Pip ... Pip ... Pip ...
Sudah lebih dari tiga kali alrm mengumbar suara bising. Namun, Ren belum juga berhenti bergelung di dalam selimut hangatnya. Ia masih terlihat nyenyak. Suara bising alrm dan kicauan burung di luar pun nampak tak mengusiknya. Hingga sedikit sorot matahari yang mulai naik sepenggalah mengenai wajahnya.
"Ukh ..." Ren mengerang pelan. "Ini pukul berapa?" ia merenggangkan otot tangannya lantas melirik jam digital yang ada di atas nakas.
06. 45
Ren mendengus lantas merebahkan pugungnya kembali. Sudah terlambat untuk pelajaran jam paginya hari ini. Ia tak mau mendapat omelan Tn. Fairus pagi ini. Apa lagi dengan beberapa lebam di wajahnya, Tn. Fairus pasti mengintrogasinya lalu sesekali memojokkannya dengan kata-kata pedas. Walau baru beberapa hari di Royal High School, Ren tahu betul kegarangan guru tata krama itu.
Ren memaksakan dirinya untuk bangun, lantas berjalan ke arah telepon yang ada di atas nakas dekat bifet sisi ruangan. Jemari Ren dengan cekatan membuka lembar demi lembar buku telepon, mencari nomor Ny. Janette, bagian kesiswaan. Mungkin Ren bisa izin padanya, walau agak terlambat. Ren menunggu beberapa saat.
"Ya, hallo."
Suara serak basah Ny. Janette terdengar di sebrang sana.
"A-halo, Ny. Janette. Ini Ren Leighton."
"Uhm ... Ren?" ada jeda sejenak di antara pekataan Ny. Janette. "Oh, oh, si anak baru. Ada apa, sayang?" tanya Ny. Janette dengan nada keibuannya yang mulai muncul.
"Nyonya Janette, saya sedikit tak enak badah hari ini. Apa anda bisa mengizikan saya pada daftar presensi saya hari ini?"
"Tentu, sayang. Apa yang kaubutuhkan lagi?
"Sudah, itu saja. Terimakasih, Nyonya."
Ren meletakkan gagang telefonnya, lalu lekas-lekas duduk di sofa terdekat. Kakinya sudah tak tahan berdiri terlalu lama. Ia jadi teringat kejadian semalam. Tentang pukulan Aelexi yang cukup membuat kepalanya pening. Tentang cacian dan makian si omong besar, Joshua. Juga tentang poin pelanggarannya.
"Astaga ..." Ren memegangi keningnya. "Kenapa semuanya tak semudah kelihatannya?!"
Sesekali Rezel cekikikan membuat wajah kesal Vier semakin kentara. Ia baru saja mendengar cerita Vier tentang misi jangka panjang-nya. Tentang misi yang mereka sebut-sebut sebagai misi paling konyol yang dipasrahkan kepada ketua angkatan Elite, mengawal murid beasiswa.
"Jangan hanya tertawa," ketus Vier membuat tawa Rezel semakin seru.
"Oke, oke." Rezel menghapus air di sudut matanya. "Aku hanya heran, akhir-akhir ini kau sering sial, ya."
"Entahlah. Aku malah berharap kesialan itu jatuh padamu," desis Vier.
"Hei ..." Rezel melotot. Manik zamrudnya menghunus tajam ke arah Vier yang lagatnya tak peduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince or Princess (DALAM PROSES REVISI)
Fantasy(𝙼𝚘𝚑𝚘𝚗 𝚖𝚊𝚊𝚏, 𝚌𝚎𝚛𝚒𝚝𝚊 𝚋𝚎𝚕𝚞𝚖 𝚍𝚒𝚛𝚎𝚟𝚒𝚜𝚒. 𝚂𝚊𝚛𝚊𝚝 𝚊𝚔𝚊𝚗 𝚔𝚎𝚜𝚊𝚕𝚊𝚑𝚊𝚗 𝚎𝚓𝚊𝚊𝚗, 𝚝𝚊𝚝𝚊 𝚙𝚎𝚗𝚞𝚕𝚒𝚜𝚊𝚗, 𝚙𝚕𝚘𝚝 𝚑𝚘𝚕𝚎, 𝚍𝚊𝚗 𝚔𝚎𝚝𝚒𝚍𝚊𝚔𝚋𝚎𝚛𝚊𝚝𝚞𝚛𝚊𝚗 𝚕𝚊𝚒𝚗𝚗𝚢𝚊) --First Book-- "Sebuah kasta t...