Selepas mengantarkan dan memastikan Sooji sampai di apartemennya, Myungsoo segera bergegas pulang. Tubuhnya terasa sangat lelah, dan hari sudah mulai larut tepatnya pukul 21.00 KST.
Myungsoo segera melangkah memasuki lift. Pikirannya kembali memutar percakapan tertunda dirinya dengan Jieun. Ia sempat berbincang dengan Jieun sebelum Sooji sadar.
"Jieun."
Jieun yang tengah menunggui Sooji lantas menoleh, menatap bingung pria yang masih betah duduk di sampingnya. Mengapa pria ini tidak kembali ke asalnya?
"Waeyeo?" tanya Jieun.
Gurat keraguan terlihat menghias wajah tampan milik Myungsoo. "Aku ada pertanyaan, aku harap kau bisa menjawabnya."
Jieun mengernyit, heran dengan kalimat basa - basi yang bukan gaya sepupunya itu. "Tanyakan saja dan jika bisa aku pasti akan jawab, oppa."
Myungsoo mengangguk, mungkin akan lebih baik ia bertanya dengan Jieun. "Sebenarnya berapa banyak yang tidak aku ketahui selama ini, Jieun?"
Tidak jarang Jieun dan Myungsoo beradu mulut, berdebat mengenai hal - hal di masa lalu. Meski pada akhirnya perdebatan selalu diakhiri dengan sikap keras kepala Myungsoo yang tidak membuahkan hasil. Myungsoo masih mengingat bagaimana Jieun berkata terlalu banyak peristiwa dan fakta yang telah ia lewatkan, namun dengan ringan ia tak mempercayainya. Pikiran dan hatinya hanya terfokus dan melihat dalam satu sudut pandang selama ini, tidak menggubris perkataan siapa pun yang menurutnya tidak benar.
Tetapi melihat kondisi Sooji yang sangat tidak baik, membuat hatinya goyah. Jika pada awalnya ia berpikir Sooji hidup dengan sangat baik ketika ia bertemu di bandara dan acara pesta, namun setelah melihat bagaimana Sooji collaps di hadapannya membuat pikiran itu terbuang jauh. Sooji menderita, sama seperti dulu atau mungkin lebih parah. Dulu Sooji pasti akan selalu tersenyum, menutupi segala beban yang ia tanggung meski Myungsoo dapat melihat jelas bagaimana penderitaan Sooji. Bayangkan saja gadis itu bahkan tidak pernah menunjukkan betisnya yang selalu tertutupi kain, dan karena rasa penasaran ketika Sooji tertidur dengan lancang Myungsoo menurunkan kaos kaki putih milik Sooji. Oh, betapa terkejut ia melihat bekas luka yang memanjang, seperti bekas cambuk. Bahkan ada beberapa luka yang masih dalam proses mengering, sangat sakit jika harus dipaksa tertutupi oleh kain kaos kaki.
Sooji yang selalu tersenyum, kini berubah menjadi Sooji berwajah datar. Sebenci - benci dirinya pada gadis itu, namun rasa iba hinggap dalam hatinya melihat kondisi gadis itu. Biarkan Myungsoo menamakan perasaan ini sebagai iba meski sebenarnya ia tak mengerti. Akan lebih baik jika ia membuka kedua matanya luas, mencoba untuk melihat dari sudut pandang lain.
"Terlalu banyak, oppa." Jieun tersenyum tipis. Ah, sepupu tampan sekaligus bodohnya itu sudah mulai pandai ya?
"Hmm, sebanyak apa?" tanya Myungsoo. "Lalu, kau mengetahui perihal kronologis aku, Sooji dan Soojung semasa SMA dulu?"
Jieun mengangguk. "Meski Sooji tidak menceritakannya secara langsung, aku tahu kaulah biang keladi dalam semua ini. Waktu itu Sooji datang dan bercerita bahwa ia mencintaimu, aku dapat melihatnya ia jelas tidak mengetahui perihal hubunganmu dengan Soojung." jelas Jieun.
"Kau brengsek." gumam Jieun, membuat Myungsoo mengelus dadanya. Sepupunya sungguh brutal saat ini.
"Maafkan aku, aku tidak bermaksud sungguh."
KAMU SEDANG MEMBACA
GONE
Fanfiction"Aku seperti hujan, rela berkali-kali jatuh padamu meski kau terus berlari dan mencari tempat berteduh"-Suez