dua

21.3K 1.1K 13
                                    

Still Elissa POV

Dia sungguh...

Astaghfirullah ... Aku segera menundukkan wajahku, sungguh tidak pantas seorang perempuan menatap lelaki selain mahram, segera aku bergegas melangkah sembari mengucapkan maaf.
Aku mendengar lelaki itu menggerutu dengan bahasa apa aku tak mengerti, tapi diliat tadi sungguh bukan orang asli Indonesia.

Sesampainya di rumah kontrakan, aku bergegas menunaikan ibadah Dzuhur, karena sudah waktunya. Setelah selesai aku memutuskan untuk duduk di di ranjang, ingatanku kembali dengan masalah Mas Syarif. Mengapa hingga sekarang tidak ada kabar apapun dari Mas Syarif sendiri?

Ting...

Aku segera membuka ponsel di nakas samping tempatku duduk.

From: Hellen A.
Beb, besok jangan malam lupa ya.

Aku tersenyum sebelum membalas pesan.

To: Hellen A.
Insyaallah iya.

Aku segera meletakkan ponsel di balas dan memutuskan untuk rebahan, kebetulan aku tidak lapar sama sekali, padahal dari paginaku belum makan apapun.

Ingatanku kembali beberapa saat lalu, aku bertabrakan dengan seorang lelaki, Astaghfirullah... Aku yakinkan diri bahwa itu hanya kebetulan tidak akan berdosa. Tapi sungguh wangi lelaki itu membuatku berdebar-debar, ada apakah? Dan siapakah lelaki tadi?
Tunggu, sepertinya aku familiar dengan wajahnya, sepertinya aku pernah melihat sebuah foto tapi dimana ya?

••••••

Tak terasa hari telah berganti, dan janji untuk makan malam harus aku tepati. Ibu dan adikku masih betah di Surabaya, jadi aku masih sendirian.

Sekali lagi aku mematut gamis dan hijabku terpasang sempurna, warna coklat muda yang aku gunakan saat ini.
Tak lama suara klakson mobil berdengung, itu Hellen.

Aku keluar dan kamipun berangkat. Kami hanya berdua karena suami Hellen sudah di restoran yang akan kami kunjungi.

Sesampai di restoran kami langsung menuju meja dan seperti yang aku kira Hellen langsung berlari dan memeluk suaminya, aku tersenyum kecil melihatnya.

"Hallo El, how are you?" sapa suami Hellen, Rich Alexander, dia lelaki bermata biru yang hanya satu yang bisa dideskripsikan. TAMPAN.

"Assalamualaikum, hi Rich, I'm fine, Alhamdulillah" dia hanya tersenyum dan tidak menjabat tanganku karena ia tahu aku tidak bersentuhan dengan lawan jenis.

"Terimakasih sudah mau diundang oleh istri saya, maaf merepotkan kamu"

"Tidak apa-apa". Aku menjawab sembari duduk di kursi kosong, baik Rich maupun Hellen sama-sama fasih bahasa Indonesia walaupun terdengar lucu.

"Beb, kita pesannya nanti ya, Joe belum datang, He's so late and I hate it".

Aku tersenyum mendengar gerutuan Hellen.

" Tidak apa-apa, dan jangan seperti itu, dia adik iparmu Hellen".

"Tapi tetep aja, dia itu bad boy,"

"Siapa yang kamu sebut bad boy?" tiba-tiba suara maskulin menginterupsi gerutuan Hellen.
Suara itu membuatku menegang, bukan karena dialeknya yang lucu sama seperti Rich maupun Hellen, tapi suara itu, seperti lelaki kemarin siang yang aku tabrak.

Aku belum berani melihat ataupun mendongakkan wajah, sekali lagi jantungku berdebar-debar. Ya Allah, mengapa dengan diriku?

"You, only you and forever you". Jawab Hellen dengan gerutuan, tapi dari nadanya gerutuan bukan benci tapi sekadar gerutuan gemas seorang kakak ke adiknya yang nakal.

" Oh enough, kenalin ini sahabatku, namanya El. El, kenalkan ini Joe, adik iparku"

Seketika aku mendongak, dan melihat wajah rupawan itu. Jantungku seakan berhenti berdetak, Ya Allah, MasyaAllah lelaki ini, sangat rupawan, hampir seperti Rich namun lebih tinggi dan matanya lebih tajam, jika Rich tajam meneduhkan lain dengan kembarannya ini, tajam dan menakutkan.

"Aku tau aku tampan, tapi biasa saja lihat nya"
Ucapan tajam lelaki itu membuatku Segeran menundukkan wajah. Astaghfirullah,

"Maaf" ucapku lirih

Kudengar dia berdecak, dan tak lama dia mengulurkan tangannya dengan menyebutkan namanya, " Joshua Philip Alexander, you call me, Joe Alexander".

Aku masih menatap nanar uluran tangannya...
Lidahku kelu, jantungku masih berdebar-debar.

Ya Allah mengapa dengan hamba-Mu ini?

Semua karena Allah(ENDING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang