Ada yang mau beli BROTHER VERSI TAMAT?
E-book/pdf transfer 👉 30.000
Pulsa👉35.000
Minat? DM wattpad saya dulu, baru transfer
Versi cetak 👉 69.000
Minat? Ke bukalapak atau tokopedia.
Cara searchnya: Novel Brother
Covernya yang ada di mumedCewek itu masih menatap kosong pada wajah lelaki yang sedari tadi mengobati luka dikakinya. Luka dikening Digo mengeluarkan banyak darah, namun, yang Digo lakukan saat pertama kali memasuki ruang UKS adalah menyuruh Prilly duduk dibangkar dan mengobati luka ditulang keringnya yang tak seberapa bagi Prilly.
Beberapa anak PMR yang kebanyakan adalah perempuan disekolahnya, sudah menawari Digo untuk diobati. Namun, dengan mengembangkan senyumnya, cowok itu hanya berkata, "Makasih, tapi gue bisa sendiri, kok. Dan luka ini gak seberapa. Kalian istirahat aja, sana. Waktunya udah dikit lagi, loh."
Mata Prilly kembali berkaca-kaca saat melihat luka dikening Digo sudah ada yang agak mengering, namun darah masih saja menetes diluka tersebut.
Kepala Digo mendongak. Cowok itu tersenyum, lalu berdiri dari posisi jongkoknya. Kedua telapak tangannya beradu, bertepuk tangan sekali. "Udah selesai. Masih sakit?"
Prilly diam. Ia memalingkan wajahnya, enggan menatap wajah Digo yang selalu saja melemparkan senyum padanya.
"Heh! Gue nanya, bego. Masih sakit, gak?" Digo kembali bertanya, namun Prilly masih keras kepala dan tetap enggan menatap wajah cowok itu. Helaan napas panjang dari Digo terdengar, dan Prilly masih pada posisinya. "Hati lo. Apa masih sakit?"
Hati Prilly?
Maksudnya-?
Ah, Prilly ingat. Tentang Ali, maksudnya? Kenapa Prilly melupakannya? Mengapa ia bisa tidak merasakan denyutan itu kembali?
Apa karna Digo?
Prilly memutar kepalanya, kembali menatap pada Digo. "Lo!" tunjuknya pada luka Digo. "Obatin kening lo, tuh!"
"Ini luka luar," ujar Digo sambil mencoba menatap pada keningnya. "Malah bagus kalo berdarah."
"Bagus? Gak sakit, apa?"
"Hati lo? Gak sakit, apa?"
Prilly diam. Ia memajukan bibir bawahnya, memasang wajah cemberut. Sejak kapan Digo jadi semenyebalkan ini? Biasanya, cowok itu selalu memberikan gombalan receh yang kadang sukses membuat Prilly ingin muntah. Lebih bagus begitu, sih.
Sekarang Digo menyebalkan.
Prilly menggeram. "Terserah! Lo nyebelin! Dasar manusia laknat!"
Digo terkekeh. Cowok itu entah kesurupan atau apa tiba-tiba menepuk puncak kepala Prilly dengan lembut. "Kalo lo punya masalah, gue bisa jadi sandaran lo, kok."
"Gombal."
"Kali ini gue serius, Prilly."
Prilly terdiam. Manik matanya beradu pada manik mata milik Digo. Entah kenapa, Prilly merasa tenggelam didalamnya. Mata itu jernih, dan mirip dengan manik mata Prilly. Lensa mata yang agak kecoklatan.
"Apa lo percaya sama gue?"
Prilly mengerutkan alisnya, tidak mengerti arah pembicaraan Digo.
Seolah menyadari kebingungan Prilly, cowok itu hanya tersenyum, lalu kembali berjongkok. Tangannya terulur, mengelus pelan pipi tembam Prilly. "Lepasin Kakak lo."
Wajah Prilly berubah datar. Sudah dibilang, bukan? Digo hari ini agak menyebalkan. "Gak mau."
Digo menghela napas panjang. "Lo gak akan berhasil, Prill. Kalian saudara. Disini, yang bakal tekanan batin ya elo. Karna lo yang punya perasaan yang gak wajar itu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Brother✔
Fanfiction[repost] "Gue memang egois. Jadi wajar kalo gue punya keinginan kuat buat miliki lo. Tapi, disaat kebahagiaan lo bukan buat gue, gue bisa apa?" -Prilly "Kalo gue boleh milih takdir, gue lebih baik jadi seseorang yang gak penting bagi lo. Karna gue y...