Jeny dan Cece duduk dengan diliputi rasa cemas di kursi yang berada tak jauh dari ruangan Tania berada.
Sementara daritadi Adit terus mondar-mandir di dekat pintu kamar Tania.Mereka bertiga dirundung rasa cemas yang tinggi. Mereka takut terjadi apa-apa pada Tania, tapi semoga saja tidak.
Dari kejauhan, tampaklah Sania dan Hadi berlari kecil menghampiri mereka bertiga.
"Gimana keadaan Tania?" tanya Sania panik.
"Kita belum tau tante, soalnya dokternya daritadi belum keluar." jawab Cece lemah.
Hadi pun berjalan menuju Adit, "tenanglah, Tania pasti akan baik-baik saja." ucap Hadi lalu menepuk pelan bahu Adit, "duduklah." lanjut Hadi.
Adit pun lalu duduk di bangku besi tersebut dan menghembuskan nafas kasar.
"Kamu tadi lihat gimana kejadiannya?" tanya Hadi.
Adit menggeleng, "nggak lihat om, pas Adit kesana Tanianya sudah jatuh terbaring di lantai." jawab Adit lemah.
Tak lama kemudian, pintu kamar Tania terbuka dan menampakkan seorang dokter perempuan yang menangani Tania,
"Gimana dok keadaannya Tania?" tanya Adit langsung.
Dokter itu pun tersenyum, "keadaannya sudah baik, hanya saja pasien belum boleh banyak diajak bicara karena keadaan pasien belum pulih dan masih lemah." jelas Dokter itu.
"Terimakasih dok." ucap Sania lalu dokter itu pun tersenyum dan berlalu.
Setelah dokter itu berlalu, mereka kemudian masuk satu persatu ke dalam kamar. Disana terlihat Tania yang masih terpejam dengan kepala yang dibalut perban.
Sania menghampiri gadis kecilnya tersebut lalu membelai halus rambut Tania, "cepet sembuh ya, sayang." ucapnya lalu ia beralih dan menatap kepada kedua sahabat Tania itu, "tante permisi sebentar ya, mau beli snack jadi kalian jagain Tania sebentar ya?" tanya Sania.
"Iya tante, silahkan." jawab Jeny sopan.
"Yuk, Pa." ucap Sania kepada suaminya Hadi yang langsung berjalan mengikuti langkah Sania.
Setelah kedua orang tua Tania keluar, Jeny, Cece, dan juga Adit mendekat ke arah Tania. Jeny menatap iba keadaan sahabatnya yang wajahnya begitu pucat pasi.
"Lo harus sembuh Tan, sebentar lagi kita mau ujian." ucap Jeny.
Begitu pun dengan Adit, sedari tadi Adit terus saja memandangi wajah Tania. Berulang kali ia menghembuskan nafas karena Tania belum juga sadar. Tangan Adit lalu meraih tangan Tania dan menggenggamnya erat sembari berujar, "lo harus sembuh Tan, gue mau lihat lo yang ceria lagi. Gue nggak pengen lihat lo yang kaya gini." kata Adit.
Tak lama kemudian, tangan Tania yang digenggam oleh Adit pun bergerak. Setelah itu mata Tania pun mulai terbuka. Tania mengerjapkan matanya perlahan untuk menyesuaikan dengan keadaan ruangannya. Setelah normal, Tania lalu melihat siapa yang ada depannya. Tania lalu tersenyum tipis,
"Tania lo udah sadar?" pekik Cece bersemangat.
"Akhirnya lo sadar juga Tan, kita khawatir banget." lanjut Jeny.
"Emangnya sudah berapa lama gue tidur?" tanya Tania dengan suara paraunya.
"Pokoknya tadi lo lama sadarnya, gue lupa udah berapa lama." jawab Cece lalu terkekeh pelan.
Tania lalu terkekeh sebentar dan menatap orang yang daritadi masih menggenggam tangannya, "Adit?"
Adit lalu tersenyum sumringah karena Tania mengenalinya, hal yang daritadi ditakutkan Adit adalah takut jika saat Tania sadar ia menjadi amnesia dan lupa akan dirinya, "Hai." sapa Adit canggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Your Heart Talk [Completed]
Teen FictionKetika logika tidak mampu lagi mengartikannya, biarkan hati yang mengartikan semuanya. Ketika kita tidak bisa menjawab sesuatu, biarkan waktu yang menjawab semuanya. Disaat Tania ingin melupakan seseorang dari masa lalunya, disaat itu pun ia kedatan...