brother - dua puluh empat

2.1K 163 1
                                    

Ada yang mau beli BROTHER VERSI TAMAT?

E-book/pdf transfer 👉 30.000
Pulsa👉35.000
Minat? DM wattpad saya dulu, baru transfer
Versi cetak 👉 69.000
Minat? Ke bukalapak atau tokopedia.
Cara searchnya: Novel Brother
Covernya yang ada di mumed

"Jadi, tanda merah di leher kamu itu apa?"

Suara dari Papinya membuat pergerakan menggigit roti yang merupakan aktifitas Prilly terhenti. Dengan mulut yang masih menjepit ujung roti, matanya melirik pada Ali yang juga terdiam.

Prilly menelan ludah dengan susah payah. Tatapannya kembali pada Papi, bersamaan dengan mulutnya yang melepaskan roti.

Prilly dapat melihat dari ujung matanya pergerakan Ali yang menyimpan roti diatas piring.

"Ali sama Prilly pacaran."

Dan satu pernyataan dari Ali membuat Prilly hanya terdiam ditempatnya dengan mata yang melotot gugup. Kepalanya lalu menoleh pada Ali dengan sorot yang mengatakan lo-gila.

Ali hanya membalas tatapan Prilly dengan menghela napas lalu kembali memakan rotinya dengan tenang.

"Oh, akhirnya kalian jadi juga."

Kepala Prilly kembali menoleh cepat. Kali ini, pada Papinya yang hanya memakan sarapannya dengan tenang. Oh, Prilly tidak mengerti lagi dengan ini. Bagaimana bisa Papinya setenang itu ketika mendapati bekas ciuman di leher Prilly?

"Asal gak kebablasan sih, gapapa. Papi juga dulunya bukan anak baik-baik."

Dan jawaban itu membuat Prilly tersedak ludahnya sendiri. Matanya melotot menatap sang Ayah. Tidak percaya jika jawabannya amat sangat tidak diharapkan. Ah, jangan heran jika Prilly tidak kaget jika Papinya bisa membaca pikirannya. Ia dan Ali membicarakannya kemarin.

"Tenang aja," ujar Papi sambil menyendok nasi goreng di piring. "Sifat posesif Ali bukan dateng dari Papi, tapi dari Mami. Kalo pengen responnya yang amazing, ya bilang Mami aja kalo kamu abis dikasih kiss mark sama Ali."

Saat ini, seperti yang sudah digambarkan, mereka sedang berada dimeja makan. Mereka sedang sarapan, sedangkan sang Mami tengah menyiapkan kopi untuk Papi.

"Gausah bilang. Tar kalian yang kena," ujar Papi sambil tersenyum miring ke arah Prilly, dan dibalas dengan pelototan cewek itu. "Kenapa? Papi salah mulu kalo ngomong sama kamu."

Prilly hanya berdecih dan mulai memakan roti berselai blueberry miliknya. "Gak akan Prilly ladenin omongan Papi. Kalo tar diladeni malah jadi debat. Udah debat, tar keceplosan dan ketauan sama Mami."

Papi terkekeh. Gitu dong. "Tar lagi, kalo orangtua ngasih tau ya jangan diladeni. Gak sopan, itu."

Prilly kembali berdecih. "Apapun yang Papi kasih tau ke Prilly selalu gak penting."

"Tapi kali ini penting," timbal Papinya. Tangannya menggoyang pelan sendok yang tadi digunakan untuk menyendok nasi goreng. "Seriusan, jangan kasih tau Mami."

Prilly hanya mencibir pelan.

Papi kembali terkekeh. "Yaudah sih, yah. Daripada ngeliat kakak kamu galau mulu. Lagian, Papi setuju kok walaupun kamu agak psikopat."

Prilly melotot kearah Papinya, membuat pria dewasa itu tertawa lepas.

"Apanya yang setuju?"

Pertanyaan itu membuat keadaaan menjadi hening seketika. Ketiga orang disana sontak menoleh ke arah samping dimana disana ada wanita paruh baya yang tengah membawa sebuah cangkir ditangannya.

Brother✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang