[]
Hari Senin mungkin adalah hari paling menyebalkan bagi para murid SMA. Selain harus mengikuti upacara bendera setiap Seninnya, ditambah selesai upacara ada pelajaran Matematika. Itu benar-benar hari yang menyebalkan.
Seperti Ane, setelah tadi ia harus berpanas-panasan di bawah sinar matahari pagi, sekarang harus pasrah memperhatikan pak Zikri yang sedang menerangkan diagram statistika di papan tulis. Guru dengan kepala tanpa rambut itu terlihat sangat tegas dalam mengajar sekaligus memperhatikan murid-muridnya. Ane masih sangat ingat saat ia baru pertama kali kelas 11 dan pada saat itu, pak Zikri sedang menerangkan hingga guru itu menyadari ada satu muridnya yang tertidur dengan earphone terpasang di telinga. Guru itu terlihat marah.
Pak Zikri dengan tampang menakutkannya membangunkan siswa tersebut menggunakan penggaris kayu yang selalu ia bawa dengan menggebrak mejanya. Siswa tersebut alias Mousa langsung terbangun dan memandang guru itu datar. Padahal, pak Zikri sudah menatapnya sedingin mungkin membuat Ane beserta Dii yang duduk di dekat guru itu berdiri langsung menunduk takut. Sedangkan Mousa? Ah cowok itu terlihat sangat amat santai, bahkan lebih pantas dibilang tidak peduli dengan keadaan sekitar.
Ane masih ingat saat pak Zikri membentak cowok itu dengan nada kerasnya membuat seluruh siswa di kelas yang awalnya sedang berbisik ria langsung terdiam. Mousa yang menjadi inceran dari omelan kerasnya itu hanya terkekeh pelan lalu keluar kelas dengan membawa handphone beserta earphonenya setelah pak Zikri menyuruhnya keluar kelas. Hih, cowok ganteng mah bebas.
“Ane? Kamu bisa mengerjakan soal ini?” tanya pak Zikri dengan nada mengintimidasi membuat Ane yang tadinya sedang terlelap dalam lamunan langsung tersadar. Gadis itu menatap guru itu bingung lalu menepuk jidatnya. Bodoh.
“Akafiane,” panggil pak Zikri dengan mata tajamnya membuat Ane menahan nafas. Gadis itu benar-benar takut sekarang.
Dengan seluruh rasa keberanian ditambah pengetahuannya dalam dunia statistika terutama diagram. Gadis itu maju ke kelas lalu mulai menulis rumus terlebih dahulu dan mengerjakan soal tersebut dengan mudahnya. Untung saja soal ini pernah dibahas waktu kelas 10. Jika tidak, mungkin Ane sudah terdampar di bawah terik matahari untuk kedua kalinya di hari Senin. Selesai menulis jawaban, gadis itu mundur selangkah lalu memandang pak Zikri takut. Ane bisa melihat guru itu tersenyum tipis dan menyuruh Ane untuk duduk kembali.
Ane menghembuskan nafas lega saat sudah duduk di bangkunya. Gadis itu menoleh ke samping dan menemukan gumpalan kertas yang disodorkan oleh Mousa. Dengan cepat, gadis itu mengambilnya lalu membuka gumpalan kertas tersebut.
Ngelamunin apa sih? Sampe diomelin gitu. Ngelamunin gue yah?
Ane menggeleng tidak mengerti lalu mulai menulis balasan di kertas tersebut dan mengembalikannya kembali pada Mousa dengan hati-hati, karena ia tidak mau ketahuan oleh pak Zikri lagi dengan alasan yang berbeda. Lagipula, Ane masih tidak menyangka jika dia dan Mousa telah berbaikan kembali.
Kini, mereka kembali menjadi teman. Bahkan, tadi pagi ia berangkat bersama dengan Mousa walau harus datang sangat pagi agar tidak bertemu dengan Iyan. Rasanya, aneh jika Ane berkata bahwa dulu ia merindukan hal-hal seperti ini kembali lagi. Ia yang mendengarkan musik sambil bernyanyi dengan suara cempreng di kelas lalu Mousa yang mengomeli suaranya yang absurd dengan menyumpalkan gumpalan kertas ke dalam mulutnya. Karena, hal seperti itu telah kembali tadi pagi. Walau, omelan Mousa malah terdengar seperti ledekan seorang teman kepada temannya. Bukan seorang musuh kepada musuhnya.
Karena, semua hal dapat berubah tanpa kita sadari.
***
“Ceritanya, lo udah baikan nih?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Kepo-pers
Teen FictionIni bukan kisah tentang seorang kpopers yang suka sama bias, stalkerin bias, lalu nangis bombay gara-gara biasnya pacaran sama istri orang. Bukan, bukan itu. Tapi ini lebih menceritakan tentang seorang kpopers yang harus terjebak dalam lingkar masal...