Three

2.5K 155 1
                                    

Anya melamun sebentar di kursi taman belakang, menatap permukaan taman yang dipenuhi oleh dedaunan kering dan beberapa sampah plastik yang berserakan. Anya menatap malas sambil menarik nafas panjangnya, pikiranya masih berkelebat, hatinya masih panas.

Sebuah tangan mengulurkan air mineral, membuat Anya mendongak. Pada pemilik tangan itu, Anya hanya membuang nafas panjang dan mengabaikan sang pemberi air mineral,

" Anya, gue minta maaf kalo tadi ucapan nyinggung lo. Gue kira lo bakal seneng kalo lo gue samain kaya nyokap lo," Darren menyambar tempat kosong di samping Anya,

Anya masih diam seribu bahasa, wajahnya masih datar, matanya masih melihat dedaunan kering yang ada di depanya. Keheningan menyelimuti keduanya, Darren tampak berfikir sejenak. Sebuah senyum terukir di wajah Darren, dia mengerti apa harus dia lakukan.

" Nya, gue traktir di kantin sekarang! Gue bayarin lo semuanya yang lo mau!" Darren menampakan senyum lebar dibibirnya, membuat Anya langsung menoleh pada Darren,

" oke! Apa aja ya, jangan ngomel kalo gue nguras dompet lo ampe kering," Anya memasang senyum seringai.

Anya dan Darren duduk berhadapan, mereka tidak perlu mengantri, karena seharusnya sekarang jam pelajaran ketiga dan keempat. Anya sudah menghabiskan dua porsi soto dan dua gelas es teh manis, Darren hanya menggeleng tak percaya dengan muatan perut Anya.

Anya berjalan melewati koridor dengan membawa dua kantung besar yang berisi makanan, tanpa alas kaki, mengingat sepatu Anya yang belum diambilnya. Darren hanya mengehembuskan nafas kasar sambil berjalan di belakang Anya. Anya benar benar menguras kantung Darren tanpa sisa, entah untuk apa makanan sebanyak itu. Darren sedikit menyesal karena menuruti Anya, tapi rasa sesalnya hilang saat melihat Anya berjalan, dengan tubuh kecil yang berisi, pipi tembem, hidung kecil serta bibir yang berukuran sedang sangat cocok di wajah Anya. Membuat Anya terlihat sangat manis dan lucu,

Anya duduk di kursi taman belakang, matanya mengamati tembok yang ada disekitarnya. Darren ikut duduk disamping Anya,

" ternyata bener kata Abra," Darren membuka pembicaraan,

" Abra cerita apalagi emang ama genk lo?" Anya bertanya, matanya masih tak menoleh,

" lo bakalan luluh kalo ditraktir, dasar matre!" Darren sedikit tertawa,

" emang kerjaan kalian gosipin gue terus ya?" Anya bertanya penasaran,

" enggak juga. Paling Abra yang sering cerita," Darren menjawab santai tanganya melipat didadanya,

" tapi gue sering nguping Ica kalo lagi ngobrol ama kakak gue," Darren melanjutkan ucapanya,

" Dasar tukang nguping," Anya tersenyum mengejek,

" lo udah lama tetanggaan ama Abra," Darren merogoh kantung celanaya, mengeluarkan sebatang rokok dari tempatnya,

" Abra pasti udah ceritakan kalo gue gak suka asap rokok?" Anya bertanya menyindir,

Darren menoleh pada Anya sebentar, lalu memasukan kembali batang rokok yang sempat ia keluarkan,

" iya Abra banyak cerita tentang lo daripada pacarnya, sampai gue mikirnya Abra cinta ama lo," Darren menjelaskan dengan nada santai,

" lo jangan asal ngomong deh! Gue sama Abra itu kaya adik kakak, jadi mustahil diantara kita ada yang suka," Anya masih duduk tenang matanya menatap tembok yang ada di depanya,

" Ica pasti malu kalo tau kelakuan brengsek lo," Anya mulai memperlihatkan senyum sinisnya,

" Nya, gue mohon sama lo! Gue janji bakal akhirin semuanya kalo rasa yang gue punya udah hilang," Darren memohon, Anya mengerutkam kedua alisnya, kepalanya menoleh menatap wajah memohon Darren,

Darren Dan Anya (sebagian di private )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang