Chapter 10

3.8K 419 57
                                    

Tempat makan malam ...

"Sudah gak sibuk Vier?" tanya Ren yang baru melihat sosok Vier setelah beberapa hari. "Masih, malam ini sedang senggang. Mungkin cocok untuk rehat bentar," jawab Vier seraya menyuap malas makanan ke mulutnya. "Memangnya ada misi? Kapan?" munculah kepo akut yang Ren idap selama ini. "Yup, lusa," jawab Vier singkat padat dan tak bermutu. "Kau kenapa sih, Vier?"
Ren mengernyitkan dahinya. "Memangnya kenapa?" Ren menggaruk rambutnya. "Lupakan,"

"Kau juga, Zel? Tumben hari ini kau diam." Ren beralih pada Rezel yang sedari tadi tak keluar suara emasnya. "Jangan ganggu aku! Aku sedang puasa bicara," ujar Rezel asal-asalan. Puasa bicara katanya?

"Kenapa kalian pada diem, sih?" Ren menatap satu-persatu orang di mejanya. "Hnn... Aku sedang tak ada topik." Gray tertawa kecil. "Ah, bicara saja Gray, blak-blakan gantiin tuh Rezel!" kata Ren sembari menuding Rezel dengan garpunya. "Woy, kenapa aku!?" sentak Rezel kembali beringas. "Karna kau yang paling pecicilan," sindir Ren lalu tertawa.

"Terserah." rezel kembali terdiam. "Ah, kalian membosankan." Ren menghela nafas. Tak seperti biasanya sikap teman-temannya itu. Jika Vier saja, itu maklum, dia kan memang aneh, tapi kali ini. Semuanya terlihat menyebalkan bagi Ren, ia memang tak suka dengan yang namanya kecanggungan. Apalagi perubahan suasana seperti saat ini.

.
.

Ren terduduk di bawah bentangan langit yang di penuhi bintang. Sedari tadi ia celingukan mengecek tak ada yang mengawasinya. Karna saat ia sendiri pasti ada seseorang yang muncul, entah itu Vier atau yang lain.

Orang-orang di Royal High School memang aneh. Gumamnya mendapati perubahan suasana yang terjadi akhir-akhir ini. Mendadak perasaannya dibuat tak tenang, namun dia tak pernah menemukan jawaban apa yang membuatnya resah. Apa ada hal buruk yang akan menimpanya?

"Ren!"

Ren menengadah, mendapati Gray sudah berdiri di dekatnya. Nah bener kan, ada yang nongol.

"Gray!? Apa yang kau lakukan di sini?" Ren menatap Gray penuh selidik. "Aku hanya tak sengaja lewat dan melihatmu." Gray terduduk di samping Ren. "Maaf, aku tadi tak bisa memecah suasana, jadinya kau tak nyaman." Ren menatap Gray dengan seulas senyum. "Bukan salahmu, kok. Lagi pula mereka semua agak aneh akhir-akhir ini." Ren mendengus pelan.

"Apa kau pernah mengalami sulit dalam sebuah pertemanan?" tanya Gray seraya memalingkan pandangannya ke arah bentangan langit. Ren menghela nafas. "Yah, setelah berada di sini aku sering sekali mengalaminya."

"Oh ya, ngomong-ngomong, kenapa kau tanya begitu?" Ren menatap Gray heran. Gray tertawa kecil, membuat Ren mengernyitkan dahinya. "Kau tahu, aku jarang bicara dengan laki-laki lain selain kau. Entahlah, mereka seakan terlihat benci padaku."

"Itu wajar saja, Gray. Sudah kubilang mereka iri padamu." Gray mengernyitlan dahinya. "Iri?"

Ren tersenyum, menatap orang yang ternyata lebih polos darinya, atau lebih bodoh darinya. "Yah, kau tahu. Kau lebih sempurna dari mereka, bahkan aku juga kelewat rendah darimu," jelas Ren. Matanya menatap binar bintang yang berkelip, seulas senyum tipis terlukis di bibirnya. Gray tersenyum. "Orang bilang kasta lah yang menentukan derajat orang."

"Jika kasta tinggi, tapi dari segi penampilan tak meyakinkan. Bagaimana orang tahu?"

Gray terkekeh mendengar jawaban Ren. Ia benar-benar puas, dalam beberapa hari saja ia sudah berhasil mengecoh incarannya tanpa menimbulkan kecurigaan target. Ia benar-benar muak berada dekat dengan orang-orang berelement light, ia ingin segera misinya selesai, apa daya misinya tak semudah itu.

Jika saja, ia mampu menyingkirkan sang blue phoenix, mungkin beban misinya sedikit berkurang. Dan terlebih lagi, apa tak ada bantuan yang dikirim untuk membantunya?

Prince or Princess (DALAM PROSES REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang