Chapter 23

3.2K 342 84
                                    

Ren melirik bangku Vier yang masih terlihat kosong. Harapnya Vier tak menampakkan wajahnya hari ini di depannya. Jika kehadirannya kini malah membuat sesak, sebaiknya jangan. Walau semua itu malah semakin membuat Ren tersiksa.

"Kenapa, sih, lesu begitu?"

Pandangan Ren beralih pada Gray yang sedari tadi memperhatikan gerak-geriknya. Gray nampak menunjukkan senyumannya pada Ren, tapi Ren sama sekali tak menggubris senyum Gray yang memiliki makna tersembunyi itu.

"Entahlah, Gray. Aku merasa tak enak badan hari ini," balas Ren malas-malasan.

"Kau sakit?" Gray menelengkan kepalanya menelisik wajah pucat Ren, tapi tentu saja ia tahu ada apa dengan Ren. Ia menguntit Ren kemarin sore. Ia juga tahu, Vier sudah kembali. Tak ada yang dikhawatirkannya, mengingat Vier yang terlihat sudah tak peduli dengan Ren.

"Aku tak apa."

"Pagi, adikku yang manis! Dan pagi, Ren!" seru Ruby semangat. Ruang kelas yang cukup luas itu dipenuhi suaranya seorang.

"Jangan teriak-teriak, Ruby," geram Gray membuat Ruby terkikik. Sepertinya Gray salah telah berkomentar, karena itu akan membuat Ruby semakin berisik.

"Hehe ... Kau merindukan suara emasku ini, ya?" Ruby kembali terkikik. Gray tak menanggapinya, ia hanya terdiam. "Hei, Ren. Ada apa denganmu, hah?"

"Hanya sedikit lelah," jawab Ren malas sembari memejamkan matanya.

"Kenapa tidak ambil jam pelajaran sekarang untuk istirahat, tidur atau mungkin mencari udara segar di luar. Lagi pula, sepertinya ada jam kosong," saran Ruby sembari membenarkan letak jepit rambutnya.

"Tidak. Aku tidak mau berurusan dengan kakak-kakak ber-bedge biru itu." Ren membenamkan kepalanya dengan lengannya.

"Aku, kan, juga ber-bedge biru. Kau tak mau berurusan denganku?" Ruby berlagak kesal bagai seorang anak kecil yang merajuk meminta mainan.

"Bukan! Maksudnya kakak-kakak dari Patroli Ketertiban itu!" Ren menegakkan kepalanya kesal. Matanya menatap culas dua sosok yang berdiri di depannya.

"Ikuti saja perintahku!" geram Ruby sembari mengepalkan tangannya.

Rasa pusing mulai menyerang Ren. Kepalanya serasa berdenyut, seakan dapat meledak kapan pun. Telinganya berdengung selama beberapa saat. Ocehan Ruby menjadi suara cicitan dalam pendengarannya.

"Baik, baik! Aku akan bolos jam pelajaran ini!" seru Ren di luar kendalinya. Tanpa disadarinya kedua telapak tangannya menggebrak pelan meja dihadapannya.

Ruby yang bertepuk tangan pelan membuat Ren semakin kebingungan. Apa yang dia lakukan? Ren menutup mulutnya dengan telapak tangan—menyadari kesalahan besar yang akan dia lakukan, tapi hasrat mendorong dirinya untuk menuruti saran Ruby. Ia tak mampu menolak.

"Baiklah! Ayo kuantar!"

Ruby menarik tangan Ren keluar kelas. Diikuti Gray yang berjalan pelan di belakang mereka. Sekali lagi Ruby berhasil memperdaya Ren. Sebagai awal percobaan, itu hasil yang bagus. Dan tak lama lagi, semuanya akan usai. Tak ada lagi seorang pemilik element gelap yang menyelip di antara pemilik element terang. Dan tentu saja, precious akan kembali kepada mereka—para bangsa kegelapan.

◆◇◆◇◆

"Lalu lorong-lorong itu ada tempat apa?" Rise menunjuk lorong-lorong yan tak terlihat ujungnya dari tempatnya berdiri.

"Aku tak tahu pasti, tapi sepertinya ruangan komite," jelas Vier singkat.

Hari ini ia menjadi pemandu tour dadakan karena Rise meminta ditemani berkeliling Royal High School. Walau, ia tahu, sih, Royal High School tak ada habisnya untuk dikelilingi. Luasnya saja tak diketahui pasti. Gedung-gedung bertingkat, ruang bawah tanah, area-area khusus, asrama, ballroom, aula, study area, altar utama, dan masih banyak lagi. Jika disebut semuanya tak akan cukup ditulis dalam lima paragraf.

Prince or Princess (DALAM PROSES REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang