"Ren!"
"Ren, bangun!"
Samar-samar suara itu tertangkap oleh pendengaran Ren. Suara familiar yang sering di dengarnya. Siapa? Otaknya tak memberikan respon cepat untuk memberitahunya suara siapa itu.
"Ren!"
Ren membuka matanya perlahan. Hanya siluet bayang yang bisa ia lihat pertama kali. Gadis itu mengerjabkan matannya--menfokuskan pandangannya pada siluet-siluet samar di depannya.
"Ren?!"
Ren membuka kelopak matanya lebar-lebar. Didapatinya Vier yang memangku tubuhnya dengan raut cemas. Tak jauh darinya juga, Rezel terduduk sembari menatap penuh harap ke arah gadis bersurai kecokelatan itu.
"A-apa y-ang ter-jadi?" tanya Ren terbata. Saat ini tubuhnya benar-benar terasa lemah. Walau rasa sakit pada lukanya sudah hampir tak terasa, tapi tubuhnya mati rasa.
"Tak ada," jawab Vier singkat.
Ren memendarkan pandangannya. Didapatinya Zeon dan Zuan tengah sibuk dengan sebuah simbol untuk membuka portal. Juga Felix yang berdiri tak jauh dari mereka berdua. Tatapan Ren langsung berbalik pada Vier yang terduduk menumpu tubuhnya.
"Vier ... Kenapa ramai sekali? Apa kita sudah pulang?"
"Belum. Kita masih ditempat yang sama." jawaban Vier membuat Ren kembali tertunduk. Dirinya sudah teramat lelah, ingin cepat-cepat ia merebahkan dirinya di atas ranjang empuk. Sampai-sampai gadis itu lupa, bahwa seisi kamarnya sudah tak tersisa. "Tenanglah kita akan segera pulang," bisik Vier di telinga Ren.
"Vier! Semuanya sudah selesai," seru Zeon. Laki-laki itu berjalan mendekat ke arah Vier.
"Bagus."
"Merasa lebih baik, Ren?" Zeon berjongkok di hadapan Ren. Manik hazelnya menatap sosok gadis yang tengah bersimpuh dengan Vier sebagai penumpunya.
Ren mengangguk pelan. "Aku sudah tak apa," jawab Ren sembari berusaha mengembangkan senyum ke arah Zeon.
"Ayo." Zeon mengulurkan tangannya ke arah Ren, dang langsung dibalas oleh gadis itu. Zeon membantunya berdiri, menyeimbangkan tubuhnya, hingga Ren benar-benar berdiri tegak.
"T-terima kasih."
"Tak masalah."
"Vier ..." pandangan Ren beralih pada Vier yang baru saja beranjak dari posisi terduduknya. Vie hanya menanggapi panggilan Ren dengan dehaman pelan. "Apa ... Apa kau baik-baik saja?"
"Memangnya kenapa?" Vier mengerutkan dahinya, tapi Ren bisa melihat wajah minim ekspresi laki-laki itu.
"Bukannya ... Kau terluka?"
"Dari pada kau memikirkanku, lebih baik kau fikirkan keadanmu sendiri."
Ren menatap heran Vier. Sepertinya bipolar akutnya sedang kambuh. Gadis itu tak mengerti, apa yang benar-benar membuat laki-laki itu bersikap aneh, dan perubahan emosinya begitu ekstrim.
"Hei, aku kan hanya bertanya," gerut Ren pelan. Tapi, tentu saja, pendengaran Vier masih mampu mendengarnya.
"Sudahlah, kalian berdua!" pisah Rezel sembari menarik lengan Vier--memberinya isyarat padanya untuk tidak dekat-dekat dengan Ren saat emosinya tidak stabil seperti saat ini.
"Kalian semua memang orang aneh," desis Zuan pelan, "baiklah, Zeon, bantu aku membuka portalnya!"
"Oke." Zeon berjalan mendekati Zuan--melepaskan genggaman tangannya pada lengan Ren.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince or Princess (DALAM PROSES REVISI)
Fantasy(𝙼𝚘𝚑𝚘𝚗 𝚖𝚊𝚊𝚏, 𝚌𝚎𝚛𝚒𝚝𝚊 𝚋𝚎𝚕𝚞𝚖 𝚍𝚒𝚛𝚎𝚟𝚒𝚜𝚒. 𝚂𝚊𝚛𝚊𝚝 𝚊𝚔𝚊𝚗 𝚔𝚎𝚜𝚊𝚕𝚊𝚑𝚊𝚗 𝚎𝚓𝚊𝚊𝚗, 𝚝𝚊𝚝𝚊 𝚙𝚎𝚗𝚞𝚕𝚒𝚜𝚊𝚗, 𝚙𝚕𝚘𝚝 𝚑𝚘𝚕𝚎, 𝚍𝚊𝚗 𝚔𝚎𝚝𝚒𝚍𝚊𝚔𝚋𝚎𝚛𝚊𝚝𝚞𝚛𝚊𝚗 𝚕𝚊𝚒𝚗𝚗𝚢𝚊) --First Book-- "Sebuah kasta t...