brother - delapan belas

1.8K 168 4
                                    

Ada yang mau beli BROTHER VERSI TAMAT?

E-book/pdf transfer 👉 30.000
Pulsa👉35.000
Minat? DM wattpad saya dulu, baru transfer
Versi cetak 👉 69.000
Minat? Ke bukalapak atau tokopedia.
Cara searchnya: Novel Brother
Covernya yang ada di mumed

"Cewek! Cemberut aja nih, yee."

Prilly mendelik kesal saat Digo mencolek-colek dagunya dengan kurang ajar. Saat ini, mereka sedang duduk di salah satu meja kantin dengan Prilly yang beraut wajah cemberut. Prilly bete karena tadi pagi Ali mengabaikannya. Ia kesal karena kakak laki-lakinya itu malah mengabaikannya. Dan Prilly sedih karna Ali lebih memilih pergi ke sekolah bersama Dinda daripada Prilly.

Prilly juga bingung. Sejak kapan kakaknya bisa marah pada Prilly? Padahal, sedari dulu, mau Prilly yang benar atau salah, kakaknya adalah orang yang selalu meminta maaf, bukannya balik ingin mendapat ucapan maaf.

Tapi tunggu. Memangnya, salah Prilly apa?

"Aw!" Prilly berseru saat sebuah jitakan mengenai keningnya. Ia melotot galak pada Digo yang malah mengusap wajah Prilly dengan kasar, membuat cewek itu mendengus kasar. "Lo ngapain, sih?! Ganggu banget, deh!"

"Lo kenapa sih? Dari tadi diem mulu," Digo berujar sambil membalikan kursi yang ia duduki sehingga tangan Digo dapat dilipat di sandaran kursi tersebut.

Prilly diam. Ia hanya mendelik kesal dan menatap hal lain dengan ujung matanya. Kenapa juga Prilly harus memberi tahu Digo mengenai apa yang membuatnya kesal? Bukan suatu kewajiban, kan? Digo bukan siapa-siapa Prilly.

"Soal kemarin, ya?"

"Bukan! Tadi pagi, Bang Ali jutek banget sama gue, Go," jawab Prilly, lalu menghela napas panjang. Akhirnya, jika Prilly sudah berurusan dengan Digo, ia pasti takkan pernah bisa menunjukan egonya. Pikirannya selalu ingin berbagi dengan Digo. Seolah, lelaki itu adalah orang penting yang harus mengetahui segala sesuatu tentang Prilly.

"Jutek gimana, maksud lo?"

Prilly memajukan bibir bawahnya, menunjukan wajah cemberut disaat Digo menunjukan wajah heran. "Tadi pagi dia gamau sarapan sama gue. Terus, udah gitu, gak jailin gue lagi. Trus, trus, dia gak mau pergi ke sekolah bareng gue. Trus, trus, dia lebih milih sama kak Dinda dibanding gue. Lo tau? Gue tadi dianter bokap. Dia ngeselin, tau gak?"

Digo mengangguk pelan, seolah mengerti apa yang Prilly resahkan. "Pantesan tadi pagi dia nyuruh gue ke rumahnya."

"Hah?" tanya Prilly tidak mengerti. Ternyata, apa yang dikatakan Ali tadi pagi itu benar-benar nyata. Jika tidak diantar Papi, Prilly akan diantar Digo ke sekolah. "Dia ngomongnya gimana?"

Digo bergumam, seolah berpikir. "Kerumah gue. Sekarang," ujarnya sambil mengangguk. "Gitu, kalo gak salah."

Prilly terdiam ditempatnya. Kepalanya sedikit menunduk saat matanya menatap pada permukaan meja. Ia tak habis pikir bahwa Ali benar-benar menjauhinya. Memangnya, apa salah Prilly, sih? Mengapa Prilly harus dijauhi seperti ini oleh Ali?

Kakaknya itu ..., kenapa seperti membencinya?

Prilly menghela napas panjang, lalu menunduk dalam, membiarkan kepalanya memikirkan segala hal tentang kekurangannya. Iya, memang Prilly adalah orang yang punya banyak kekurangan. Namun, tak pernah sekalipun Ali meminta Prilly menjadi sempurna sebagai adik. Malah, Ali yang selalu menjadi kakak yang sempurna.

Prilly masih ingat. Dulu, saat ia masih SMP dan Ali sudah masuk SMA, kakaknya itu bahkan rela bolos sekolah untuk menyelamatkan Prilly yang akan dibully oleh geng perempuan di sekolahnya.

Prilly memang korban bullyan. Sedari dulu, ia memang anak yang arogan dan memandang rendah semua orang, sehingga tak ada satupun yang ingin menjadi temannya.

Lalu Ali datang, sebagai kakak sekaligus sahabat yang akan selalu melindungi Prilly.

Prilly sangat ingat saat dimana kakaknya bahkan berani menjedotkan kepala seorang perempuan ke lantai, dan menginjak kepala itu sampai sang pemilik kepala meminta ampun berkali-kali. Dan itu hanya disebabkan karena Prilly sudah mendapat jambakan dari perempuan yang membulinya itu.

Ali tak pernah berbuat kasar selain untuk melindungi Prilly. Saat insiden itu, Ali dibentak habis-habisan oleh Papi. Dan yang Ali katakan hanya, "Ali gak salah. Ali bahkan rela jadi pembunuh demi ngelindungin adik perempuan Ali satu-satunya."

Dan perkataan itu sukses membuat hening ruang tamu keluarga.

Dan kata yang Ali lontarkan selanjutnya adalah, "Siapapun itu, termasuk Papi sama Mami, kalo punya niat jahat sama adek Ali, Ali gak akan segan-segan buat ngelawan." kemudian kakaknya berlalu dengan perkataan yang akan terus diingat oleh Prilly.

Helaan napas dari Prilly terpotong saat tangan Digo sudah ada dibelakang telinga cewek itu. Prilly memandang Digo heran, sedangkan Digo hanya mengangkat sebelah alisnya seolah berkata diam-dan-saksikan. Lalu Digo menarik tangannya kembali dan membentuk sebuah kepalan. Dagu cowok itu lalu mengedik, menunjuk pada kepalan tangan itu.

Prilly menaikan alisnya dan menatap kepalan tangan tersebut. Kepalan tangan itu lalu terbuka, menunjukan sebuah uang 1000 koin yang tergeletak ditelapak tangan Digo.

Prilly diam memperhatikan saat Digo kembali membuat tangan kanannya menjadi kepalan.

Tangan kiri Digo kemudian melayang diatas kepalan tangan kanan Digo. Berputar diatasnya saat mulut Digo bergumam, "Bimsalabim."
Prilly mengerutkan alis.

Digo lalu berhenti memainkan tangan kirinya. Kepalan tangan itu terbuka kembali, dan Prilly sukses dibuat melotot saat tak menemukan apapun ditelapak tangan Digo. Ia menarik napas kaget saat matanya membulat menatap Digo. "Kok bisa, sih?!" pekiknya heran.

Digo hanya terkekeh geli. "Gampang," jawabnya, lalu menjentikan jarinya.

Dan lagi-lagi Prilly dibuat kaget saat koin itu sudah ada ditelapak tangan Digo. Cowok itu lalu memberikan koinnya pada Prilly yang malah menatap takjub pada koin tersebut.

Jitakan dikeningnya membuat Prilly meringis dan menatap Digo tajam.

Namun Digo kembali mengedikan dagunya pada kepalan tangan cowok itu yang kini sudah berada tepat didepan wajah Prilly.

Prilly mengerutkan alis.

Digo menaikan sebelah alisnya sambil tersenyum miring. "Gunting, kertas, batu!" serunya sambil menggerakan kepalan tangannya bersamaan dengan Prilly yang mengikuti gerakan kepalan tangan yang digoyang keatas dan kebawah.

Akhirnya, permainan tersebut dimenangkan oleh Digo yang menunjukan telapak tangannya, dan Prilly yang kalah dengan tangan yang membentuk kepalan. Sadar akan kebodohannya, Prilly mengerutkan alis. "Wait, wait, wait, ini buat apa?"

Digo hanya menyeringai lalu memberikan buku kecil berjudul CARA-CARA SULAP ke hadapan Prilly. "Lo harus bisa ngelakuin sulap yang gue liatin tadi."

Prilly mengerutkan alis karena tidak terima. "Gak! Gue gamau! Ngapain? Buang-buang waktu gue aja."

Digo mengangguk, seolah mengerti akan sesuatu. "Oke. Kalo gitu, lo harus traktir gue."

"Hah?" tanya Prilly dengan mata melotot kaget. "Ogah! Ngapain banget."

"Kalo gitu, belajar sulap!"

"Kagak!"

"Belajar, gak?"

"Ogah, ih!"

"Traktir gue kalo gitu."

"Apaan sih? Lo terlalu miskin ya sampe minta traktir ke gue?"

"Lo kan tadi kalah suit."

"Tetep gak mau, monyet!"

"Belajar!"

"Kagak!!!!"

Dan perdebatan itu berlanjut ke hal-hal lainnya. Seperti menjitak dan saling melempar makanan.
Entah sadar atau tidak, karena ulah Digo, Prilly dapat tertawa dan melupakan kakak laki-lakinya sejenak.

instagram ⬇️
first: nrshfm.ratu.s
second: hihi.shif

Brother✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang