Part 11

40 1 0
                                    

[]

Sepulang sekolah, di hari Senin Ane harus latihan band untuk acara Festival Sekolah Wiradarma yang akan dilaksanakan tanggal 16 April mendatang. Dengan gerakan cepat, gadis itu menaiki tangga hingga sebuah tangan mencengkram lengannya. Gadis itu menoleh takut, dan ternyata yang mencengkram lengannya adalah Iyan. Mungkin ini efek membenci Mousa sampai sesuatu yang paling suka cowok itu lakukan pada Ane membuat gadis itu selalu berfikir ke arah sana.

“Kenapa?” tanya Iyan saat sudah berjalan di sampingnya. Cowok itu memang ditugaskan oleh Aka untuk menjaganya. Tipe kakak yang sangat protektif. Apalagi sejak kejadian tadi malam. Ah, tuh ‘kan, Ane mengingatnya lagi.

Gadis itu menggeleng sebagai jawaban, karena bisa ribet kalau Iyan tau bahwa Ane berfikir bahwa Iyan adalah Mousa. Bisa lain lagi ceritanya.

Mereka pun memasuki ruang musik dan menemukan ketiga anggota bandnya yang lain sudah menunggu kehadiran mereka. Theo yang sedang mencoba memukul drum sebelum latihan langsung mendongak, menatap kehadiran vokalis pertama mereka bersama gitarisnya. Cowok itu segera bersiul membuat Iyan salah tingkah sedangkan Ane memutar mata jengkel.

“Tumbenan Yan, udah ambil start lo?” tanya cowok itu terbilang bawel. Padahal, cowok itu seharusnya menjaga rahasia Iyan tentang perasaanya pada Ane. Dasar, temen kurang ajar.

Iyan hanya menanggapinya dengan senyum kecil lalu berjalan menghampiri gitarnya. Cowok itu mulai me-stem senar gitarnya agar suaranya tidak sumbang. Setelah persiapan matang. Cowok itu segera memberitahukan pada keempat anggota lain untuk memulai latihan.

Mereka latihan dari mulai jam 2 siang hingga berakhir jam setengah 5 sore. Ane yang harus sampai di apartemen tepat jam 5 sore, langsung mengambil tasnya dan menggendongnya di punggung. Gadis itu segera berpamitan pada anggota bandnya lalu keluar ruangan dan saat ia ingin menuruni tangga melalui tangga kelas 11, ia melihat Mousa berdiri dengan bersandar pada tembok. Cowok itu sedang memakai headshet yang menutupi telinganya dan tangan yang mengutak-atik iPhonenya, sama sekali tidak menyadari kehadiran Ane yang mematung. Takut jika cowok itu menyadari kehadirannya dan melakukan hal aneh lagi seperti kemarin malam, gadis itu mundur selangkah hingga dia bertabrakan dengan tubuh seseorang. Gadis itu menoleh dan menemukan Iyan yang sedang menatap ke arah Mousa datar.
“Yuk.” Iyan langsung menggenggam tangan Ane dan menarik gadis itu untuk menuruni tangga. Sempat gadis itu melirik Mousa dari ekor matanya, cowok itu memandang kepergian Ane dengan tatapannya yang datar namun terskesan kehilangan. Aneh.

Sampai di parkiran, mau tidak mau gadis itu menerima ajakan Iyan karena takut jika ia memilih menaiki bus. Yang ada Ane akan bertemu dengan Mousa.

“Kenapa tadi langsung keluar, ‘kan lo harus balik bareng gue!” Iyan berkata dengan nada keras namun Ane tau, kalau cowok itu sedang mengutarakan perasaan kecewanya.

Ane tersenyum pada kaca spion, berharap cowok itu melihat senyumnya dan benar ‘kan, Iyan melihatnya melalui kaca spion. Cowo itu tersenyum geli melihat senyum meminta maaf milik Ane.

Motor Iyan berhenti di depan pintu masuk lobi apartemen. Ane segera turun dan memberikan helm yang ia kenakan pada Iyan. Gadis itu tersenyum kecil pada cowok yang juga sedang tersenyum ke arahnya. “Makasih yah.” Ane segera berbalik, menaiki tangga yang dilapisi karpet berwarna merah marun. Gadis itu segera bersembunyi saat ia melihat papanya, Fikri, sedang duduk di sofa yang tersedia di lobi. Pria itu seperti sedang menunggunya. Ane sadar bahwa gedung apartemen ini milik keluarga papanya. Bisa saja ‘kan, papanya itu ingin menemui dirinya dan Aka untuk memarahi keduanya.

Sebuah tangan menepuk bahunya membuat gadis itu menutup wajahnya, takut jika salah satu pengawal papanya menemukan Ane sedang bersembunyi di salah satu tembok.

Kepo-persTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang