Part 7

37 4 0
                                    

[]

Ane masih tidak mengerti dengan kejadian tadi di kelas dan karena ia terlalu memikirkan itu,  gadis itu jadi pusing sendiri. Latihan di hari Kamis ini terasa lebih buruk dari kemarin. Kak Adnan, selaku pelatih mereka yang memang sedang ingin mengawas para juniornya itu. Langsung memberhentikan latihan mereka secara sepihak, cowok jangkung itu menunjuk Ane yang memang sedari tadi tidak fokus. “Lo kenapa sih, Ne? Ada masalah?” tanya kak Adnan lelah.

Ane memandang seniornya itu sebentar sebelum memilih untuk menunduk takut. “Ma-maaf Kak, s-saya kayaknya lagi kurang enak badan,” jawab gadis itu bohong.

Terdengar helaan nafas kesal oleh kak Adnan sebelum menepuk atas kepala Ane pelan. “Pulang gih, latihannya dilanjut besok,” suruh seniornya itu. Ane langsung mengangguk pelan lalu membereskan barang-barang yang berserakan dari dalam tasnya untuk dimasukkan kembali. Gadis itu berpamitan pada anggota bandnya sekaligus kak Adnan sebelum keluar dari ruang musik. Dan saat gadis itu menoleh ke samping, tepat di mana tangga menuju roof top berada. Pandangannya beradu dengan pandangan Mousa yang sepertinya baru turun dari atap sekolah tersebut.

Dengan cepat, gadis itu berbalik badan lalu berjalan menuju tangga kelas 11. Dan tanpa Ane sadari, Mousa sudah berada di sampingnya lalu menghalangi jalan Ane saat gadis itu baru ingin menuruni tangga. Ane menghela nafas lelah lalu berbalik menuju tangga kelas 12  dan lagi-lagi Mousa menghalanginya. Dengan terpaksa, gadis itu menatap Mousa jengkel. “Apa sih?! Mau lo apa?! Kemarin lo ngomelin gue, sekarang lo malah ngehalangin jalan gue!” Ane berteriak sambil menunjuk wajah cowok datar di hadapannya. “Lo aneh tau nggak! Dasar batu bego!” tambah Ane disusul tangisnya yang pecah. Ini benar-benar awkward banget untuknya.

Setelah melihat gadis itu menunduk dengan bahu yang gemetar karena menangis. Cowok itu mengangkat wajah Ane dengan telunjuknya, membuat pandangan mereka bertemu. Mousa tersenyum tipis sambil jempolnya bergerak menghapus jejak air mata gadis itu. Saat tangisan Ane mulai reda, cowok itu berujar lembut. “Gue minta maaf soal waktu itu.”

Ane memandang cowok di hadapannya malas. “Apa sih?! Maaf-maaf, buat apa?! Apa itu penting buat gue?!” tanya gadis itu dengan nada sewot.

Mousa mengedikkan bahu acuh. “Au.” Cowok itu segera mencengkram pergelangan tangan Ane menuju parkiran. Sedangkan gadis itu hanya bisa pasrah oleh tingkah aneh Mousa.

Saat sudah sampai di samping motor cowok itu, Ane menerima helm yang diberikan Mousa lalu memakainya. Gadis itu dengan terpaksa menaiki motor ninja hitam itu dan berpegangan pada pinggiran jok. Karena dia masih tidak sudi untuk berpegangan pada bahu Mousa.

Ane bingung karena Mousa mengajaknya ke makam dekat sekolah lalu menggenggam tangan gadis itu lembut dan menariknya perlahan menuju dua makam. Padahal, Ane pikir hanya satu yang cowok itu kunjungi. Ane diam saat Mousa mulai berbicara pada kedua makam yang saling bersebelahan tersebut. “Assalamualaikum Ma, Pa, aku bawa temen nih. Gak apa-apa, ‘kan?”

Seperti tersengat listrik, gadis itu membulatkan matanya. Ane memandang Mousa yang berdiri di sampingnya lalu semakin membulatkan matanya. Ini pertama kalinya Ane melihat Mousa menangis. Karena merasa bersalah atas pertanyaan bodohnya tentang makam yang cowok itu datangi, gadis itu memeluk Mousa dari belakang karena ia tidak tega melihat wajah terpuruk milik Mousa. Gadis itu berkata pelan. “Maaf yah, karena gue udah kepo.”

Mousa melepaskan tangan yang melingkar di perutnya lalu berbalik menatap gadis itu. Dengan cepat, Mousa berbungkuk untuk memeluk gadis yang setinggi bahunya agar cowok itu bisa meletakkan kepalanya di bahu gadis itu. Mousa mempererat pelukannya saat Ane membalas pelukannya. Mereka saling diam dengan posisi seperti ini.

Dan tanpa sadar, sesuatu yang mereka jaga, berubah derastis. Seperti bumi yang selalu berotasi untuk berganti malam menjadi siang, berganti musim, dan juga waktu. Juga sama dengan hati manusia yang terus berputar dan berganti suasana dari suka jadi duka, sedih jadi senang, bingung jadi paham, sepi jadi ramai, dan benci jadi cinta.

Kepo-persTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang