Adit mengernyit bingung saat nama Caca tertera di ponselnya. Tapi, Adit tak langsung mengangkat telepon itu, ia malah membiarkan ponselnya terus bergetar hingga tidak bergetar lagi.
Setelah dari teras rumahnya, Adit masuk menuju ke dalam rumah. Terlihatlah disana mamanya sedang duduk santai di kursi depan televisi. Adit menghampiri mamanya lalu duduk disamping mamanya.
"Gimana keadaannya Tania, Dit?" tanya Resti.
Adit mengernyit karena tumben mamanya menanyakan keadaan Tania. Biasanya mamanya selalu cuek, tapi memang semenjak insiden rekaman Caca itu mamanya jadi sering menanyakan tentang Tania. "kondisinya sudah baik kok, cuman gara-gara insiden kemarin kepalanya jadi berdenyut lagi."
"Insiden apaan?"
"Kemarin itu Caca pergi kerumah sakit untuk ketemu sama Tania. Terus, Caca minta Tania untuk mutusin aku jadi Caca bisa kembali berhubungan dengan aku. Kemarin aja Caca sempat megang pisau terus diarahin ke Tania, untung aku datang. Itupun pas aku datang Tanianya sudah terkulai lemah dilantai." jelas Adit panjang lebar.
Resti mengeryit bingung, "Caca sahabat kecil kamu itu?"
Adit mengangguk. "Kok bisa dia sekarang berubah jadi seperti itu? Perasaan Caca yang mama kenal dulu orangnya baik deh, nggak nakal terus kalem." ujar Resti.
Adit pun menggeleng, "Itu Adit juga nggak tau ma kenapa dia bisa berubah drastis kaya' gitu. Kemarin juga yang mendorong Tania jatuh dari tangga juga perbuatannya Caca." jelas Adit.
Resti menggeleng tak percaya, "mama nggak nyangka dia bisa kaya gitu. Untung perjodohannya batal, kalau kemarin jadi--" ucap Resti lalu bergidik ngeri, "ih, ngeri deh mama punya mantu begitu."
Adit lalu terkekeh pelan mendengar ucapan mamanya, "aku juga ngeri ma punya istri begitu."
"Oh iya Dit, pacar kamu mau kuliah dimana? Dia kan kakak kelas kamu kan?" tanya Resti.
Adit mengedikkan bahunya, "belum tau ma, dia belum ada ngasih tau ke Adit."
"Kapan pulang dari rumah sakit?"
"Hmm.. mungkin lusa pulang. Adit ke kamar dulu ya ma?" ucap Adit lalu melangkahkan kakinya menuju kamar setelah Resti mengiyakan pertanyaannya.
***
Sudut bibir Tania daritadi terangkat naik sehingga membentuk sebuah senyuman yang sangat sumringah. Pasalnya, ia hari ini dibolehkan untuk pulang dan berarti sebentar lagi ia akan berjumpa dengan kamar tercintanya.
Tania mulai sibuk mengemasi semua barangnya yang ia bawa ke rumah sakit waktu itu. Ia lalu mengecek satu-satu barangnya, takut ada yang ketinggalan.
"Semangat bener neng," ucap Vano lalu menyenggol lengan Tania.
"Kok lo ada disini si, lo nggak kuliah?" tanya Tania sambil mengecek barang-barangnya.
Vano menggeleng lalu, "gue kuliah siang nanti jam sebelas. Makanya, buruan kemasin barang lo entar gue telat kuliah lagi." dengus Vano.
Setelah Tania rasa barangnya tidak ada lagi yang ketinggalan, Tania pun menresleting tasnya yang cukup besar tersebut. "Sudah." Pekiknya lalu memberikan tas itu kepada Vano.
"Wihh.. lo ke rumah sakit aja bawaan lo segaban gini. Apalagi kalo lo liburan, bisa-bisa lo kaya orang pindahan." ucap Vano menggerutu ketika Tania memberinya tas itu.
Tania hanya menyengir kuda menanggapi omongan Vano. Sementara, Sania hanya tertawa melihat tingkah kedua anaknya.
Kini, Vano, Tania, dan juga Sania sedang berada di tengah kemacetan. Sudah hampir satu jam kendaraan mereka terjebak. Kendaraan didepan urung juga berjalan dikarenakan macet ini cukup parah.
Daritadi, Tania melihat ke arah luar kaca untuk mengusir rasa bosannya tapi, yang ia lihat hanyalah jejeran mobil dan motor yang bernasib sama seperti dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Your Heart Talk [Completed]
Teen FictionKetika logika tidak mampu lagi mengartikannya, biarkan hati yang mengartikan semuanya. Ketika kita tidak bisa menjawab sesuatu, biarkan waktu yang menjawab semuanya. Disaat Tania ingin melupakan seseorang dari masa lalunya, disaat itu pun ia kedatan...