part 21

236 30 2
                                    

Kurenggangkan tubuh ini. Rasanya tubuhku sangatlah kaku. Beberapa hari ini aku harus lembur menyelesaikan pekerjaan ku di kantor. Setiap kali sehabis mengantar pulang Shania kuliah, aku akan kembali ke kantor untuk menyelesaikan pekerjaan ku. Bahkan tak jarang aku membawa pekerjaan pulang dan bergadang. Bahkan aku belum sempat menyiapkan sesuatu yang spesial untuk ulang tahun kekasihku tahun ini.








Seperti biasanya aku akan mengambil satu lembar roti dan susu kotak dari lemari es. Kemudian segera bergegas pergi ke rumah Shania setelah sebelumnya berpamitan dengan mama papa.

"Pagi Bi" ucapku pada bibi yang membukakan pintu untukku. Aku berjalan menuju dapur yang sudah terdapat Om dan Tante Natha.

"Pagi pah. . mah..." sapaku pada mereka.

"Pagi Bobby. " Jawab mereka bersama.

"Shania masih diatas ma ? Bobby keatas ya ?" Ucapku. Dan Tante Natha hanya mengangguk dan tersenyum.

Aku langkahkan kakiku menapaki anak tangga satu persatu. Sebenarnya Om dan Tante sudah menyiapkan kamar dibawah untuk Shania agar dia lebih mudah. Namun bukan Shania ku jika tak keras kepala. Dia sangat mencintai kamarnya itu. Dan tak ingin pindah sama sekali. Kuketuk pintu ketika aku sudah berada tepat dihadapan kamar bertuliskan 'Bos Shania'. Tulisan yang tertempel di kamar nya ini fyi sangatlah persis dengan yang menempel di pintu kamarku. Kami memang sengaja memesan nya dengan tulisan yang beda. Milikku bertuliskan dengan nama 'Bos Bobby ' sedangkan miliknya bertuliskan 'Bos Shania' dan semua ini adalah ide konyolnya. Seutas senyum pun terukir mengingat tingkah konyolnya.

"Masuk" terdengar jawaban dari dalam kamar yang berhasil menyadarkan ku dari bayangan masa laluku bersamanya.

Kuputar knop pintu dan berjalan masuk. Kududuk dipinggir ranjang menunggu sosok bidadari yang berhias dihadapan cermin. tidak, ternyata dia tidak berhias. Dia hanya bercermin dan memandangi wajahnya, entah apa yang ada dipikirannya sekarang.

Kulangkahkan kakiku mendekat. Mengalungkan lenganku dilehernya. Menaruh daguku diatas kepalanya. Dan memandang cermin yang memantulkan wajah cantiknya. Hingga mata kami saling bertemu dipantulan sang cermin .

"Masih lama ? Jangan lama-lama bercermin nanti cerminnya minder sama kecantikan mu" ucapku menunjukkan senyum lesung pipiku .

"Aku makin pucet Bob. Aku udah gak cantik" ucapnya pelan namun masih bisa kudengar dengan jelas.

Kulepaskan rengkuhan ku dan berjalan ke sampingnya. Kutumpukan kakiku pada kedua lututku untuk mensejajarkan tubuhku dengannya yang duduk di depan meja rias. Kuputar tubuhnya hingga menghadapku.

"Kata siapa kamu gak cantik lagi? Kamu masih cantik kok. Matamu masih menjadi mata terindah yang pernah kutemui. Bahkan kamu.." ucapku berhenti dan meraih tangannya untuk kutaruh didepan dadaku.

"Masih membuat jantungku berdetak lebih cepat saat kamu memandang ku seperti itu" ucapku menunjukkan senyumku .

"Apalagi jika kamu mau tersenyum lagi. Maka akan kujamin pasti senyummu itu masih sangatlah manis. Dengan mata hazel yang sedikit tertutup dan bibir yang tertarik aku bisa pastikan pesonamu masih terpancar. Dan saat itu, aku akan selalu jatuh cinta setiap kalinya padamu berlipat lipat. Karena disetiap kali saja akan memandang mu aku telah jatuh cinta kesekian kalinya. " Ucapku mengusap lembut tangannya yang masih kugenggam.

"Berhentilah menggombal Bobby" ucapnya memalingkan wajahnya.

"Aku serius Shania. Jadi lebih baik kamu selesaikan kegiatan mu merias wajah cantikmu itu, meskipun sebenarnya tanpa rias pun kamu sudah cantik dan kita segera berangkat." ucap ku. Dia pun segera memoles wajahnya dengan make Up tipis.





Lensa, Senja, Dan KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang