"Aku ingin kita membatalkan pertunangan ini," ucap Haryo dengan tegas.
Surya mengernyit bingung, "apa maksud kamu?"
"Aku ingin kita membatalkan rencana pertunangan Adit dengan Caca." Haryo memperjelas lagi ucapannya.
"Tapi, kenapa?"
Haryo lalu mendengarkan kepada Surya apa isi dari rekaman yang diberikan Adit kemarin malam, "dengarlah."
"Tidak mungkin Caca ngomong begini, ini pasti bukan Caca." ujar Surya tidak terima ketika rekaman itu selesai diputar.
"Sudahlah, aku yakin itu pasti Caca."
"Tapi kan pertunangan ini sebagai bentuk timbal balik atas apa yang kamu pinjam kemarin,"
Haryo lalu mengeluarkan sebuah cek, "aku akan mengganti uangmu, jadi urusan bisnis kita sudah selesai kan? Pertunangan ini batal." tegas Haryo, ia lalu memberikan cek itu kepada Surya.
"Itu pasti bukan Caca, aku ingin pertunangan ini tetap dilanjutkan." kata Surya tidak terima.
Haryo menggeleng sebentar lalu, "sudahlah Surya, kita kan tetap bisa bersahabat meski tidak ada pertunangan kan?"
"Tapi--" ucapan Surya terhenti ketika Haryo sudah keluar meninggalkan pekarangan rumahnya.
***
Sudah tiga hari Tania dirawat di rumah sakit, ia merasa bosan. Ia ingin cepat pulang dan kembali bersekolah. Sudah berulang kali Tania merengek ke mamanya untuk minta pulang, tapi jawaban mamanya selalu sama dokter belum mengizinkan untuk pulang. Akhirnya Tania mendengus pasrah.
Untuk mengusir rasa bosannya, Tania berjalan keluar sambil memegang infusnya. Ia keluar dari ruangan kamarnya dan menuju ke taman belakang rumah sakit. Sesampai di taman, Tania menghirup udara sejuk pagi, lalu ia duduk di salah satu bangku kayu. Mata Tania melihat pemandangan secara bergantian. Pemandangan suasana koridor rumah sakit, langit yang bersih, dan rumput yang hijau.
Tania terlonjak kaget ketika ada yang menepuknya dari belakang, "Adit?"
Adit menyengir lebar ketika Tania memberengut sebal karena kaget, "biasa aja neng, gitu aja ngambek."
"Lo sih, gue kan jadi kaget gara-gara lo."
"Iya, gue minta maaf deh. Sebagai permintaan maaf, gue bakal beliin apa yang lo mau."
Seketika mata Tania membulat sempurna, "apa yang gue mau?" tanyanya menyakinkan.
Adit mengangguk mantap, "iya apa yang lo mau."
"Oke.. gue mau--" kata Tania lalu berpikir sejenak, "gue mau es krim vanila."
"Lo kan masih sakit, mana boleh makan es krim."
"Kata lo apa yang gue mau, ya udah gue maunya es krim vanila. Kalo lo nggak mau beliin, gue nggak bakal maafin lo." sungut Tania.
"Iya deh iya, gue beliin. Tunggu sini ya." kata Adit dan dijawab anggukan oleh Tania.
Tania masih duduk termenung di bangku kayu sambil menunggu kedatangan Adit, beberapa kali ia menghembuskan nafas kasar karena ia sudah jengah dengan lingkungan rumah sakit ini. Ia mengingat kembali kata dokter semalam, mungkin dua atau tiga hari lagi kamu bisa pulang. Semakin Tania mengingat kalimat itu, ia malah semakin pusing, karena itu masih cukup lama dan seharusnya ia sekarang sudah mempersiapkan diri untuk mengikuti berbagai persiapan menuju ujian kelulusan dan seleksi masuk universitas.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Your Heart Talk [Completed]
Teen FictionKetika logika tidak mampu lagi mengartikannya, biarkan hati yang mengartikan semuanya. Ketika kita tidak bisa menjawab sesuatu, biarkan waktu yang menjawab semuanya. Disaat Tania ingin melupakan seseorang dari masa lalunya, disaat itu pun ia kedatan...