[]
2 Bulan Kemudian..
Suasana pemakaman di salah satu pemakaman elit di Jogjakarta terlihat haru dan mencekam. Seorang laki-laki remaja duduk bersimpuh di atas tanah berwarna kemerahan. Ia memeluk batu nisan dari orang yang baru saja dikuburkan beberapa menit yang lalu. Langit sedang cerahnya tanpa tanda-tanda akan turun hujan.
Di belakang cowok itu ada sosok perempuan yang sedang menangis dalam pelukan laki-laki yang wajahnya mirip dengannya. Selain itu ada tiga remaja laki-laki lain yang juga hanya bisa diam melihat teman laki-lakinya sedang terpuruk, sambil memeluk batu nisan itu.
“Mou, pulang yuk!” ajak sang gadis, Ane, yang sudah lepas dari pelukan abangnya, Aka.
Cowok itu, Mousa, bangkit berdiri dengan tangan perempuan itu melingkari lengan kirinya. Gadis itu membimbing Mousa menuju parkiran di mana kendaraan cowok itu diparkirkan. Di sana, ada 4 perempuan lain yang menunggu kedatangan keempat cowok dan satu cewek dari acara pemakaman yang berlangsung bebrapa menit yang lalu.
Mousa puas dengan hasil keputusan hakim sebulan yang lalu tentang hukuman mati untuk abang tirinya, Alvian Pasha Erdegar. Namun kenapa semuanya terasa sesak ketika ia melihat sendiri proses hukuman mati itu tadi malam.
Kenapa paru-parunya terasa terhimpit ketika tubuh abangnya menggantung dengan kepala yang tersangkut di tali yang dijadikan sebagai alat untuk memutuskan urat nadi yang terletak di leher sang narapidana. Mata Mousa memanas melihat itu dan ia langsung memilih keluar tanpa mau tau kelanjutan dari proses gantung diri tersebut. Benar-benar mengerikan juga menyesakkan untuk Mousa yang secara hukum, mereka sodara. Namun secara biologis, mereka tidak sedarah.
“Lo harus ngelepas Kak Alvin. Dia udah tenang di sana,” kata Gina pada Mousa yang datang bersama Ane yang menggandeng lengan Mousa.
Gadis itu merasa sesak melihat pemandangan dua sejoli yang masih belum terikat dalam status apapun selain pertemanan. Namun, ia harus sadar bahwa Mousa telah menemukan mataharinya. Ia hanyalah sekeping salju yang hanya bisa membekukan tubuh Mousa. Ia tidak cocok dengan es. Ia hanya cocok dengan matahari yang bisa mencairkan salju dari tubuhnya. “Kita ke rumah Nenek aja yuk! Pasti Nenek sama Kakek udah nungguin kita semua,” ucap Gina setelah lama terpaku.
Mousa mengangguk dan menggenggam tangan Ane menuju motornya yang tidak jauh dari motor Anta. Cowok itu memakai helm dan naik ke atas motor diikuti oleh Ane yang langsung meremas bahunya lembut. Ia pun mengendarai motornya keluar dari pemakaman menuju jalan raya ke arah rumah nenek dan kakeknya. Sampai di sana, cowok itu turun diikuti oleh lainnya dan masuk ke dalam di mana nenek dan kakeknya sudah menunggu. Semuanya pun langsung bergabung dalam obrolan hangat dengan makanan yang disediakan hingga Mousa mengajak Ane untuk memisahkan diri. Karena, cowok itu ingin mendengarkan pernyataan Ane tentang sesuatu.
“Mau ngomong apa emang?” tanya Mousa ketika mereka sudah duduk di kursi taman belakang. Cowok itu memandang Ane yang sedang senyam-senyum seakan gadis itu baru saja menang lotre.
“Tebak hayooo?” tanya Ane dengan alis naik-turun.
Mousa mengerutkan keningnya dalam. “Apaan Ane? Gue mana tau kalo lo gak ngasih tau,” balasnya acuh.
Ane tertawa. “Makanya ditebak dong!”
“Yaudah, lo dapet tambahan uang jajan?”
Ane menggeleng. “Bukan!”
“Dapet nilai bagus di ulangan geografi kemarin?”
“Bukan!”
“Lulus ujian nasional?”
“Apaan sih? Itu sih masih tahun depan!”
Mousa tampak berfikir keras hingga suara Ane membuatnya mematung.
“Hai cowok batu.”Mousa mematung sesaat hingga melihat Ane dengan mata melebar. Ane sedang tertawa hingga Mousa memeluknya erat seakan mereka sudah lama tidak bertemu. Padahal selama dua bulan ini mereka jadi sering bersama dan kadang, Mousa ikut tidur di samping Ane. Hanya tidur dengan posisi yang sama ketika Ane masih dirawat di rumah sakit. Namun sekarang ketika tau bahwa Ane telah mengingatnya, Mousa merasa bahwa salah satu beban di pundaknya terlah terangkat semuanya. Ia bahagia.
“Ya ampun, Ne, sumpah yah lo suka banget bikin gue penasaran!” kata Mousa ketika pelukan itu terlepas.
Ane tersenyum penuh arti dan mencubit kedua pipi Mousa gemas. “Abisan gue ‘kan mau ngehibur lo. Karena gue adalah matahari lo, makanya gue ngehibur lo dengan mendapatkan ingatan ini kembali.” Ia melepas cubitnnya lalu tertawa pelan. “Gue hebat ‘kan?” tanya Ane dengan kedua alisnya yang naik-turun.
Mousa tersenyum tipis lalu mendaratkan ciuman di kening gadis itu, singkat. “Makasih yah.”
“Hm.”
Kemudian keadaan menjadi hening. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing hingga pertanyaan Mousa membuat Ane mematung.
“Boleh gue cium lo?”Ane menunduk dalam, ia tidak tau harus membalas apa. Ia ingin namun ia juga tidak ingin. Di sini ada abangnya dan ia takut kalau abangnya mengamuk melihatnya dicium oleh cowok ini. Setelah bergulat dengan pikirannya, ia mengadah dan bergumam pelan, “Bo-leh.”
Mousa merasa lega mendengar kalimat itu. Seperti ia akhirnya mendapatkan SIM alias Surat Izin Mencium, cowok itu mendekatkan wajahnya dengan mata terpejam. Ane yang merasa harus ikut memejamkan matanya lantas ikut dalam permainan Mousa hingga bibir cowok itu sudah hampir mendekat dengan bibirnya, suara abangnya terdengar nyaring.
“APA-APAAN LO BERDUA?! HAH?!”
Namun, ciuman itu tetap berlangsung. Sangat singkat bahkan Ane tidak benar-benar merasakan apa-apa. Bibir selembut kapas itu tidak benar-benar menciumnya. Gadis itu tertawa melihat abangnya mengejar Mousa sambil membawa centong sayur. Aka tetaplah abang protektive dan sangat perhatian, dan Ane bersyukur memiliki abang seperti Akafian.
[]
a.n
Alhamdulillah selesai cuy! Selama dua bulan cerita ini menghibur kalian. Aku suka, suka, SUKA!! Makasih yang udah baca dari awal hingga akhir.
Semoga di cerita baru nanti, kalian sungkan buat baca juga yah! Hehehe. Baca juga ceritaku yang Lovend. Nggak kalah seru kok. #lah? Emang ini seru?
Oke, see ya!
Defi Fitri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kepo-pers
Teen FictionIni bukan kisah tentang seorang kpopers yang suka sama bias, stalkerin bias, lalu nangis bombay gara-gara biasnya pacaran sama istri orang. Bukan, bukan itu. Tapi ini lebih menceritakan tentang seorang kpopers yang harus terjebak dalam lingkar masal...