[]
Mungkin hari Jum’at adalah hari yang paling ditunggu oleh para pelajar. Selain bisa pulang lebih awal, hari itu menjadi awal dari liburan yang akan berlangsung dari hari Sabtu sampai Minggu. Ah, menyenangkannya hari Jum’at.
Setelah pelajaran Sosiologi yang cukup membosankan, akhirnya Ane bisa terbebas dari pelajaran tersebut. Gadis itu segera memasuki alat tulis beserta bukunya ke dalam tas lalu berjalan keluar kelas karena Iyan telah menunggunya di ambang pintu. Cowok itu melambai pada Ane saat gadis itu sudah hampir mendekatinya. Ane tersenyum, “Hai, yuk langsung ke kantin,” ucap Ane lalu menarik tangan Iyan menuju ke kantin.
Hanya hari ini Ane makan di kantin bersama Iyan. Ini juga karena Dii berhalangan hadir dan Ami sudah bersama kekasihnya. Lalu Aca? Gadis itu sedang banyak tugas. Itu yang dikatakan oleh Iyan saat mereka sedang berjalan menuju kantin. Ane sedikit heran pada Iyan. Kenapa cowok itu terlihat santai di saat sahabat Ane, Aca, harus berkutat dengan rumus Fisika. Ah, Ane lupa jika cowok ini juga termasuk tipikal cowok pintar. Pintar nyontek maksudnya.
“Ne,” panggil Iyan saat ia baru saja selesai membeli makanan pesanannya. Cowok itu meletakkan nakas di atas meja dan duduk berhadapan dengan Ane.
Ane yang sedang sibuk mengetik pesan untuk Dii yang memang lagi sakit. Langsung mengadah ke arah Iyan yang tengah tersenyum. “Apa Yan?” tanya gadis itu lalu menaruh handphonenya di saku baju.
Iyan mengusap tengkuknya, ini benar-benar absurd menurutnya. Setelah apa yang ia katakan 3 hari lalu, masa dia baru meluruskannya sekarang. Mungkin saja Ane sudah lupa dengan apa yang ia katakan 3 hari lalu.
Setelah berkutat dengan pikirannya, akhirnya Iyan membuka suara. “U-untuk kalimat 3 hari yang lalu, gue bercanda.”
Ane mengerutkan dahi, berfikir. “Yang mana?” tanya gadis itu bingung. Soalnya, Ane benar-benar lupa dengan apa yang mereka bicarakan perihal 3 hari yang lalu. Yang ia ingat hanyalah dia dan ketiga sahabatnya secara tidak langsung mengusir Iyan yang baru saja datang. Lalu pulangnya ia pergi ke suatu pasar malam bersama Iyan dan di sana Iyan berkata bahwa dia lebih suka Ane menjadi adiknya. Ah iya! Adik! Jadi... itu cuma bercanda? Entah kenapa Ane ingin tertawa sekarang.
“Ne, oi Ane!” seru Iyan saat mendapati Ane yang malah senyam-senyum sendiri. Bahkan Iyan hampir panik jikalau Ane menjadi seperti itu karena ulah penghuni kantin sekolahnya. Hih, Iyan bergidik jika hal itu benar-benar menimpa gadisnya.
Ane mengerjap setelah mendapat guncangan di bahunya. Gadis itu menatap Iyan sambil terkekeh pelan. “Lo lucu tau, Yan,” ucap Ane.
Iyan menaikkan sebelah alisnya sambil bertanya, “Lucu dari mananya?”
“Itu... soal kalimat lo waktu itu, lo bilang itu cuman bercanda. Haduh, Yan, gue juga tau kali. Lagian, mana mungkin lo cuman anggep gue adik sementara hati lo udah suka sama gue,” jelas Ane masih dengan kekehan gelinya.
Iyan tersenyum miris, mengingat hati Ane bukan untuknya. “Terus, hati lo gimana?”
Ane diam, tidak tau harus berbuat apa. Entah kenapa pertanyaan Iyan seakan memojokkannya. Seakan gadis itu yang bersalah tapi memang benar apa adanya. Ane telah bersalah mengatakan hal itu.
“Heh, makan elah! Gak usah dipikirin,” ujar Iyan mencoba membuat Ane tidak terlalu memikirkan kalimatnya.
Ane sendiri langsung menunduk dengan pandangan lurus ke arah nasi goreng yang terlihat sangat menggiurka. Sebelum memulai makannya, gadis itu berkata pelan. “Maaf yah, karena gue udah nyakitin lo.”
Iyan tersenyum mendengar hal itu lalu tangannya bergerak untuk mencubit pipi Ane yang tembam itu. “Udah elah, pake acara maaf-maafan segala. Emang lo pikir ini lebaran,” canda Iyan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kepo-pers
Teen FictionIni bukan kisah tentang seorang kpopers yang suka sama bias, stalkerin bias, lalu nangis bombay gara-gara biasnya pacaran sama istri orang. Bukan, bukan itu. Tapi ini lebih menceritakan tentang seorang kpopers yang harus terjebak dalam lingkar masal...