Part 22

46 2 0
                                    

[]

Bagi Ane, hari ini adalah hari yang sedikit membosankan. Lagian, Ane pikir hari ini Mousa akan bersikap layaknya cowok yang mengajak gadisnya kencan. Lah, kenapa malah seperti Ane yang mengajak Mousa kencan. Padahal di sini Ane adalah seorang gadis, sedangkan Mousa tentu laki-laki. Tetapi, Mousa malah bersikap layaknya gadis atau lebih ke hewan peliharaan yang diajak kemana saja ayuk. Gini loh maksudnya, setelah menonton civil war, Ane dan Mousa keluar dari teater tanpa genggaman tangan. Malah mereka lebih terlihat seperti sepasang kekasih remaja SD yang belum tau seperti apa itu pacaran. Ya walaupun memang Ane dan Mousa tidak berpacaran, tetapi setidaknya Mousa bersikap sedikit manis pada Ane.

Macam Iyan yang selalu bersikap manis juga romantis pada Ane.
Mereka pun keluar dari gedung metropol lalu terdiam, saling memandang ke arah depan tanpa membuka suara sedikitpun. Hingga akhirnya—karena Ane juga bosan untuk diam—gadis itu membuka percakapan. “Mau ke mana lagi, nih?” tanya Ane dengan ekor mata melirik Mousa yang berwajah datar, masih saja melihat ke arah pangkalan bajaj. Menyebalkan. Gerutu Ane dalam hati.
Ane bisa melihat Mousa mengedikkan bahu acuh tanpa berniat menjawab, membuat Ane kesal sendiri.

Akhirnya, dengan kesabaran tinggal 23 persen, gadis itu membuka suara lagi. “Ke Mc Donald aja yuk! Laper nih,” Ane memegang perutnya dengan wajah memelas, berharap kali ini Mousa membuka suara.

Dan benar, cowok itu memang membuka suara namun kalimat yang ia lontarkan membuat Ane ingin sekali memukul cowok itu pakai cangkul. “Makan lagi? Emang, ngabisin dua buah popcorn tadi, lo belum kenyang apa?” dengan nada bicaranya seakan Ane itu gadis gemuk, cowok itu bertanya.

Ane cemberut. “Iya, kenapa emang?”
Mousa mengedikkan bahu—lagi—lalu berjalan ke depan meninggalkan Ane yang mencak-mencak sendiri layaknya anak SD ngambek gegara tidak dibelikan sebungkus permen kapas. Sedikit kekanakkan memang, tetapi, siapa sih yang tidak kesal jika permintaannya dicuekkin seperti itu. Memangnya Mousa tidak bisa sedikit... saja, bersikap baik pada Ane. Atau setidaknya tidak berbicara irit saat bersamanya.

“Heh!” Ane mengerjap, memandang Mousa bingung. Cowok itu tersenyum kecil—nyaris tidak terlihat jika Ane tidak memicingkan matanya. “Ayuk, katanya mau makan,” Ane membelalakkan matanya lalu tersenyum lebar dan mengangguk semangat. Gadis itu berlari kecil untuk menghampiri Mousa dan berjalan di sampingnya.

Tetapi, Ane pikir ia akan dapat teraktir makanan oleh Mousa karena dari drama Korea yang ia tonton, seorang gadis yang diajak kencan oleh cowoknya akan dapat makanan gratis layaknya dapat tiket nonton  dan popcorn gratis dari sang cowok. Ini bukan karena Ane seorang gadis pecinta uang, tetapi karena memang dari drama yang ia tonton selalu begitu. Dan.. semua yang Ane pikir akan seperti drama, hidupnya malah benar-benar penuh realita zaman sekarang. Ane harus bayar sendiri semua makanan yang ia pesan—yang omong-omong, banyak. Ane mendengus karena Mousa benar-benar bersikap tidak peduli dengan apa yang Ane pesan juga cowok itu tidak mengajaknya mengoborol sama sekali. Yang ada, Ane hanya bisa mendengar suara musik yang disetel di dalam tempat makanan cepat saji tersebut, juga ditambah suara kertas terlipat yang sedang dibuka oleh Ane. Jangan lupakan suara air yang naik dari permukaan gelas melalui sedotan untuk Ane masukkan ke dalam mulut dan ia telan menuju lambung, melalui kerongkongan. Benar-benar membosankan.

Lagi-lagi, menyebalkan.

Setelah makan, Ane dan Mousa pun keluar dari rumah makan cepat saji tersebut lalu berjalan menuju halte bus. Mereka berdua tetap diam tanpa berniat untuk membuka suara, membuat Ane ingin sekali menendang perut Mousa jika bisa. Gadis itu hanya bisa memajukan bibirnya dengan pandangan lurus ke arah depan, memperhatikan kendaraan yang berlalu-lalang di jalan raya, juga beberapa orang yang berjalan kaki menuju tempat tujuan mereka.

Lima belas menit sudah mereka menunggu, bus yang mereka nanti akhirnya berhenti tepat di hadapan Ane dan juga Mousa. Keduanya masuk lalu berdiri bersisian karena kondisi bus pada sore hari itu sangat penuh dan juga sedikit sesak. Dikarenakan bau asap kendaraan, juga bau keringat beberapa penumpang. Tetapi, Ane juga Mousa tidak terlalu mempermasalahkan itu. Toh, keduanya sudah biasa akan hal seperti ini jika hidup di kota. Bus sesak, kereta sesak, jalan raya sesak, intinya semuanya penuh sesak dan juga asap polusi yang berasal dari jenis koloid aerosol padat dalam pelajaran Kimia. Yaitu; zat padat yang berada di dalam zat gas.

Kepo-persTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang