Part 17 - Punishment

3.2K 421 21
                                    

Usia 7 tahun

Sooji kecil melangkah keluar dari kamarnya. Ia menghembuskan napasnya panjang ketika melihat keadaan rumah yang sepi. Ini sudah pukul 9 malam, tetapi tidak ada tanda kepulangan anggota keluarganya.

"Bibi Lee."

Sooji kecil berlari kecil menghampiri pembantu rumah tangga yang sedang memasukan makanan di lemari es.

"Iya, nona. Ada apa?"

"Panggil saja Sooji, Bi. Jangan formal seperti itu." ujar Sooji kecil sembari menggembungkan kedua pipinya.

"Aigoo, lucunya."

Sooji hanya merapalkan beberapa kalimat tidak jelas tanpa suara ketika Bibi Lee mencubit pipinya gemas. "Ayah dan yang lainnya kemana, Bi? Ini sudah larut, mengapa belum pulang juga?"

Bibi Lee tersenyum hangat, ia mensejajarkan tubuhnya dengan Sooji. "Nyonya berpesan agar nona makan malam sendiri, karena mereka akan berpergian dan makan malam di luar. Nona akan makan sekarang? Tadi saya sudah bangunkan, tetapi Nona tidak kunjung bangun."

Sooji terdiam sejenak, namun ia segera melempar tersenyum. "Aku sudah makan tadi Bi, jadi masih kenyang. Kalau begitu aku pamit ke kamar ya."

"Sabar ya, Nona. Kebahagian akan menghampirimu kelak."

Sooji mengangguk semangat, ia segera berpamitan menuju kembali ke kamarnya. Air matanya menetes tepat ketika tubuhnya berbalik. Sooji yang masih berusia 7 tahun harus menerima segala ketidakadilan dalam hidupnya.

Tidak hanya sekali terjadi, anggota keluarganya yang lain akan pergi begitu saja tanpa mengajak dirinya seolah ia adalah makhluk kasat mata. Sooji kecil hanya bisa meratapi segala nasibnya, seraya merapalkan doa agar kebahagian berpihak untuk hidupnya.

"Berkati kehidupannya, Tuhan." lirih Bibi Lee.

**

"Terima kasih untuk makanannya, selamat makan!"

Sooji berseru, menundukkan tubuhnya sedikit sebagai tanda hormat. Ia segera melahap sarapan paginya. Senyum terlampir di wajah ayunya, melihat anggota keluarganya yang lengkap. Ada ayah, ibu, nenek dan saudara kandungnya. Pagi yang cerah untuk mengawali hari yang baik.

"Kau tidak membuat masalah lagi, kan?"

Sooji menghentikan acara makannya sejenak. Meski sang nenek tidak menyebutkan nama lawan bicaranya, ia sudah mengetahui bahwa ia adalah lawan bicaranya.

"Tidak, nenek. Aku baik - baik saja di sekolah." ujar Sooji.

"Kalau kau membuat masalah lagi, aku akan menghukummu lebih berat, arraso?"

Sooji mengangguk lesu. Betisnya saja masih sakit karena hukuman yang diberikan neneknya akibat pihak sekolah melaporkan Sooji yang tidak mengikuti latihan menari. Sooji bolos pelajaran tambahan di kelas menari.

"Jangan terlalu keras dengan Sooji, eomonie" tegur sang ibu.

Sooji tersenyum tipis, setidaknya masih ada satu orang yang berpihak dengannya. "Biarkan saja, ia akan merepotkan jika tidak diberi hukuman."

Sooji hany menunduk sembari melanjutkan acara sarapannya dalam diam. Sesekali ia melirik sang ayah yang berada di ujung meja terlihat tenang. Ayahnya memang acuh, menganggap ia kasat mata. Menyedihkan.

**

Usia 13 tahun

"Yya, Sooji!"

Sooji menoleh dan mendapati Naeun yang tengah menatap ke arahnya. Dengan segera ia menanyakan tujuan Naeun tanpa suara.

"Lempar saja." ujar Sooji sepelan mungkin.

Sudah menjadi kebiasaan Naeun akan meminta jawaban dari ulangan yang mereka kerjakan. Dengan senang hati Sooji membantu Naeun meski beberapa kali ia menegur Naeun agar belajar dengan dirinya. Yah, walaupun Naeun akan selalu menolak.

"Itu.." gumam Sooji seraya melemparkan kertas kecil setelah mengisi jawaban di kertas tersebut.

"Bae Naeun! Kertas apa yang ada di bawah mejamu itu? Kau berniat mencontek?"

Sooji dan Naeun saling melirik dengan tubuh tegang. Bisa gawat jika mereka ketahuan, kedua orang tuanya sudah pasti akan mengamuk dan menghukum.

"Aku meminta contekan dengan Naeun, Saem."

**

Sooji memasuki rumahnga dengan lesu, ia sudah menyiapkan mentalnya untuk menerima segala bentuk hukuman yang diberikan sang nenek.

"Aku pulang!"

"Bae Sooji!"

Sooji terlonjak kaget, dengan langkah seribu ia menghampiri sang nenek yang berada di ruang tamu. Sooji segera menunduk seraya mengucapkan salam.

"Kau mencontek?"

Sooji menggerakan kepalanya ke bawah, ia menatap takut neneknya. "Kau bodoh sekali sampai mencontek?"

Sooji hanya diam. Ia sangat memahami soal - soal saat ujian tadi, hanya saja ia tidak bisa membiarkan Naeun diberikan hukuman.

"Ck, kau ini! Memalukan nama keluarga!"

Sooji hanya merapalkan kata maaf dalam gumamannya. Ia masih menundukkan kepalanya di hadapan sang nenek.

"Bibi Lee! Ambilkan cambukku!"

Sooji meringis, membayangkan luka dan rasa nyeri yang akan menjadi makanan betisnya. Bekas luka yang diberikan neneknya belum menghilang, dan terpaksa harus ada bekas luka yang baru.

"Ini nyonya."

Bibi Lee menepuk pundak Sooji dan bergumam kata maaf karena tidak bisa membantu banyak. Sooji hanya bisa mengangguk dan tersenyum tipis. Bukankah ia sudah terbiasa?

"Anak nakal! Kau benar - benar pembawa sial!"

"Akh.."

Sooji meringis, ini benar - benar sakit. "Jangan mengaduh! Kau sendiri yang membuatku menghukummu, anak nakal!"

Sooji mengigit bibir bawahnya kuat, menahan teriakannya akibat menahan rasa sakit di betisnya. "Kau benar - benar pembawa sial dalam keluarga ini!"

Sooji terkesiap. Ia mengerti maksud dari pembicaraan dari neneknya dan Sooji sama sekali tidak membantah. Sang ibu meninggal dunia karena melahirkan dirinya. Bukankah ia pantas diberi sebutan pembawa sial?

"Nenek, aku pulang!"

Jihyun segera menghentikan hukumannya kepada Sooji. Senyum dibibirnya mengembang dan segera menghampiri cucu kesayangannya.

"Kau sudah datang? Ayo segera makan siang, cucuku."

Naeun mengangguk sembari membalas pelukan neneknya. Maniknya menatap Sooji yang tengah meringis dan melepaskan sepatunya. Ia tersenyum sembari merapalkan ucapan terima kasih tanpa suara.

"Terima kasih dan maaf untuk itu." gumamnya tanpa suara.

Sooji mengangguk, kemudian tersenyum tipis. Ia segera beranjak mengobati luka di kakinya.

.
.
Hai, aku update. Ini cuma bagian dari masa lalu kehidupan sooji, maaf ya kalau pendek! Ada yang bingung kenapa Naeun dan Sooji akur sekarang engga? Ditunggu aja ya keanjutannya hehe

GONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang