tujuh belas (b) REUNION

15.2K 791 26
                                    

Assalamualaikum......

Happy reading....



Elisa

Aku menyusuri lorong-lorong kelas, yang kurang lebih enam tahun lalu aku mengalami banyak hal ditempat ini. Suka duka. Meski aku merasa banyak duka yang menggelayuti. Aku memang datang sendiri, karena tiba-tiba suamiku ditelepon saudara kembarnya untuk menyelesaikan entah aku pun kurang mengetahuinya.

"Umi?"

Aku menghentikan langkah ketika ada yang memanggilku demikian. Hanya satu orang yang memanggil "umi" dan itu...

"Mareta?" ucapku tak percaya,

Kami pun saling tersenyum sebelum berpelukan. Oh betapa aku merindukan sahabatku satu-satunya yang sudah lama hilang kontak. Hanya dia yang diam-diam baik padaku meski di depan teman-teman yang lain dia seolah juga ikut membenciku, waktu itu.

Entah apa yang dulu aku lakukan hingga aku dikucilkan dan bergantung pada lelaki itu. Mengingat itu membuatku mempererat pelukanku.

"Mi...umi... Stop. Aku sesak" ucapnya terbata

Aku segera melepaskan dan menyeka air mata yang tak sadar sudah mengalir di pipiku.

"Nak, kau apa kabar? Bu dokter makin cantik sekarang" ya, aku memang memanggil dia "Nak" dari dulu, meski secara umur dia lebih tua dari ku, hehehehe

Dan yang aku tahu, dia dulu sekolah menjadi dokter, dokter anak lebih tepatnya.

"Umi bisa aja, umi juga makin cantik. Allahuakbar umi makin pas saat aku panggil " umi", hehehe "

Kami berpelukan kembali dan saling menceritakan kabar masing-masing, minus statusku.

"Ayo umi kita ke dalam" ajaknya, aku masih membatu

"Mi? Ayo!" ajaknya lagi

"Nak, kau yakin mengajak umi bersama ke dalam? Nanti..."

"Ya Allah umi, kita sudah bukan anak ingusan lagi yang akan ada bully mem-bully"

"Tapi kan...."

"Umi udah deh, aku nggak peduli mereka mau memusuhi atau apapun, dulu aku sangat menyesal ikut-ikutan mem-bully umi" ucapnya menyesal.

"Nggak nak, kau nggak benar-benar mem-bully umi"

"Oke. Sekarang kita masuk ya, Mi?"

"Kau sendirian?" tanyaku

"Nggak mungkin kah Mi, kan Fabio jadi panitia"

Fabio, adalah ketua kelasku saat itu, dia memang tidak ikut mem-bully ku tapi dia selalu menjauh dari masalah jadi kami tak begitu mengenal. Aku baru mengenal beberapa bulan sebelum lulus karena menjalin hubungan dengan Mareta, sahabatku ini.

Kami pun memasuki hall sekolah yang telah disulap menjadi indah. Saat memasuki ruangan kami langsung disambut dengan berbagai macam pandangan, bahkan cibiran. Mareta meremas tanganku seolah memberi kekuatan. Aku tersenyum dan mengangguk.

"Si munafik udah datang"

Satu kalimat pedas langsung memenuhi indera pendengarannku.

"Apa maksud Lo Put?" Mareta lah yang menanyakan bukan aku, aku hanya diam dan menunduk.

"Eta Lo jadi jongos dia, kok Lo yang jawab?"

"Astaghfirullah, Put! Jaga ucapanmu," ucapku sedikit emosi karena mengatai Mareta dengan kasar.

"Heh, Lo yang harusnya jaga kemaluan" ucapnya lebih kasar .

Aku hanya memperbanyak istighfar dalam hati. Ya Allah inilah saatnya. Selama bertahun-tahun aku menutupi dan melupakan tibalah saatnya semua akan terbuka saat ini. Dan di tempat ini nanti pasti akan bertemu dengan...

Semua karena Allah(ENDING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang