"Konyol!" gerut Ren melihat pantulan dirinya di cermin. Ia tengah mencoba seragam yang diberikan Vier. Terlihat sedikit kedodoran ditubuhnya. "Vier pikir badanku gedenya kaya apa, sih?"
Ren kembali melepas bajunya dan mengganti baju biasa miliknya. Dia tidak jadi menepati janjinya pada Vier hari ini, mungkin, lain waktu. Ia segera bergegas, jika ia terlambat mungkin omelan Mr. Sarment akan menggema di telingannya.
Sejak pagi Ren tak fokus dengan pelajarannya. Beberapa kali ia mendapat teguran, entah dari siapa pun itu. Sedari tadi pandangannya terus tertuju pada kursi Vier. Iya kursinya. Ia masih tak yakin jika memang Vier sudah mati.
Apa perasaannya yang sedikit cemas akhir-akhir itu adalah pertanda. Tapi, kenapa harus dirinya yang merasakan tanda-tanda itu? Dan setelah itu seekor burung phoenix datang padanya. Apa maksudnya seperti itu? Vier dan phoenix, apa mereka saling berhubungan?
Ren menyandarkan punggungnya di kursi lalu memainkan bolpoinnya. Melirik sekretaris kelas menulis kata demi kata di depan papan tulis. Ini sekolah royal, kenapa masih pakai papan tulis, sih? Gumamnya dalam hati.
◆◇◆◇◆
"Huaa... Deaz! Aku mau pulang!" rengek Lya menarik-narik lengan baju Deaz.
"Hei, hei! Jangan rewel, Lya. Kita masih ada urusan di sini. Kita tak bisa pulang sekarang, besok, atau lusa," saut Deaz sembari menyibak tangan Lya dari lengan bajunya.
"Kok gitu?!" wajah Lya berkerut. "Ayolah pulang saja! Tempat ini mengingatkanku pada Vier," ujar Lya lagi.
"Lupakan soal Vier! Kita harus fokus mencari sun. Secepatnya."
Lya melirik culas Deaz lalu memalingkan wajahnya kesal. "Menyebalkan," desisnya pelan.
"Kalian frustasi sekali. Pantas saja wajah kalian terlihat lebih tua dariku!" ejek Rezel yang tiba-tiba datang dan berjalan di samping mereka.
"Apa kau bilang!?" Lya menjitak dahi Rezel, "memang aku lebih tua dua tahun darimu, bocah!" gertak Lya membuat Rezel tertawa lepas.
"Tawamu terdengar gila Rezel!" pandangan Rezel beralih pada Deaz.
"Kau baru tahu aku ini gila?" Rezel menunjuk dirinya lalu terkekeh.
"Terserah!"
"Hei, Rezel!" panggil Lya dengan suara lirih, "apa kau tak merasa bersalah atau kehilangan atas kepergian Vier." kini Lya berbicara dengan menundukkan kepalanya.
Rezel terdiam sejenak lalu tersenyum. "Untuk apa?"
"Kau bilang kenapa?!" geram Lya. Deaz menepuk bahunya, mengingatkannya untuk tenang.
"Aku hanya tidak ingin membebani Vier. Biarkan saja dia tenang di sana," ujar Rezel diakhiri dengan senyuman.
"Benar juga." Lya menengadahkan kepalanya, menatap hamparan langit biru, "Vier pasti tengah mengejekku karena masih hidup bersusah payah di sini ya," Lya terkekeh kecil.
"Rezel!" panggil Ren dari kejauhan.
Rezel terhenti dan membalikkan badan melihat siapa yang memanggilnya. Ia memincingkan matanya untuk melihat sosok yang tengah berlari ke arahnya. Lya dan Deaz pun juga ikut tertoleh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince or Princess (DALAM PROSES REVISI)
Fantasy(𝙼𝚘𝚑𝚘𝚗 𝚖𝚊𝚊𝚏, 𝚌𝚎𝚛𝚒𝚝𝚊 𝚋𝚎𝚕𝚞𝚖 𝚍𝚒𝚛𝚎𝚟𝚒𝚜𝚒. 𝚂𝚊𝚛𝚊𝚝 𝚊𝚔𝚊𝚗 𝚔𝚎𝚜𝚊𝚕𝚊𝚑𝚊𝚗 𝚎𝚓𝚊𝚊𝚗, 𝚝𝚊𝚝𝚊 𝚙𝚎𝚗𝚞𝚕𝚒𝚜𝚊𝚗, 𝚙𝚕𝚘𝚝 𝚑𝚘𝚕𝚎, 𝚍𝚊𝚗 𝚔𝚎𝚝𝚒𝚍𝚊𝚔𝚋𝚎𝚛𝚊𝚝𝚞𝚛𝚊𝚗 𝚕𝚊𝚒𝚗𝚗𝚢𝚊) --First Book-- "Sebuah kasta t...