Ren menatap kosong Gray dan Ruby di depannya. Ia bertopang dagu seraya menatap malas jus yang ada di meja. Tak ada niatan baginya untuk meneguk habis segelas jus pier yang biasanya jadi favoritnya.
"Hei, Ren! Kau kenapa?" Ren memutar pandangannya pada Gray yang bertanya padanya. Ia tak menggubrisnya. Entahlah ... Dia merasa malas melakukan apa pun saat ini, bahkan untuk melihat waktu.
"Hmm ... Apa kau merasakan sesuatu mangsa kecilku?" Gray menepuk punggung Ruby hingga mengaduh, tapi Ren tetap tak acuh.
"Berhenti mengatakan yang tidak-tidak!" bisik Gray di telinga Ruby.
"Biarkan saja, lagi pula dia sedang dalam keadaan seperti itu. Kujamin ia tak akan ingat apa yang kukatakan," ujar Ruby sembari menyungging senyun predatornya.
"Terserah kau ... Ren, kami duluan." Gray menarik lengan baju Ruby dan meninggalkan Ren yang masih terduduk limbung. Ren mengangguk samar.
"Aku sangat tidak suka jika ada seorang dari kelas rendahan membolos saat aku sedang piket."
Ren menegakkan kepalanya menatap lamat seorang perempuan dengan bedge biru, yang maknanya ia adalah senior kelas XI. Ren langsung teradar dari apa yang dia lamunkan. Ia langsung tersentak menyadari waktu istirahat sudah berlalu satu jam lalu. Ya ampun!
Perempuan itu menarik tangan Ren dengan kasar. Ia menggiring Ren entah kemana. Ren hanya pasrah, berjalan lemas mengikuti perempuan itu.
Perempuan dengan emblem A class itu mendorong kasar Ren ke sebuah ruangan. Ada seorang laki-laki yang tengah terduduk di sebuah kursi kerja sembari memainkan bolpoin.
"Alex! Lihat adik kelas dari kelas F ini! Beraninya dia membolos saat aku piket," kata perempuan itu mengadu. laki-laki bernama Alex itu menegakkan kepalanya menatap Ren yang terlihat pasrah di depannya.
"Ley, suruh dia duduk!" ujar Alex terdengar tegas. Mendengar suaranya saja kaki Ren sudah lemas. Charley mendudukkan Ren kasar.
"Jadi laki-laki jangan lemas begitu! Bolos aja semangat, setelah ketemu kakak kelas nyalimu ciut begitu?!" gertak Charley.
"Tenanglah sedikit, Ley! Biar aku bicara dulu."
Ren menundukkan kepalanya, mendengar celotehan kakak kelas yang ber-name tag Charley Yusetta. Mimpi apa Ren semalam sampai ia harus berurusan dengan senior-senior yang tengah berjaga.
"Oke, oke. Aku serahkan ia padamu. aku ingin berkeliling, mungkin, aku bisa bertemu curut-curut yang sedang bolos lagi." Charley membanting pintu keras-keras. Setelah itu, mendadak ruangan itu mendadak sunyi.
"Jadi, kenapa kau membolos?" Ren merasa Alex tengah menatapnya. Ia tak berani menegakkan kepala sekadar melihat ekspresi yang ditunjukkan senior dengan emblem S Class itu. "Perhatikan jika orang sedang bicara! Tegakkan kepalamu!" Alex menggebrak meja membuat jantung Ren hampir copot mendengarnya.
"A-aku tak berniat membolos," jawab Ren gelagapan. Ren menatap cemas ke arah Alex. Ia hanya terduduk dengan wajah super tenang.
"Hmm ... Suaramu manis juga." Alex terkekeh kecil. Mendadak bulu kuduk Ren berdiri. Ia merinding. Apa yang dikatakan Alex tadi? Manis? Jangan-jangan ... Dia homo lagi! Tidak, tidak mungkin!
"A-apa maksud kakak?" suara Ren terdengar bergetar. Alex tertawa kecil sembari berdiri dari kursinya. Ia berjalan ke belakang Ren lalu menepuk pundaknya.
"Bagaimana bisa seorang yang polos sepertimu bisa membolos saat jam pelajaran. Apa lagi kau ini ... Ren Leighton, 15 tahun, murid beasiswa kelas Royal class F," ujar Alex menyebutkan data lengkap Ren. "Mau beasiswa dicabut?" bisik Alex tepat di telinga Ren.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince or Princess (DALAM PROSES REVISI)
Fantasy(𝙼𝚘𝚑𝚘𝚗 𝚖𝚊𝚊𝚏, 𝚌𝚎𝚛𝚒𝚝𝚊 𝚋𝚎𝚕𝚞𝚖 𝚍𝚒𝚛𝚎𝚟𝚒𝚜𝚒. 𝚂𝚊𝚛𝚊𝚝 𝚊𝚔𝚊𝚗 𝚔𝚎𝚜𝚊𝚕𝚊𝚑𝚊𝚗 𝚎𝚓𝚊𝚊𝚗, 𝚝𝚊𝚝𝚊 𝚙𝚎𝚗𝚞𝚕𝚒𝚜𝚊𝚗, 𝚙𝚕𝚘𝚝 𝚑𝚘𝚕𝚎, 𝚍𝚊𝚗 𝚔𝚎𝚝𝚒𝚍𝚊𝚔𝚋𝚎𝚛𝚊𝚝𝚞𝚛𝚊𝚗 𝚕𝚊𝚒𝚗𝚗𝚢𝚊) --First Book-- "Sebuah kasta t...