu-satunya. Om Steve tidak akan bisa menampung kamu terus. Dia telah memiliki keluarganya sendiri, dia harus menghidupi istri dan ketiga anaknya. Ayah tidak mau kamu hidup menderita. Kamu akan dibiayai oleh teman lama ayah, Bapak Arnold. Tetapi, kamu harus ditunangkan dengan anaknya setelah kamu lulus SMA. Ayah harap kamu bisa menjaga anak Bapak Arnold dengan baik dan dapat menjadi pasangan yang baik bagi anak Bapak Arnold. Dia adalah gadis yang manis dan adik kelas mu. Ayah minta maaf ini terjadi padamu, tapi ayah yakin ini yang terbaik untuk kamu. Bapak Arnold adalah orang yang baik, dia pasti mau menganggap kamu sebagai anaknya. Selamat tinggal Kafka, ayah sayang padamu.

Aku menggeleng cepat saat membacanya. Aku tidak mau ini terjadi. Aku meletakkan kertas tersebut dengan wajah marah. Aku meremas kedua tanganku menahan amarah dan emosi yang meluap-luap di dadaku.

Om Steve dan Om Tora menenangkanku dan berjanji akan membicarakan surat ayahku dengan tenang dan baik-baik.

Akhirnya aku memutuskan untuk tetap duduk bersama mereka untuk mengetahui arti sebenarnya dari paragraf terakhir yang diketik oleh ayahku di suratnya.

"Om Steve juga tidak tahu tentang pertunangan yang direncanakan oleh ayah kamu ini, Om Steve bisa membiayai kebutuhan hidup kamu tetapi tidak selamanya. Jadi mungkin ini cara terbaik agar kamu bisa melanjutkan hidup kamu dan mendapatkan masa depan yang baik" jelas Om Steve sambil menatapku meyakinkan.

Aku menghela napas untuk mengatur emosi yang meluap-luap di dadaku.

"Kafka gabisa om. Kafka udah punya Kayla. Kafka gabisa tinggalin dia." ucapku sambil membayangkan aku meninggalkan Kayla. Dia pasti akan sangat membenciku jika tahu berita ini. Dan, aku tidak mau dia membenciku, karena aku cinta padanya.

"Kalau kamu tidak menuruti perintah ayahmu yang tertulis di surat ini, kamu tidak bisa mendapatkan sepersen pun harta ataupun bagian saham dari perusahaan ayahmu, dan tidak akan ada yang mengurusmu. Om Steve sudah lepas tangan karena kamu bukanlah tanggung jawabnya, ini adalah permintaan ayahmu, pikirkan lagi agar dia bisa tenang berada di sana" ucap Om Tora tenang.

"TAPI SAYA TIDAK BISA BERTUNANGAN DENGAN ORANG ITU" teriakku emosi dan langsung berlari ke kamarku.

Om Steve dan Om Tora meneriakkan namaku berkali-kali. AKU TIDAK PEDULI. Kenapa ayah harus menjodohkan ku segala? Aku sudah punya Kayla. Aku tidak mungkin meninggalkan perempuan yang sangat ku sayangi itu.

Apakah aku harus kehilangan orang yang ku sayang lagi untuk membahagiakan ayah di surga?

*****************
Ini dia part selanjutnyaa! Thankyou udah mau baca karya kuu<3 kalo ada kritik dan saran tinggal comment yaaa!:) jangan lupa di vote dan comment, terimakasihh
-Stephanie

About Love and YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang