Part 6

44 2 0
                                    

[]

Ane mengerutkan keningnya saat Mousa malah memberhentikan motornya pada suatu bukit yang hijau dan penuh bunga tulip berbagai warna. Gadis itu turun saat Mousa menyuruhnya dengan nada dingin. Dengan pemikiran yang penuh sifat negatif. Sedangkan sifat positifnya mungkin hanya berkisar 5 %  dari 100 % yang tersedia. Gadis itu mengikuti Mousa yang berjalan menaiki bukit—yang baru pertama kali ia datangi—lalu duduk di samping cowok itu. Mendadak gadis itu nampak takjub, selain di depannya ada beberapa bunga tulip yang tumbuh. Di balik bukit ini ada hamparan bunga matahari yang bergerak mengikuti arah matahari. Gadis itu tersenyum lebar sambil merebahkan tubuhnya di atas rumput yang tumbuh subur dan juga hijau bersih.

“Jadi, ngapain lo ke  makam?” tanya Ane cepat sambil bangkit dari rebahannya. Ia sudah sangat amat penasaran dengan apa yang Mousa lakukan di makam tadi.

Mousa yang tadinya datar lantas membulatkan matanya lalu mendengus keras dan berkata sinis. “Untuk apa lo tau?”

“Karena gue temen sekelas lo,” jawab Ane dengan nada santai.

Mousa memandang gadis itu tajam lalu beranjak dari duduknya untuk berdiri tegak. Cowok itu menjulurkan tangannya untuk membantu Ane berdiri. Saat gadis itu sudah berdiri, Mousa menarik lengan Ane dengan cengkramannya yang lumayan kencang membuat gadis itu meringis sakit. Ane berkata lirih saat cengkraman tangan itu sudah terlepas. “Sakit Mou.”

“Berhenti panggil gue Mou...” Cowok itu memandang Ane tajam lalu memberikan helm pada Ane dengan kasar. Saat Ane sudah memakai helmnya, cowok itu kembali bersuara. “... dan berhenti cari tau tentang gue.”

Ane seperti diserang petir lantas mengangguk samar lalu naik ke atas jok motor dan berpegangan pada pinggiran jok. Saat sudah sampai di parkiran apartemen, gadis itu segera turun dari motor Mousa dengan helm masih melekat di kepalanya. Karena malas dan tidak ingin melihat wajah cowok itu, Ane memilih untuk segera berjalan memasuki gedung apartemen dengan helm yang menutupi kepalanya. Karena juga, dia tidak ingin ada orang yang melihatnya menangis. Apalagi cowok batu bernama Muhammad Mousa Erdegar.

Ini kedua kalinya dalam tahun ini Ane menangis. Yang pertama karena perceraian orang tuanya. Dan yang kedua karena perkataan dingin dari cowok yang bernama Mousa.

Lagipula, apa salahnya jika bertanya. Toh, Mousa tinggal menjawab bahwa dia sedang mendatangi makam nenek atau kakeknya. Ini malah dimarahi, emang salah jika penasaran?

Hih, ini pertama kalinya Ane membenci cowok itu. Sekalipun Mousa sering mengganggunya dari kelas 10 dengan menyumpal mulutnya dengan gumpalan kertas jika sedang bernyanyi. Tetap, ini pertama kalinya.

Mulai saat ini, Ane tidak mau lagi-lagi untuk mencari tau tentang sesuatu hal yang dilakukan teman sekelasnya. Termasuk Mousa.

Bahkan mungkin, mulai besok gadis itu akan berjaga jarak dengan cowok itu.

⚫⚫⚫

Sudah dua hari gadis itu tidak bertukar pandang atau saling berkata datar. Lalu hari ini, ada pelajaran Bahasa Indonesia di pelajaran terakhir membuat Ane tiba-tiba keringat dingin. Bukan karena gugup, tapi karena takut jika Mousa malah cabut saat ingin tampil. Tunggu, kenapa pikiran Ane jadi aneh seperti ini? Sekalipun Mousa adalah murid malas, cowok itu tidak pernah lari dari tugas kelompok. Walau tak jarang hanya numpang nama saat sedang mengerjakan tugas tersebut.

Saat kelompoknya dipanggil karena memang mereka diurutan pertama, Ane dan kelima anggotanya berdiri di hadapan para teman sekelasnya lalu memperkenalkan diri sambil menyebutkan nama tokoh yang mereka perankan. Saat mendengar bahwa Ane berperan sebagai bawang putih sedangkan Mousa sebagai pangerannya. Terdengar suara ricuh yang lebih banyak menggoda ke arah mereka. Ane mendelik jengkel lalu melirik cowok yang berdiri di sampingnya sedikit. Ia kaget saat ternyata cowok itu juga meliriknya. Dengan cepat, Ane langsung membuang pandangan ke arah lain. Karena dari kemarin selalu begitu.

Kepo-persTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang