" ... Ellea tak bisa beralih pada sosok sang raja yang telah terkulai lemah tepat di depan matanya. Jubah kebesarannya berlumuran darah hingga tak terlihat warna aslinya.
"A-ayah ..." air mata berderai, mengalir dengan derasnya membasahi pipi Ellea.
Seorang laki-laki berdiri menatap tajam Ellea. Dalam genggamannya nampak sebilah pedang yang telah kotor oleh darah segar. Kilatan cahaya nampak terefleksikan dari bilah besi panjang itu. Kilatan yang membuat Ellea menatap ngeri. Laki-laki itu berjongkok untuk menyamai tinggi Ellea. Tangannya terulur untuk menegakkan wajah Ellea yang pucat pasi.
"Tenanglah," bisik laki-laki itu, "aku tak akan menyakitimu."
Ellea dapat merasakan betapa dinginnya telapak tangan laki-laki yang memiliki manik secerah cahaya rembulan itu. Sorot lampu remang di sisi ruangan menerangi helaian rambut perak laki-laki itu, terus berkibar terkena angin malan. Rambut itu terlihat kusut seiring banyaknya gerakan ayunan pedang sang laki-laki. Nampaknya ia sudah letih untuk bertarung.
"Kenapa?" bulir-bulir bening kembali mengucur deras dari pelupuk mata Ellea yang mulai membengkak. "Kenapa kau membunuh Ayahku!?" pekik Ellea diiringi pecahnya tangisan pilu. Laki-laki pemilik surai keperakan itu menarik tubuh Ellea kecil lalu mendekapnya.
"Ellea," panggilnya, "kumohon tenanglah! Aku hanya ingin melundungimu. Aku melakukan ini karena aku tahu ... Ayahmu akan membunuhmu," bisik laki-laki itu.
"Bohong!" Ellea mencoba melepaskan dekapan erat laki-laki yang belum pernah ia kenal. Kegelapan pun tak mengizinkannya untuk melihat secara jelas wajah pembunuh ayahnya.
"Tuts, sudah selesai? Kuharap sudah, pengawal istana ini mulai menggila," sela seorang laki-laki yang datang dengan pandangan siaga ke arah belakang.
"Bersabarlah, Hold," geram Tuts sembari menatap sarkastik Hold yang sudah tak sabar lagi menggila, dalam kurung menghancurkan istana tanpa sisa. "Ellea, kumohon ... Percayalah padaku! Aku akan membawamu ke tempat seharusnya orang-orang seperti kita berada," bisik Tuts lagi. Lengannya semakin erat mendekap tubuh gadis kecil yang nampak ketakutan.
"Tak ada waktu, Tuts!" Yuleia menggebrak pintu dan langsung menyambar tangan Hold. Kakinya berlari ke arah Tuts yang masih bersimpuh memeluk Ellea. Begitu kakinya menyisihkan jarak beberapa jengkal dengan Tuts, sebuah portal terbuka. Menelan mereka dan hanya menyisihkan bencana kutukan yang menghancurkan istana beserta penghuninya menjadi butiran kilau debu.
***
Tubuh Ellea serasa kaku. Kepalanya terus berdenyut, mengisyaratkan bahwa keadaan tubuhnya tidak bagus saat ini. Pandangan matanya mulai jelas seiring kesadarannya pulih. Sebelum kesadarannya pulih seutuhnya, sederet memori berpusing dalam benaknya,memutar kembali peristiwa berdarah yang pertama kali ia alami semasa hidupnya. Pertama kalinya dalam kurun usianya yang baru menjejak lima tahun. Miris memang, gadis polos sepertinya harus menjalani kehidupan berat.
"Ellea, kau sudah bangun?" seorang perempuan muncul dari balik pintu sembari mengangkat sebuah nampan. Apapun yang perempuan itu bawa, Ellea dapat mengendus bau lezat semangkuk bubur dengan kuah kaldu kental juga secangkir penuh susu sapi perah kualitas terbaik. Hidung Ellea tak pernah salah menafsirkan bau makanan. Tidak pernah.
"A-aku ... Ada di mana?" tanya Ellea takut-takut. Yang ia hadapi saat ini adalah perempuan dewasa. Naluri Ellea merasa terancam jika seseorang yang asing ada di dekatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince or Princess (DALAM PROSES REVISI)
Fantasy(𝙼𝚘𝚑𝚘𝚗 𝚖𝚊𝚊𝚏, 𝚌𝚎𝚛𝚒𝚝𝚊 𝚋𝚎𝚕𝚞𝚖 𝚍𝚒𝚛𝚎𝚟𝚒𝚜𝚒. 𝚂𝚊𝚛𝚊𝚝 𝚊𝚔𝚊𝚗 𝚔𝚎𝚜𝚊𝚕𝚊𝚑𝚊𝚗 𝚎𝚓𝚊𝚊𝚗, 𝚝𝚊𝚝𝚊 𝚙𝚎𝚗𝚞𝚕𝚒𝚜𝚊𝚗, 𝚙𝚕𝚘𝚝 𝚑𝚘𝚕𝚎, 𝚍𝚊𝚗 𝚔𝚎𝚝𝚒𝚍𝚊𝚔𝚋𝚎𝚛𝚊𝚝𝚞𝚛𝚊𝚗 𝚕𝚊𝚒𝚗𝚗𝚢𝚊) --First Book-- "Sebuah kasta t...