"Batalkan semua jadwal ku hari ini" ucapku pada sekretaris ku yang berdiri di mejaku.
"Tapi pak, kita sudah janji dengan pemimpin perusahaan DM Corp. Kita kemarin sudah menundanya. Tuan Dyo bisa marah besar jika kita kembali menunda nya pak"
"Aku tidak peduli itu. Aku bilang batalkan ya batalkan" bentakku.
"Tapi pak, "
"Apa ?" Tanyaku memotong nya yang akan memberikan alasan atas perintah ku.
"Maaf pak. Semua aset yang kita tanam pada DM Corp. Sangat mempengaruhi perusahaan kita. Bukan bermaksud menolak perintah bapak, tapi nyawa perusaan kita ada di tangan kerjasama kita dengan DM Corp. Jika pak Dyo marah besar, kita akan sangat rugi besar. Bahkan semua pegawai yang mengabdikan dirinya mereka pada kita bisa terancam pak" ucapnya menunduk takut.
"Argh sial." Umpatku. Aku segera merogoh saku tuxedo ku dan menelpon seseorang diseberang sana.
"Apa pak Bobby memanggilku ?" Tanya seseorang yang masuk dengan tergesa-gesa kedalam ruangan ku.
"Iya, tolong kamu handle semua urusan kantor ku untuk sementara" ucapku pada seseorang yang baru memasuki ruangan ku.
"Baik pak. Siap" ucapnya mengangguk pasti.
"Nadse, berikan semua jadwal ku hari ini padanya" ucapku pada sekretaris ku.
"Terimakasih, kamu bisa meminta nadse untuk membantu mu. Yang penting untuk hari ini kamu harus menemui DM Corp. Untuk yang lain itu masalah belakangan. Kamu bisa lakukan jika memang sanggup. " Ucapku menepuk pundaknya dan merapikan barang barangmu. Tak lupa menjinjing tas kerjaku.
"Sama sama pak. Saya akan selalu siap membantu. Semoga semua baik baik saja" ucapnya sopan. Dan aku hanya mengangguk dan segera berlari keluar dari ruangan ku.
Dengan tergesa gesa aku berlari menuju lift. Shit, lift nya sangatlah lama. Ingin Rasanya mengumpat habis habisan. Namun aku sadar aku tengah ada di kantor. Tak mungkin aku akan marah marah dihadapan bawahanku. Segera aku berlari menuju tangga darurat . Dengan sekuat tenaga aku menuruni tangga dari lantai teratas kantorku. tak peduli keringat bercucuran atau bawahanku yang melihat atasannya nampak sangat terburu buru. Yang aku pikirkan saat ini hanya Shania. Wanitaku yang tengah membutuhkanku saat ini.
Ku buka pintu mobilku dan segera bergegas menjauh dari kantor ku. Dengan kecepatan yang cukup kencang aku mencoba memecah kemacetan ibu kota. Namun naas, kota ini memang tak pernah hilang dari katanya macet. Aku harus terjebak macet disaat seperti ini. Sungguh menyebalkan . Tanpa banyak bicara aku segera mengambil hpku dan memesan ojek online. Tak selang beberapa lama aku sudah berada diboncengan Abang ojek online. Yang sedari tadi kusuruh untuk lebih cepat .
******
Aku terduduk lesu pada bangku rumah sakit. Lebih tepatnya pada ruang tunggu UGD. Beberapa menit yang lalu, lebih tepatnya beberapa jam yang lalu. Tante Natha meneleponku dan mengatakan bahwa Shania jatuh pingsan di kampus. Sudah beberapa hari belakangan ini dia sering seperti itu. Aku sungguh sangat khawatir. Itulah kenapa aku mengcancel semua jadwal ku dan menyuruh satu satunya orang kepercayaan ku untuk menghandle pekerjaanku. Dan sampai disini aku masih harus menunggu kondisi Shania.
"Bagaimana kondisi anak saya dok?" Tanya Om natha kepada dokter yang baru saja keluar dari ruangan UGD.
"Sejauh ini dia cukup baik. Aku tidak menyangka dia bisa bertahan cukup lama dengan tetap berkegiatan seperti itu. Namun, " ucap dokter itu berhenti. Wajahnya yang tadi menunjukkan senyum kini telah berubah menjadi sendu. Aku yang melihat itu hanya bisa memanjatkan doa hanya bisa berharap semoga selama ini kucintai bisa sehat kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lensa, Senja, Dan Kita
FanfictionSelama nafasku masih berdesah Dan jantungku terus memanggil indah namamu kan ku jaga segenap cinta yang ada percayalah satu cintaku untukmu