Chapter 20

3.1K 320 29
                                    

Warning!!!
Typo everywere
>________<

Suasana hening begitu terasa saat masuk ke dalam sebuah ruangan yang amat luas dengan banyak rak-rak buku yang berjejer rapi di dalamnya. Warna coklat kayu dan coklat keemasan mendominasi tempat yang diketahui sebagai Royal High School Library itu.

Di salah satu ruang baca, Ren tengah terduduk menyimak isi buku tebal dengan sampul antik di depannya. Tertumpuk juga beberapa buku yang membahas tentang element. Ia gundah setelah mendapatkan nilai F saat praktik pagi tadi. Ia tahu belajar materi tak ada gunannya jika tak diikuti dengan praktik. Masa bodoh dengan itu semua. Tak ada pelatih tak ada praktik. Mungkin, itu sekarang yang menjadi motto-nya.

Ren menutup buku yang dibacanya kesal. Ia menghela nafas frustrasi, lalu mengedarkan pandangannya culas. Sudah lewat satu bulan sejak tewasnya Vier, di saat itulah Ren mulai mendapat banyak masalah. Apa Vier menaruh kutukan padanya karena dirinya tak lekas menepati janjinya, tapi itu pemikiran konyol.

Ren tak tahu apa yang sebenarnya terjadi, semuanya berubah drastis. Felix yang tak pernah terlihat lagi membuat aktivitas latihannya tersendat. Bahkan, dirinya lupa bagaimana cara mengendalikan element. Rezel pun hanya terdiam jika tak sengaja bertemu dengannya, tak ada kata sapaan maupun basa-basi keluar dari bibirnya. Dan dua orang pemilik element of god itu bersikap agak aneh jika melihat dirinya. Mereka kenapa, sih? Apa lagi perempuan yang bernama Lya itu, ia selalu menghunus Ren dengan mata emeraldnya. Ren hanya bisa bergidik dengan itu.

Tapi dibalik semua itu, untunglah Ren tak kehilangan kewarasannya. Ia masih mampu mempertahankan kewarasannya itu. Tidak bisa dibilang sepenuhnya, sih. Tentu keadaan tak berbalik sepenuhnya, masih ada Syira dan... Si kembar. Ia tak terlalu kesepian, tapi karena kastanya dan tiga orang itu jauh berbeda, sedikit membuatnya agak berkecil hati dan sedikit cemas. Bagaimana jika ada orang yang sewot dengannya lagi? Bisa-bisa ia babak belur lagi.

Dan selain mereka bertiga, masih ada keluarga warna. Yah, masih ada mereka. Yang selalu datang di barisan akhir untuk sekedar menghibur.  Ren kembali mengeluarkan sebuah note book-nya. Lalu menulis beberapa kata dengan penanya.

Ren bertopang dagu membaca kembali apa yang ia tulis. Bodoh, umpatnya. Mungkin, ini benar-benar kutukan. Ren menidurkan kepalanya di atas tumpukan buku-buku tebal yang berserakan di meja.

Hembusan angin ringan menerpa umbai rambutnya. Ren tahu, itu adalah Blue. Satu-satunya tempat yang cocok untuk menampung curhatannya. Entah ia mengerti atau tidak. Setidaknya ada tempat menumpahkan seluruh uneg-unegnya.

"Hei, Blue! Apa menurutmu aku dikutuk?" pertanyaan konyol mulai keluar dari bibir Ren. Blue menggeleng kepalanya pelan. "Tidak? Memangnya kau tahu?" tambah Ren lagi. Blue tak menghiraukannya, ia hanya mengepak-ngepakan sayapnya, satu dua bulu jatuh ke meja membuat hidung Ren sedikit gatal dan bersin.

"Hentikan itu, Blue!" gertak Ren membuat Blue terdiam. Ren masih tak mengerti apa tujuan burung phoenix itu datang kepadanya. Yang ia tahu, Blue mengerti apa yang diucapkannya. Dan kadang kekonyolan Blue menular pada Ren. Ya ampun!

"Tidak, tidak! Lebih tepatnya kau jadi terlihat rendahan!"

"Ah, ayolah teman-teman! Dia tak seburuk itu!"

Ren mendengar suara yang familiar baginya. Suara yang langsung membuatnya terpanggil. Itu Syira! Ren beranjak dan mengintip ruang baca sebelah melalui celah pada dua rak buku. Syira terlihat berdebat dengan kedua temannya.

"Ra, sadar! Kau ini putri. Kau bisa mendapat laki-laki yang lebih keren dibanding si culun yang siapa namanya? Re..." kata teman Syira yang mempunyai manik violet.

Prince or Princess (DALAM PROSES REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang