Aku berdiri didepan sebuah ruangan yang pernah menjadi saksi dimana aku berhasil keluar hidup hidup dari dalam sana. Sebuah ruang dimana hidup mati mahasiswa seolah dipertaruhkan disana. Seutas senyum kembali terukir diwajahku saat kuingat dia yang nampak sangat gembira melihatku keluar dengan title sarjana bukan lagi sebatas mahasiswa. Dan kini aku juga tengah menantinya untuk wujudkan mimpinya bergelar sarjana.
Dengan wajah ceria dia keluar ruangan itu. Kusambut kedatangannya dan menumpukan berat badan ku pada kedua lututku. Mencoba mensejajarkan tubuhku dengannya.
"Gimana?" Tanyaku dengan senyum hangat. Tak lupa sebuah kamera yang kusimpan ditangan. Mengabdikan raut bahagia yang terpancar diwajahnya.
"Berhasil" ucapnya bangga dan memelukku erat. Kuusap punggungnya, menyalurkan kebahagiaan ku. Dan juga rasa banggaku atas perjuangan nya selama ini.
"Congratulation sayang" ucapku melepas pelukannya dan mendaratkan ciumanku pada keningnya.
"Thanks my Boss Bobby" ucapnya masih dengan wajah sumringah nya.
"Haha. Bu Boss udah lulus. Congratulation Bu Boss" ucapku masih menghujani nya dengan ciuman di rambutnya dengan kamera yang mengarah pada kami.
****
Beberapa hari ini aku menghabiskan waktuku bersamanya namun semakin hari tak semakin membaik aku malah semakin menemukan penurunan.
Saat latihan berjalan dia tak lagi mampu menopang tubuhnya. Waktunya hanya dihabiskan diatas kursi roda. Tiduran diatas nakas dan tak biaa kemana mana.
Melihatnya seolah terkurung membuatku tak berdaya. Rasanya tak tega membiarkannya tertahan seperti ini. Hingga hari ini aku diijinkan dokter membawa nya keluar. Menghirup udara segar dan jalan jalan seperti hobinya dulu saat semua masih baik baik saja. Dengan pakaian casual aku menjemput nya.
Meski berada diatas kursi roda. Penampilan natural nya mampu membuatku jatuh cinta kesekian kalinya padanya. Kudorong kursi beroda ini melewati lorong rumah sakit. Diluar telah siap mobilku untuk mengantarnya jalan jalan hari ini.
***
Sebuah taman bermain, menjadi pendaratan pertama kita kali ini. Kudorong pelan kursi roda dengan dia yang duduk diatas nya. Tak lupa sebuah kamera ditangannya. Katanya rasanya dia kembali seperti dulu. Saat dimana kita sering jalan jalan. Menghabiskan waktu berdua dengan kamera yang mengabdikan aktifitas kita. Katanya seolah semua baik baik saja, ketika dia kembali bisa menghirup indahnya dunia. Namun sayangnya, katanya dia tak lagi mampu saling bergenggaman dan sekarang beberapa sorot mata seolah terpusat padanya.
"Tak perlu resah. Aku tak perlu menggandeng tanganmu, namun percayalah aku menuntunmu dari belakang. Biarkan sorot mata memandang kita, Meraka hanya iri melihat aku yang bisa berjalan bersama sang bidadari " ucapku mencoba memberi semangat. Dan dia akhirnya mau tersenyum . Menikmati waktu yang kita jalani. Dengan tawa yang telah lama tak ku jumpai menghiasi wajahnya.
Bisa kembali duduk di cafe ini bersamanya. Membuatku tak bisa pudarkan raut wajah bahagiaku. Melihatnya kembali menikmati secangkir coklat hangat dan juga lembutnya Pannacotta serta nikmatnya karamel.
"Kamu senang ?" Tanyaku padanya.
"Tentu, berada di dalam rumah sakit membuatku sangat bosan" ucapnya masih menikmati dessert favoritnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lensa, Senja, Dan Kita
FanficSelama nafasku masih berdesah Dan jantungku terus memanggil indah namamu kan ku jaga segenap cinta yang ada percayalah satu cintaku untukmu