✔ Chapter 1

15.2K 750 76
                                    

Ren mengatur napasnya yang tersengal. Lututnya terasa lemas setelah berkali-kali menukik pada undakan-undakan tangga yang tiada habisnya. Entah sudah berapa banyak undakan yang sudah ia pijaki, pastinya terlalu banyak hingga kakinya keram. Sejenak Ren menengadah, melihat susunan undakan tangga sepiral yang meliuk-liuk sampai ke atas sana. Melihatnya saja membuat kaki Ren makin lemas, apa lagi harus memijakinya satu per satu.

Ren mendudukkan dirinya asal di atas salah satu anakan tangga, lantas merenggangkan otot-otot kakinya yang menegang. Sejenak, Ren mulai terbawa ke alam bawah sadarnya (dibaca: melamun). Angin mana yang membawakannya keberuntungan dan kesialan secara beruntun? Ia hampir-hampir bersyukur sampai berlinang air mata saat menerima surat yang menyatakan dirinya lolos tes beasiswa di sekolah kenamaan di Benua Sapphire, Royal High School. Namun, semuanya enyah selepas Ren tiba di Royal High School siang tadi.

Gadis itu tak pernah menyangka, hari pertamanya di Royal High School benar-benar buruk. Saat ia sampai di gerbang utama sekolah itu, tak pernah terpikir dalam benaknya bahwa, jarak gerbang utama dan gerbang asrama mencapai dua kilo meter. Intinya, Ren harus berjalan jauh melewati jalanan berbatu granit dan melawan kepenatan yang terus melanda, rasa haus yang menggerogoti kerongkongan, dan nyeri yang merambati kaki-kakinya.

Bukan hanya itu, saat pengurusan berkas-berkasnya dengan pengurus asrama berlangsung amat lama. Hampir tiga jam Ren berdiri di depan Ny. Belle untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sebagian menjurus pada data dirinya. Wanita paruh baya itu tak mempersilahkan Ren mengisi sendiri data dirinya, bahkan saat Ren akan protes dengan salah satu data dirinya, Ny. Belle mengacuhkannya. Parahnya lagi, data diri itu merujuk pada kolom 'gender'. Tercetak tebal di sana, laki-laki. Oke, itu lumayan buruk, atau itu sangat, sangat, sangat buruk. Tapi, memang dilihat-lihat benar, sih, penampilan Ren mirip laki-laki,  bahkan dirinya tak yakin ada orang lain yang melihatnya menggunakan bawahan selain celana. Dengan fakta itu, sudah jelas, kan. Mana ada orang yang akan melemparkan pertanyaan tentang gender jika bisa dilihat langsung. Itu benar-benar konyol.

Itu semua cukup melelahkan. Sekarang apa? Ren terpaksa mengiyakan fakta bahwa dirinya mendapat kamar terjauh dari Study Area--Asrama Sayap Kanan. Jangan lupa juga tentang letak kamarnya yang persis berada di lantai tiga (dan kebetulan itu lantai teratas di Asrama Sayap Kanan), tanpa lift pula.

Ren melirik malas jam yang melingkar pada pergelangan tangannya. Pukul 16.45. Sudah petang, tapi Ren belum juga bisa berehat di atas ranjang empuk yang dimiliki kamar asrama Royal High School. Malahan, kini ia tengah berehat di atas undakan tangga terkutuk yang dimiliki Royal High School.

Tak lama terdengar derap langkah rendah dari arah tangga bawah. Ren terdiam. Mencoba mendengarkan suara pelan yang membuat suaranya seakan-akan hanya ada di pikirannya. Ren berdiri lantas memutar pandagannya ke arah bawah untuk melihat apakah gerangan yang menimbulkan suara berderap. Tak lama Ren melihat sesosok laki-laki yang memakai setelan jas. Laki-laki yang mengendarai mobil yang digunakan untuk menjemput Ren tadi siang, juga orang yang menurunkannya sembarangan di depan gerbang terluar Royal High School.  Ren masih hafal betul rambut blonde yang menawan itu.

Laki-laki itu nampak tersenyum saat melihat Ren. Gadis itu berdiri mematung dengan tatapan bingung ke arah sosok yang tersenyum padanya. Jujur, penampilan yang urak-arikan saat ini menambah Ren seperti seorang idiot yang menatap seorang genius dengan pertanyaan satu tambah satu yang terus terngiang di kepala.

"Apa yang kaulakukan di sini?" tanya Ren tiba-tiba selepas sadar dari tingkah kebingungannya.

"Saya mendapat perintah untuk membantu Anda sampai ke kamar," jawab laki-laki itu dengan nada sopan.

Sejak pertama bertemu, laki-laki itu terus berbicara dengan nada sopan seakan-akan Ren adalah majikan atau bahkan rajanya. Laki-laki itu juga selalu memanggil Ren dengan sebutan 'Nona'. Sampai Ren heran, kenapa laki-laki itu tak mengiranya sebagai laki-laki?

Prince or Princess (DALAM PROSES REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang