Keenanta Rissaber
Hey! Namaku Keenanta Rissaber, gadis berumur 23 tahun keturunan Inggris juga Belanda, namun kini aku tinggal di London karna tanggung jawab atas pekerjaanku yang mana adalah asisten pribadi seorang Harry Styles. Isn't it cool?
Semua terjadi begitu saja, disaat One Direction belum terbentuk, dimana saat itu aku dan Harry bertemu disebuah cafe dan seiring dengan berjalannya waktu akhirnya kami menjadi teman baik. Lalu Harry bergabung dalam sebuah boyband bernama One Direction, disitulah ia memintaku untuk menjadi asisten pribadinya.
Jujur saja, aku sudah lama memendam perasaan ini padanya. Sejak saat aku pertama kali bertemu, Tuhan menakdirkan aku untuk mencintainya. He's my first love, actually. Tapi bagaimana dengan dia? Well, tentu saja Ia menyayangiku, ya seperti apa yang Ia katakan beberapa waktu yang lalu, "Sahabat memang harus saling menyayangi, bukan?"
**
Malam itu, malam yang mengubah semuanya dan membuat segalanya menjadi kacau pun terjadi. Waktu hampir tengah malam dan aku menemukan dirinya sedang terdampar lesu di pinggir jalan. Ia terlihat mabuk berat.
Aku menghampirinya dengan rasa khawatir yang luar biasa, "Harry? Apa yg kau lakukan disini?" tanyaku lalu menyelipkan rambut keritingnya yg berantakan ke belakang telinganya.
"Aku--- hei apa yg kulakukan disini?" Responnya kala tertawa, membuatku berdecak.
"Harry, demi Tuhan! Kau membuatku panik. Ayo kita pulang sekarang!" Ujarku seraya membantunya berdiri dengan susah payah dan membawanya menuju ke mobil.
"Hei Keenan, kenapa kau begitu cantik malam ini?" tanyanya sambil tertawa.
Aku merasakan kedua pipiku memanas setelah mendengar itu. Oke, kalimatnya barusan cukup membuat beberapa kupu-kupu di perutku terbangun dan terbang dengan bebasnya. Namun sebuah fakta berhasil menamparku dan membuatku tersadar bahwa Ia mengatakan itu disaat Ia sedang mabuk. Ironi, batinku.
Aku berhasil membawanya hingga ke rumahnya, mengambil kunci yang juga ku miliki kemudian membuka pintu di hadapanku ini. Dengan susah payah aku membopong Harry hingga menjatuhkannya di sofa yang berada kamarnya. Aku mendesah lega serta lelah.
"I'm gonna throw up" ujarnya kala membekap mulutnya dengan kedua tangannya.
Kedua mataku melebar, cukup panik dengan apa yang akan terjadi. "Apa? Tunggu disini, Harry. Sebentar!" aku segera beranjak berdiri dari sofa ini, namun Ia menggenggam tanganku.
Sangat erat.
"Stay with me." Bisiknya, membuatku tercengang. Dia menahanku, membuat kedua pipiku memanas.
"Tapi--- aku mau ambil..."
"Huekk...."
"Great! Kau muntah dibajuku. Hebat sekali, Harry!" balasku sarkastik.
Harry mengelap sisa-sisa liurnya di mulut dengan kedua tangannya secara asal. Ugh. It's so disgusting, Harold!
"Feeling better, hm?" tanyaku seraya memijar pelan kedua bahunya. Ia hanya meresponku dengan anggukan kecil di kepalanya.
"Uh-uhm"
Aku memberinya selembar tissu wajah lalu ia pakai untuk mengelap bibirnya lagi.
"Ayo bangun! Kau harus istirahat sekarang" ujarku kala membopongnya hingga ke tempat tidur.
Aku menyapu kamar Harry dengan pandanganku dan langsung di suguhkan dengan pemandangan dari keadaan kamar yang rapih. Typical Harry, ia orang yang rapih dan bersih. Sudah terlihat dari kamarnya, sangat rapih, bersih, dan harum.
Aku menoleh saat mendengar suara erangan dari Harry. Well, kurasa kepalanya sedikit sakit dan itu merupaka efek dari alkohol yang diminumnya tadi.
"Ada apa denganmu, Harry?" Tanyaku, Ia terdiam. "Well, aku akan ke kamarku dan mengganti bajuku yang terkena muntahanmu ini. Jika kau butuh sesuatu, kau ketuk pintu kamarku, oke?" Harry tetap tidak menjawab, kedua matanya terpejam dan ekspresinya saat tertidur benar-benar menggemaskan membuatku segera menyelimutinya dengan lembut. "Uhm good night, Harold" ujarku sebelum pergi dari kamarnya.
Aku segera bergegas ke kamarku yang mana bersebelahan dengan Harry. Apa? Aku ini sahabat sekaligus asistennya, bukankah itu hal yang wajar jika aku tinggal dengannya di tempat yang sama?
Aku berhasil mengganti bajuku dengan pijama bermotif cupcake kesukaanku saat tiba tiba aku merasa bulu kudukku berdiri. Seperti ada yg bernafas di belakangku, kedua mataku melotot saat merasakan sepasang tangan tengah melingkar di perutku. Aku menoleh dan mendapatkan Harry dengan matanya yang setengah terbuka tersebut.
"Ha-harry? Bukannya kau su---"
Ia menciumi pipi dan leherku, lalu membalikkan badanku agar berhadapan dengannya. Aku bergerak demi menolak saat merasakan Harry menciumi leher dan kemudian bibirku secara asal, membuatku hampir sesak dan tidak bisa bergerak.
"Ha-harry stop it!"
Aku menjauhkan wajahnya dari wajahku. Bukannya sadar, ia malah menggumam tidak jelas.
"No, Taylor. Please, I want you right now, please" gumamnya.
Kedua mataku melebar saat menyadari bahwa efek alkohol yang Harry minum benar-benar gila. Ia bahkan menyangka bahwa aku Taylor? Kekasihnya?
"But i'm not your fuckin Taylor, Harry! Stop! damn it!" Aku mulai berteriak histeris saat ia menggendongku menuju tempat tidurku, lalu menutupi tubuhku dan tubuhnya dibalik selimut tebal ini.
Dan... Semua itu terjadi. Kejadian itu telah membuat suasana dan semua hal diantaraku dan Harry menjadi canggung. Kejadian dimana Harry merebut harta milikku.
Harry sialan!
--
LEAVE YOUR VOMMENTS. THANKS
KAMU SEDANG MEMBACA
Deserve
Fanfiction"Once you realize you deserve better, letting go will be the best decision ever" [One Direction's Fanfiction]