brother - dua puluh tujuh

2.1K 118 3
                                    

Hari ini adalah hari dengan senyuman lebar Prilly dari pagi sampai sore ini. Memang, tidak ada yang spesial hari ini. Namun, semuanya seolah berjalan lancar. Dimulai dari sekolah yang pulang lebih cepat, lalu kegiatan Digo yang kosong dan dapat mengantar Prilly kemana pun untuk mengantarnya menyiapkan segala yang di butuhkan Prilly untuk ulangtahun Ali.

Ya, ini adalah hari ulangtahun Ali. Rumah mereka sudah di dekorasi sedemikian rupa dengan hiasan-hiasan yang menempel di tembok. Anak-anak OSIS dan sahabat Ali lainnya sudah berada di rumah mereka, membantu Prilly melancarkan suprise untuk Ali.

"Gila, rumah lo rame banget sekarang. Gue gak nyangka kalo sabahat-sahabatnya Kak Ali sebanyak ini," Digo membuka suara, lalu berdecak kagum melihat banyaknya orang yang meramaikan suasana rumah. Cowok itu lalu mendudukan bokongnya di kursi sebelah Prilly. Mereka kini sedang berada diruang makan. Prilly menjaga kue ulangtahun yang tergeletak di meja, sedangkan yang lain sibuk menata rumah.

Memang. Teman-teman Ali sangat banyak. Ada beberapa juga yang adik kelas. Dan terlihat bukan, jika Ali dan Prilly amat sangat berbeda? Ya, jika teman-teman Ali satu sekolah, Prilly bahkan tidak punya teman di satu kelas pun. Ia hanya punya Digo sebagai temannya.

"Lo gak ngundang Kak Dinda?"

Pertanyaan itu membuat Prilly menatap malas pada Digo. "Harus, ya?"

Digo mengangkat kedua alisnya, bersamaan dengan kedua bahunya yang juga diangkat sekilas. "Yaa, lo gak harus musuhin mantan cowok lo juga."

"Dia mantan yang paling bahaya," Prilly berujar sambil besidekap dada. "Dia satu-satunya mantan yang pernah diajak kawin lari sama cowok gue."

Digo terkekeh mendengarnya. "Segitunya lo takut kehilangan cowok lo?"

Prilly mencibir. "Lo belum ngerasainnya, sih. Jadi gitu, deh. Gak ngerti."

Setelah itu hening. Digo diam, begitu pun Prilly. Mereka hanya memperhatikan orang yang saling teriak untuk mengatur bagaimana menghias rumah Prilly sedemikian rupa.

Prilly menghela napasnya. Ia menlihat arloji miliknya, dan jam sudah menunjukan pukul 6 sore pas. "Kayaknya, cowok gue shalat maghrib diluar, deh."

"Emang dia kemana?" Digo bertanya, membuat Prilly menoleh, lalu menggeleng dan mengedikan bahunya. "Loh? Emang dia gak bilang bakal kemana?"

Prilly menggeleng lagi. "Dia cuma bilang ada urusan sebentar, udah gitu pergi deh. Dia ngasih taunya bakal balik jam limaan, tapi sampe sekarang belum pulang, jelasnya, lalu mengembuskan napas gusar. Dia kemana, ya?'

"Prill, kalo ada situasi dimana lo pisah jauh dari Kak Ali, gimana?"

Prilly mengangkat sebelah alisnya. Heran dengan pertanyaan Digo. "Kenapa lo nanya gitu?"

Mereka terdiam cukup lama. Saling tatap dalam diam dengan ketidak tahuan Prilly atas tatapan sayu dari Digo. Saat cowok itu akan membuka mulutnya, suara bel berbunyi, disusul dengan ketukan dari luar.

"Prill? Kok pintunya dikunci, sih? "

Seruan itu membuat Prilly melotot. Itu adalah suara kekasihnya, Ali. Dengan sigap, Prilly langsung berdiri, diikuti kedua orangtuanya yang langsung menghampiri Prilly yang kini sedang mencoba menyalakan lilin dengan nomor 1 dan 8. Dengan gerakan pelan dan hati-hati, semua orang disana berkumpul dibelakang Prilly sambil membawa balon yang bertuliskan HBD ALIANDO.

Papi memutar kunci yang menggantung di pintu, sedangkan ketukan dari luar kembali terdengar. Setelah itu, Papi menyimpan jari telunjuknya di mulut, lalu dengan sekali sentakan membuka pintu utama keluarga besar Asgar.

"HAPPY BIRTHDAY MY-"

Seruan Prilly terhenti seketika saat melihat apa yang ada didepan matanya kini. Ia mematung disana saat melihat Ali berdiri dengan Dinda yang menggenggam erat lengan Ali, sedangkan tangan Dinda yang satunya melingkari perut Ali.

Brother✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang