Kuketuk pintu rawat inap bertuliskan nama Shania J. Ku buka perlahan dan memunculkan kepala mengintip dalam. Kulihat sangat lah sepi, ku tak menemukan Om dan Tante didalam. Kulangkahkan kakiku masuk. Namun tak kudapati Shania diranjang tempat tidurnya. Pintu balkon terbuka dengan tirai yang diterpa angin. Kulangkahkan kakiku mendekat. Bisa kulihat sosok bidadari tak bersayap tengah berdiri dipinggir pembatas balkon. Kulangkahkan kaki ku pelan mendekat. Kurengkuh tubuhnya yang telah lama kurindukan dari arah belakang.
"Pagi sayang" ucapku dengan tangan memeluk perutnya erat.
"Bobby ?" Ucapnya melirik kearah wajah sampingku yang berada tepat di bahunya. Aku pun hanya menunjukkan cengiran polosku menatapnya lembut.
"Kenapa disini? Masuk yuk ? Tadi Mama bawain sarapan buat kamu" ucapku melepus pelukanku dan berpindah kearah sampingnya.
"Mama ve ? Aku lagi males sarapan " jawabnya masih fokus menatap kedepan.
"Iya. Tadi Mama titipin masakan spesialnya untuk calon menantunya agar mau makan. Kalo kamu gak mau sarapan nanti Mama bisa murka. Kalo Mama murka bisa hujan deras. Kalo hujan bisa disertai badai juga. Bahkan pesona papa kinan yang menurun ke aku aja gak bisa ngehentiin venomena badai Veranda " ucapku panjang lebar.
"Lebay" ucapnya memutar tubuhnya siap melangkah pergi.
"Serius kali. " Jawabku melihat dia yang mencoba berjalan menjauh dari tempatnya berdiri tadi.
Langkahnya sempoyongan. Kakinya terlihat sangat sulit melangkah. Nampak sangat sulit baginya menahan tubuhnya sendiri. Selangkah saja, begitu sulit baginya untuk mengawali. Hatiku bagai teriris melihatnya seperti ini. Padahal dulu bisa kulihat kakinya terus melangkah dan menari nari. Bahkan masih terekam jelas di memoriku saat dia dengan senang hati melompat lompat kegirangan saat kami menghabiskan waktu jalan jalan.
Tubuhnya oleng dan membuat ku tersadar dari lamunan ku mengingat apa yang pernah ku lewati bersamanya. Aku bergegas berlari menahan tubuhnya. Dan membantu menuntunnya masuk kamar dan kembali duduk diatas ranjang.
Kuambilkan makanan yang sudah kubawa dari rumah dan minum. Kusiapkan semuanya diatas meja khusus yang sudah disiapkan.
"Kamu gak makan ?" Tanyanya.
"Udah tadi. Kamu makan aja. Atau aku suapin ?" Tawarku. Dan dia menggelengkan kepalanya. Kutatap wajah manisnya saat makan. Tak berubah, selalu mempesona. Tapi sayangnya setelah beberapa suapan dia menjatuhkan sendoknya. Belum sempat dia mengambilnya lebih dulu kupungut sendoknya dan menyuapkan sesendok nasi kepadanya. Aku mengangguk memberi syarat tak apa dan menyuruhnya membuka mulut. Tak ada penolakan. Dia masih menyantap nasi goreng buatan Mama.
"Kamu gak ke kantor ?" Tanyanya setelah menyelesaikan makannya dan aku membersihkan bekas nya.
"Gak, cuman nanti ada janji sama klien jam 10 an. Sete lah itu aku akan balik kesini" jawabku kembali duduk dipinggir ranjang.
"Kenapa gak ngantor?" Tanyanya.
"Oh iya, aku kemarin kerumahmu, kebetulan nemuin kamera. Kayaknya kamu udah lama gak main sama kamera ini. " Ucapku mengalihkan pembicaraan dan fokus dengan kamera ditanganku.
"Say Hay" ucapku pada kamera yang mengarah padaku dan dia. Namun Shania malah memalingkan wajahnya. Seolah dia tak mau lagi memunculkan wajahnya di kamera.
"Kenapa ?" Tanyaku
"Aku gak mau lagi main itu. Mendingan kamu ambil lagi saja" ucapnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lensa, Senja, Dan Kita
FanfictionSelama nafasku masih berdesah Dan jantungku terus memanggil indah namamu kan ku jaga segenap cinta yang ada percayalah satu cintaku untukmu