part 6

329 27 0
                                    

Dengan gitar ditangan aku menuruni tangga. Menuju sofa dimana dia tengah asyik menonton tv. Tak sedikitpun dia mengalihkan pandangannya. Bahkan aku yang berdehem pun dicuekinya. Kuputuskan berjalan mendekati nya dan duduk tepat disamping. Ku ambil kamera di meja yang ternyata sudah tak menyala. Kuhidupkan kembali kamera itu dan menaruhnya ditempat semula. Kini aku menghadap kearah Shania dengan Gitar dipangkuan. Namun Shania masih saja cuek dan menghadap ke tv. Kupetik sinar gitar dengan nada merdu nan sendu.

Dahulu kita terbiasa
Selalu menunggu terus menunggu
Berharap datang seseorang
Untuk melengkapi kisah hidup ini

Terlalu sulit melangkah
Tuk temukan yang selalu dinantikan
Hingga kita pun berjumpa
Tiada lagi alasan untuk menunda

Akhirnya kita bersama
Setelah menanti lama
Semoga selalu terjaga
Ahaa wouuu wouuu....

Waktu telah berbicara
Menanti tak sia-sia
Karna kau yang kini ada
Ahaa wouuu wouuu....
Sangatlah berharga

Bertahan di kesendirian
Telah menuntunku menemukanmu
Tanpa ragu aku berikan
Semua rasa cinta yang tersimpan lama

Penantian slama ini
Tak membuatku jera Tetap berharap
Ku yakin seseorang kan
Datang kepadaku menggenggam tanganku

Akhirnya kita bersama
Setelah menanti lama
Semoga selalu terjaga
Ahaa wouuu wouuu....

Waktu telah berbicara
Menanti tak sia-sia
Karna kau yang kini ada
Ahaa wouuu wouuu....
Sangatlah berharga

Sangat berharga penantian
Sangatlah berharga penantian

Na na na na na na na na na na na
Na na na na na na na na na na na
Na na na na na na na na na na na

Akhirnya kita bersama
Setelah menanti lama
Semoga selalu terjaga
Ahaa wouuu wouuu....

Waktu telah berbicara
Menanti tak sia-sia
Karna kau yang kini ada
Ahaa wouuu wouuu....
Sangatlah berharga

Sebuah lagu berhasil kunyanyikan sampai selesai. Kini petikan gitarku telah berhenti dan berakhir dengan menatap Shania yang sedari tadi melihatku bernyanyi disampingnya. Aku tunjukkan senyuman termanis ku. Menatapnya lekat dan dalam.

"Aish, sok manis kamu" ucap nya membuang pandangan nya kearah lain saat pipinya terlihat memerah.

"Sok manis tapi pipinya merah" ledekku.

"Ih, enggak tuh" ucapnya Denial dan melipat tangannya didepan dada.

"Seriun enggak, sini hadap sini" ucapku sambil menariknya untuk menatap ku. Dia hanya memberontak dan tak mau.

"Apaan sih. Gak mau" ucapnya.

Namun aku terus memaksa hingga akhirnya dia mau menatapku. Kuambil tangan yang ada di pangkuannya dan menggenggamnya erat erat. Kukunci tatapannya.

"Shan, kamu tahu ?.."

"Enggak" jawabnya memotong pembicaraan ku.

Lensa, Senja, Dan KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang