Part 29

57 1 0
                                    

[]

Di ruangan itu hanya ada Ane sendirian. Kakak kembarnya, Aka, sedang pergi ke kantin untuk membeli makanan. Sedangkan neneknya sedang istirahat di apartemen yang dipesankan oleh ayah Ane. Kemarin, saat Ane selesai bertengkar dengan Dii, ia dan ketiga gadis yang baru ia kenali itu memilih untuk memulai persahabatan mereka dan melupakan hal yang sudah lalu. Karena meski nanti saat Ane sudah kembali bersekolah dan mereka beda sekolah, Ane akan tetap bersahabat dengan ketiga gadis aneh itu. Dan mereka ternyata se-tipe, sama-sama penyuka Kpop.

Hah, rasanya menyenangkan jika Ane mengingat semuanya.

Tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka membuat Ane menoleh ke arah pintu dan melihat seorang cowok berwajah datar memasuki ruangan rawatnya. Cowok itu berjalan ke arah Ane yang memandangnya bingung dan langsung memilih tidur di sisi ranjang yang kosong, mencari celah untuk melingkarkan tangannya di tubuh Ane dari samping dan menarik gadis itu ke dalam pelukan. Kedua kakinya menahan kedua kaki Ane dan wajah gadis itu di sembunyikan ke dada bidangnya yang dilapisi kaos abu-abu. Ane bias mendengar detak jantungnya yang seirama dengan miliknya. Bahkan pelukan cowok itu terasa hangat.

“K-kamu kenapa?” Tanya Ane sedikit gugup karena cowok itu hanya diam, sambil mengeratkan pelukannya dan sesekali mecium puncak kepala Ane. Menghirupnya dalam seakan mencari kehidupan di sana. “H-hei?” Tanya Ane makin gugup.

Cowok itu, Mousa, menggumam di samping telinga Ane. “Gue capek. Tapi capeknya udah ilang pas ketemu terus meluk lo.”

Tiba-tiba pipinya memanas ketika sebuah sapuan lembut terasa di pipinya. Cowok itu mencium pipinya dan menyembunyikan wajahnya di antara lekukan leher gadis itu. “Cepet inget gue yah. Gue lagi beku, dan lo adalah matahari yang cairin kebekuan hati gue, Ne,” ucapnya di samping telinga Ane.

Gadis itu merasa geli ketika cowok itu berbicara dengan nafasnya menyapu lekukan leher gadis itu. Terasa hangat dan nyaman untuknya. Ia merasa déjà vu namun ia sama sekali tidak tau apa maksud dari semua ini. “Hm,” balasnya setelah lama terdiam.

Lalu keduanya kembali diam. Cowok itu tetap menyembunyikan wajahnya di lekukan leher Ane, sesekali menciumnya lalu menghirupnya dalam, membuat sengatan listrik menyerang tubuh Ane ketika bibir cowok itu menyentuh kulit lehernya.
“H-hei, udah dong, nanti ketahuan abang aku lho..” kata Ane pada cowok yang masih membenamkan wajahnya di lekukan leher Ane. Menghirupnya dalam.

“Hm,” balas Mousa lalu melepaskan Ane dari pelukannya. Cowok itu kemudian duduk di kursi ranjang sambil memandangi wajah Ane dari dekat. Ia tersenyum tipis, saking tipisnya Ane sama sekali tidak melihat jelas senyuman itu. “Lo cantik yah kalo dari deket kayak gini,” katanya santai. Tidak memperdulikan efek dari kalimat sederhana namun penuh makna itu bagi Ane.

“Hei!” ujar Ane kesal sambil memukul bahu Mousa kesal. Ane tersenyum lalu keadaan kembali hening.

Ane sudah bangkit dari tidurnya dan bersandar pada dinding rumah sakit. Ia memainkan jemari tangannya, gugup, karena dipandang sedemikian intens oleh cowok yang menopang dagunya dan mata elang itu menatapnya dengan pandangan memuja. Ia sama sekali bingung harus merespon seperti apa.

Tiba-tiba tangan cowok itu menelusupkan jari-jarinya di sela-sela jari Ane, dan menggenggamnya erat. Mendaratkan ciuman di tangan gadis itu lembut, kemudian kembali di letakkan di atas kedua kaki gadis itu. Cowok itu tersenyum pada Ane yang wajahnya sudah semerah tomat. “Lo udah tau nama gue?”

Ane mengerjapkan matanya kemudian menggeleng. “B-belum,” jawabnya.

Mousa tiba-tiba mendekat dan berbisik pada Ane. “Nama gue, Mou-sa,” katanya lalu mendekat dan mendaratkan bibirnya di bibir Ane lembut, hingga sebuah teriakan dari arah pintu membuat ciuman itu tetap terjadi. Hanya menempel.

Kepo-persTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang