satu

40.1K 1.4K 28
                                    

Elisa POV

Rintik hujan masih sama terdengar dari dalam kamar, setelah menunaikan ibadah shalat Isya aku lebih memilih berbaring di ranjang ku.

Ting...

Seketika aku tersadar, ada pesan masuk di ponsel. Segera aku membuka aplikasi WA

From: Arifin
Assalamualaikum...
Mbak, baik2 saja kan? Mas Syarif sudah menghubungi mbak belum?

Aku mengerutkan kening, kenapa Arifin tiba-tiba menanyakan tentang keadaanku, memangnya ada apa dengan Mas Syarif? Batinku.

To: Arifin
Waalaikumusalam, mbak baik2 saja, belum dek, memangnya ada apa?

From: Arifin
Mbak, maaf ya, tadi aku ikut pembicaraan di majelis, kalau Mas Syarif menerima ta'aruf dengan yang dijodohkan Mbah Kyai, cewek pondok Mbak.

Deg...

Seketika tanganku bergetar, kenapa Mas Syarif menerima ta'aruf  itu? Lantas bagaimana denganku? Ya Allah, apa artinya aku menjaga perasaan ini selama tiga tahun. Air mataku seketika mengalir, Astaghfirullah...

Ini kali kedua aku menangis karena lelaki, yang pertama saat melihat ayahku berpulang dan sekarang aku menangisi lelaki yang aku gadang-gadang menjadi penuntun ku menuju Jannah, dan kenapa Mas Syarif tidak memberiku kabar apapun, justru dari orang lain.

Memang selama ini aku dan Mas Syarif memang tidak berhubungan layaknya sepasang kekasih karena dalam agama Islam tidak ada pacaran, namun kami sudah sepakat untuk saling menjaga dan sabar hingga saatnya kami dipertemukan sesuai syariat Allah.

••••••

Pagi ini seperti biasa aku bersiap untuk memberikan naskahku ke penerbit untuk diserahkan ke editor, ya, aku adalah penulis lepas.
Aku rapikan hijab ku dan gamisku, tak lupa aku memakai kaos kaki, karena dalam agama, hanya wajah dan telapak tangan yang boleh terlihat.

Aku mencoba tidak mengingat kejadian semalam, bukan menghindari masalah namun aku menunggu kabar dari Mas Syarif terlebih dahulu.

"Good Morning, El"

Aku tersadar ternyata aku telah sampai di penerbitan. Dan disambut perempuan cantik nan baik hati.

"Assalamualaikum and Good Morning, Hellen". Jawabku sembari tersenyum.

"Sorry, baby, hhmmm naskahmu sudah jadi kan?" dia bertanya dengan bahasa Indonesia yang cukup lucu. Ya, dia bukan orang Indonesia tapi dia perempuan berkebangsaan Polandia dan menikah dengan lelaki blasteran Kanada-Jerman.

Aku mengangguk dan mengikuti nya ke ruang kerjanya, meskipun kami berbeda keyakinan namun dia selalu menerima naskahku yang berbau Islami. Dia menganggap aku saudaranya karena dia merasa cocok berbicara denganku.

"Oke, besok bisa kita publish . oh ya, by the way, besok malam kamu mau nggak aku ajak dinner?"

"Dalam rangka apa nih?"

"Saudara kembar My hubby datang dari Jerman dan akan menetap disini, jadi istilahnya penyambutan. Hem? Mau kan?"

"Dimana? Aku tidak ...."

"Tenang saja El, restorannya dijamin halal, dan ada aku, so, aku ingin kamu juga datang, kamu udah aku anggap sebagai saudaraku"

Aku bingung mau menjawab apa, sedangkan aku sedang sendirian di rumah, ibu dan adikku sedang ke Surabaya. Tidak baik perempuan tanpa mahram  keluar malam, tapi ini ajakan dari sahabat ku, aku tidak bisa menolak. Akhirnya...

"InsyaAllah, aku akan datang. Tapi kamu jemput ya, aku takut sendirian"

"Roger!!!"

Aku hanya tersenyum menanggapi Hellen.

••••••

Setelah dari penerbit aku berjalan menuju rumah, namu pikiranku tertuju pada Mas Syarif, Ya Allah rasanya sakit sekali. Tapi, aku harus ikhlas, toh dia akan menikah dengan perempuan pondok pesantren pasti seorang yang Sholehah.

Tak terasa aku berjalan dan berjalan hingga...

Bruugghh...

Astaghfirullah, aku menabrak seseorang sepertinya karena wanginya, ya Allah jantungku. Kenapa wangi ini membuat jantungku berdetak cepat.

"Shit, are you blind?"

Masyaallah suaranya...

"Hei, apa kamu tuli dan mengapa kamu menunduk?"

Aku ingin melihat tapi sungguh tidak pantas tapi, bismillah ... Aku menatap lelaki di depan ...

Dia sungguh......

Bersambung..........
Pacitan, 15 Desember 2016

Semua karena Allah(ENDING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang