"Apa kau bilang?!"
"Precious, ah, maksudku Elle. Kau bilang aku boleh memilih, jadi, terserah aku, bukan?" Ren menggaruk tengkuknya yang mulai terasa dingin. Perempuan itu berjalan ke arah Ren. Langkahnya terhenti, menyisihkan jarak satu jengkal antara dirinya dan Ren. Ia mengangkat tangannya dan melayangkan sentilan tepat pada kening Ren.
"Astaga ... Aku benar-benar menyesal karena tak sengaja menghapus memorimu saat aku mencoba menyelamatkanmu. Jika saja kau mengingat tentang orang-orang yang kau sayangi, mungkin kau tak akan berani mengatakan itu. Sekalipun!" Ellea menatap tajam Ren yang tampak kesakitan karena jitakannya. Ia bisa membaca sorot mata Ren yang menyatakan dirinya menyerah untuk apa pun.
"Apa maksudmu?" Ren menatap penuh tanya ke arah Ellea.
"Aku lelah bicara dengan orang bodoh sepertimu. Ingat, Ren, kau menyerah sama saja kau mengorbankan semua orang, bahkan orang-orang tak berdosa yang tak tahu apa pun."
"Lalu, aku harus bagaimana. Tetap mempertahankanmu dan memikul semua bebannya? Kenapa? Kenapa aku tak bisa egois untuk sekali saja?" tanpa sadar, bulir-bulir air mata mengalir dari pelupuk mata Ren. Cepat-cepat ia menyekanya. Tidak. Tidak ada lagi yang namanya air mata!
"Kau sungguh ..." belum selesai Ellea merampungkan perkataannya ia malah tertawa. "Kukira selama ini kepolosanmu adalah akting belaka. Egois? Kenapa kau ingin egois jika dirimu bisa berguna untuk orang lain, Ren?"
Ellea mengulurkan tangannya sembari menatap penuh harap pada Ren. Namun, gadis itu ...ia benar-benar tak mengerti. Untuk segala hal. Ragu, memang, tapi hatinya mengatakan percaya Ellea adalah jalan terbaik. Tanpa sadar, Ren membalas uluran tangan Ellea. Pendar cahaya keemasan menyelubungi benang-benang kasat mata yang kini menjuntai antara dirinya dan Ellea.
"Elle ..." Ren menatap Ellea dengan tatapan yang tak bisa di artikan. "Kau tidak jahat. Aku percaya padamu ..." setelah mengatakan itu, Ren merasakan kesadarannya menghilang, tidak, mungkin sebaliknya. Siluet senyum Ellea menjadi penglihatan terakhir Ren sebelum dirinya terbangun dari alam bawa sadarnya.
◆◇◆◇◆
Vier mempercepat langkahnya menyisir lorong-lorong gelap yang membuat dadanya sesak. Tak ada lagi pengalih, gumamnya sembari menolehkan kepalanya ke belakang. Habis sudah, tak ada lagi orang selain dirinya di lorong itu. Karena mengikuti rencana Lenn untuk melepas satu per satu orang sebagai pengalih di beberapa titik kini hanya tersisa Vier seorang. Empat orang yang lain pasti tengah bertarung dengan para pembuas. Terpaksa, jika sudah tak ada pengalih Vier akan bertarung habis-habisan jika ia bertemu pembuas di jalurnya. Ia hanya bisa berharap dirinya tak terlambat. Ia terpaksa memberhentikan langkahnya saat seseorang yang ia kenal telah berdiri sembari menyungging senyum miring menghadang jalannya.
"Lebih cepat dari yang kukira, Vier," ujar Gray sembari tersenyum remeh. "Tapi, sayang sekali ... Kau kurang cepat, karena tak banyak waktu yang kau punya sekarang." Gray menggerakkan belati di genggamannya secara vertikal, saat itu pula belati yang berwarna keperakan itu berubah menjadi sebilah pedang yang mengkilap.
Gray menerjang Vier dengan pedangnya. Ia terlihat mantap dalam setiap jejakan kakinya. Secepat kilat jaraknya dengan Vier hanya tersisa beberapa meter. Gray mengangkat tinggi-tinggi pedangnya. Trang! Pedang itu membentur keras perisai yang entah sejak kapan telah menyelubungi Vier.
"Masih, ada sedikit waktu memang. Maka dari itu, aku tak akan main-main." kilatan cahaya terefleksikan di dalam manik nilam Vier. Ditekannya kuat-kuat elemen yang ia fokuskan ke telapak tangannya ke arah depan. Gray terhempas mendapat dorongan cukup kuat dari seorang Vier yang tengah dalam battle mode. Entah salah atau benar yang dilakukan Gray, tapi ia telah membangunankan sang penguasa langit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince or Princess (DALAM PROSES REVISI)
Fantasy(𝙼𝚘𝚑𝚘𝚗 𝚖𝚊𝚊𝚏, 𝚌𝚎𝚛𝚒𝚝𝚊 𝚋𝚎𝚕𝚞𝚖 𝚍𝚒𝚛𝚎𝚟𝚒𝚜𝚒. 𝚂𝚊𝚛𝚊𝚝 𝚊𝚔𝚊𝚗 𝚔𝚎𝚜𝚊𝚕𝚊𝚑𝚊𝚗 𝚎𝚓𝚊𝚊𝚗, 𝚝𝚊𝚝𝚊 𝚙𝚎𝚗𝚞𝚕𝚒𝚜𝚊𝚗, 𝚙𝚕𝚘𝚝 𝚑𝚘𝚕𝚎, 𝚍𝚊𝚗 𝚔𝚎𝚝𝚒𝚍𝚊𝚔𝚋𝚎𝚛𝚊𝚝𝚞𝚛𝚊𝚗 𝚕𝚊𝚒𝚗𝚗𝚢𝚊) --First Book-- "Sebuah kasta t...