Rintik hujan berlomba menjatuhkan dirinya. Ibu kota negara paman sam kembali terguyur oleh derasnya air hujan. Ratusan manusia sibuk menyelamatkan dirinya, berteduh mungkin pilihan terbaik untuk pengguna jalan yang tidak membawa payung. Pulang sedikit larut akan lebih baik daripada esok hari harus jatuh sakit karena menerobos amukan sang langit.
Sooji termenung, menatap ruas jalan yang terbentang di bawah sana. Berkelana dengan pikiran di kala hujan datang menjadi kegiatan favoritnya saat ini. Rasanya begitu nyaman melihat rintik hujan yang berjatuhan.
"Mrs. Suez?"
Sooji tersentak, menolehkan kepalanya dan mendapati sosok mungil sekretarisnya yang berdiri menatapnya.
"Ada apa?" sahutnya dingin.
"Saya telah menyiapkan tiket untuk kepulangan anda."
Sooji mengeryit. Kepulangan? Kapan ia menyuruh sekretarisnya menyiapkan persiapannya untuk pulang?
"Aku tidak menyuruhmu untuk menyiapkan kepulanganku, Lee Biseo" sahutnya lagi.
"Saya diperintahkan oleh Tuan Bae untuk mempersiapkan kepulangan anda esok hari, maaf jika tidak memberitahu anda terlebih dahulu, Mrs. Suez"
Sooji menghela nafasnya. Ia sudah menerka akan seperti ini jadinya. Diperintahkan untuk pergi dengan seenaknya, tanpa pemberitahuan dipaksa untuk kembali. Semudah itukah mereka memerintahkannya?
"Aku mengerti, kau bisa pergi"
"Baik, Mrs. Anda bisa memanggil saya jika membutuhkan bantuan untuk berkemas."
**
Sooji tersenyum tipis menatap hamparan laut luas di hadapannya. Ciptaan Tuhan memang luar biasa, Sooji mengakui itu. Selain hujan, laut juga menjadi bagian dari hal yang disukainya. Laut itu bagaikan rindunya yang tak bertepi.
Sooji menghela nafasnya dalam. Sudah berapa tahun ia menggeluti kehidupan tak bernyawanya seperti ini? Beberapa kali Sooji sempat berpikir untuk mengakhiri hidupnya, tapi apakah ia akan bahagia di atas sana? Apakah ia akan tenang setelah meninggalkan kehidupannya tanpa mengungkapkan segala kebenaran yang ada? Sooji tak mengerti apa yang harus ia lakukan.
Mungkin memang benar apa kata sang ayah. Mengikuti alur kehidupannya yang menyedihkan tanpa melawan sepatah kata pun adalah jalan yang terbaik untuk dilakukan saat ini. Tetapi, seberapa jauh ia akan sanggup bertahan dengan kehidupan tanpa ada kebahagian?
Tuhan, kapan Kau mengirim malaikat penolong untukku?
'Drt... Drt..'
Sooji tersentak, segera membuyarkan kegiatan merenungnya. Ia mengambil telepon genggamnya dan segara menekan tombol hijau.
"Halo, Mrs. Saya Lee Biseo, anda sedang berada dimana saat ini?" sahut di sebrang telepon.
"Ada apa?" Sooji memilih tak menjawab, ia melontarkan pertanyaan.
"Keberangkatan anda pukul 5 sore nanti, saya harap anda tidak melupakannya."
Sooji berdecak. Sekretarisnya itu ternyata cerewet sekali.
"Aku mengingatnya, Nona Lee. Aku akan tiba di bandara tepat waktu, tidak usah khawatir"
"Hehe, baiklah nona. Aku menunggu kedatanganmu"
"Ya, aku tutup"
Sooji meletakkan kembali ponselnya. Ia segera beranjak dari duduknya, hendak meninggalkan tempat favoritnya itu. Mungkin sudah saatnya ia kembali ke tempat asalnya, dan meninggalkan negeri paman sam yang menjadi tempat tinggalnya dua tahun ini.
Selamat tinggal New York.
KAMU SEDANG MEMBACA
GONE
Fanfiction"Aku seperti hujan, rela berkali-kali jatuh padamu meski kau terus berlari dan mencari tempat berteduh"-Suez