Aku melangkah di jalan beraspal dengan gontai. Rasanya kaki ini tak lagi sanggup berjalan. Terasa lumpuh dan tak bertenaga. Wajahku dan mataku rasanya sangat lah panas. aku bisa jamin bahwa kini mataku sangatlah merah. Mungkin jika aku dilihat orang seperti ini mereka akan mengira aku tak waras. Namun aku tak lagi peduli. Bahkan jika badai datang aku tak kan menghindar. Karena rasa yang kini kurasakan saat ini melebihi rasa takut dan Melebihi rasa sakit. Rasanya aku tak lagi mampu melihat matahari. Semua gelap, semua hancur.
Masih saja otakku memutar kejadian beberapa menit yang lalu. Masih teringat jelas semua yang terjadi . Tak hentinya memoriku mengulang ulang apa yang membuatku seperti ini.
*Flashback*
Papa Shania mengajakku duduk disampingnya. Beliau lama diam, dan kita hanya diselimuti hening tanpa ada yang mulai bicara. Pikiranku masih saja dipenuhi oleh kejadian beberapa menit yang lalu. Dimana Shania menolakku, Menyuruhku pergi, dan seolah tak menginginkan ku.
"Nak Bobby" ucap papa Shania memecah keheningan diantara kami. Aku menengok kearah beliau. Mengerutkan dahiku dan menatapnya yang nampak ragu untuk memulai bicara.
"Iya pa?" Ucapku.
"Maafkan sikap Shania ya" ucapnya menatapku. Aku pun mengangguk dan tersenyum.
"Apa yang terjadi dengan Shania pa ?" Tanyaku penasaran akan sikapnya yang berubah.
"Shania.. " ucap papa Natha terhenti dan melepaskan nafas nya kasar. Aku masih menatap beliau. Menunggu apa yang ingin beliau katakan.
"2 Minggu yang lalu dia jatuh dari tangga. Lututnya terluka. Kami membawa nya kerumah sakit. Belakangan dia memang sering mengeluh merasa tubuhnya sering lunglai dan kehilangan keseimbangan. Dia sering hampir terjatuh, bahkan saat makan dia juga sering menjatuhkan sendoknya. Semula kami pikir itu hanya kecapekan semata. Dia pun juga merasa seperti itu. Hingga saat kami membawanya kerumah sakit karena jatuh dari tangga. Dokter bertanya-tanya tentang kondisi terbarunya. Memang sudah sejak kamu masih di Indonesia Shania mencoba periksa. Tapi dokter belum bisa memastikan yang sebenarnya dia alami. Dokter menunjukkan sebuah berkas dihadapan kami. Dia bilang didalam amplop itu adalah hasil pemeriksaan Shania. Kita sudah cemas saat itu. Kita saling pandang, berharap tak terjadi hal buruk menimpa anak kami tersayang. Aku mencoba membuka amplop itu perlahan" ucap papa Natha berhenti. Dan bisa kulihat matanya mulai berkaca kaca. Hingga setetes air berhasil menerobos pertahanan bendungan air pada matanya. Diusap air matanya kasar dan mulai melanjutkan ceritanya.
"Tanganku gemetar saat itu. Aku terus berdoa, mencoba berpikir positif. Tapi aku merasa takut dan perasaan ku tidak enak. Hingga aku berhasil mengeluarkan beberapa carik kertas dari dalam amplop. Aku mengerutkan keningku. Aku tak mengerti dengan semua ini. Dan aku bertanya kepada dokter saat itu. Dia kembali meminta kertas yang sudah ada ditanganku. Menatap kami bertiga dengan wajah sendunya. Lalu mengarahkan kertas itu kearah kami ." Ucapnya kembali memberi jeda. Entah kenapa mataku mulai panas. Rasa khawatir ku semakin memuncak. Beliau menarik nafasnya dalam-dalam
" Spinocerebellar Degeneration atau biasa di sebut Ataxia adalah penyakit yang menyerang otak kecil dan tulang belakang dan menyebabkan gangguan pada syaraf motorik. Penderita akan kehilangan kendali terhadap syaraf-syaraf motoriknya secara bertahap dan makin lama kondisi fisiknya akan makin parah. Penyakit ini amat sangat berat." Ucapnya kembali meneteskan air mata. Dan bisa kulihat jelas tubuhnya bergetar. Pundaknya naik turun. Aku masih tak mengerti ucapan beliau. Otakku terus berputar mencerna ucapan beliau. Aku semakin takut. Muncul pikiran negatif di benakku. Namun aku tak mau menyimpulkannya. Aku kira beliau belum sempat selesai bicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lensa, Senja, Dan Kita
Fiksi PenggemarSelama nafasku masih berdesah Dan jantungku terus memanggil indah namamu kan ku jaga segenap cinta yang ada percayalah satu cintaku untukmu