Harry Styles
Aku melihat ke arah jam dinding dengan gelisah. Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam lewat namun Keenan belum juga pulang. Kemana dia sebenarnya? Ini sudah hampir larut. Bukankah seharusnya ia sekarang istirahat di kamarnya, tidaklah Ia ingat bahwa kini dirinya tengah berbadan 2?
"I'm home!" Teriak seseorang dari ruang tamu. Seperti biasanya, setiap aku memikirkannya, ia selalu datang begitu saja. Seperti ada radar antara aku dan dia yang memang sudah tersambung.
"Dari mana saja kau selarut ini?" aku bertanya dengan nada ketus, aku hanya tidak bisa menahannya.
"Hanya berjalan-jalan" jawabnya santai sambil duduk di atas sofa. Aku diam, memperhatikannya yang sedang mengikat rambut coklat panjangnya yang terurai. "Kenapa diam?" ia menoleh kearahku setelah selesai.
"Tidak" jawabku singkat, sekali lagi dengan nada yang begitu ketus.
Dia menautkan alis kemudian berkata. "Kau aneh" komentarnya, sedetik kemudian ekspresinya berubah, Ia melempar pertanyaan kepadaku. "Harry, kau tau, uhm maksudku Niall-- aku bingung dengannya" Niall? Berbicara tentang temanku itu, aku mulai tertarik kemudian berjalan menghampirinya.
"Bingung? Apa yang kau bingungkan?"
"Ya, maksudku-- ia terkadang aneh. Apa-- uhm, apa ia pernah bercerita kepadamu tentang aku? Uhm bukan maksudku terlalu percaya diri tapi Ia selalu berubah sikap saat aku membicarakan seorang laki-laki yang kau tau--" Ia mengangkat kedua bahunya dan aku tau Ia enggan untuk melanjutkan pertanyaannya.
"Oh ya? Apa Ia begitu?" Tanyaku, hanya untuk berpura-pura karna sebenarnya aku sudah tau bahwa Niall menyukai Keenan. Tapi, sepertinya Keenan tidak perlu tau.
"Kau malah berbalik bertanya!" Ujarnya geram kala memukul lenganku keras, hingga aku mengaduh.
"Memang siapa laki-laki yang selalu kau ceritakan pada Niall?"
Ia tersenyum kemudian menjawab, "Kau tau jawabannya, Harry"
Dia benar. Aku tau jawabannya. Aku salah jika aku memancingnya karna aku tau-- aku adalah orang yang Ia maksud, aku adalah laki-laki yang selalu Ia ceritakan pada Niall. Oke ini sudah tidak lucu lagi, ini sudah kedua kalinya Keenan menyatakan cintanya kepadaku, walaupun yang kali ini secara tidak langsung. Ia bahkan tidak pernah ragu dan malu ataupun menyesal setelah mengucapkannya.
Ya Tuhan, aku merasa seperti pecundang.
Aku tidak tau apa yang harus aku lakukan dengan perasaannya kepadaku. Hal ini seharusnya bisa saja menjadi lebih sederhana. Keenan merupakan sahabatku dari dulu, dan secara tidak sengaja Ia kini tengah mengandung anakku sendiri. Seharusnya bisa saja aku membalas perasaannya padaku, dan semua menjadi lebih baik, bukan? Tapi ternyata ini semua tak semudah itu. Aku memiliki kekasih dan aku mencintainya.
Ya, aku mencintai Taylor, kekasihku sendiri. Apa yang salah dari itu? Aku bahkan tidak pernah memikirkan ini akan terjadi antara aku dan Keenan.
"Uhm sebaiknya kau tidur sekarang. Kau harus banyak istirahat demi si babymu ini" ujarku seraya mengelus perutnya yang terlihat masih rata.
"Kita" jawabnya.
Apa?
"Iya ini anak kita, bukan hanya anakku, kau tau?" jawabnya sambil melemparkan tawa kecilnya. Senyumannya yang ku tau berasal dari hatinya yang sangat amat tulus itu dan berhasil membuatku merasa bersalahpun perlahan memudar, ekspresinya kini berubah menjadi lebih serius namun aku dapat melihat sirat kesedihan di kedua matanya. "Harry..." ia memanggil namaku dengan lirih.
"Ya?"
"Uhm, aku tau ini gila tapi akankah kau menikahiku?" Tanyanya, tepat ke kedua mataku membuatku tertegun cukup lama. Aku tidak bisa menjawab apapun. Laki-laki mana yang bisa menjawab pertanyaan ini sementara perasaanku, bukan untuknya.
"Aku..."
"Bukan. Aku bukan memaksamu untuk mencintaiku juga, tapi--- pernikahan ini untuk anak kita. Aku--- aku hanya tidak bisa membayangkan jika anak ini lahir tanpa seorang ayah." Jawabnya kala meneteskan air matanya.
Perasaan bersalah yang sudah ada sedari tadi pun kini menyebar ke seluruh hati dan fikiranku setelah melihat air mata yang menetes jatuh ke pipinya. Cepat-cepat aku membawanya ke dalam pelukanku, "Sssh...don't cry" bisikku lembut kepadanya.
"You know what?" Setelah beberapa detik menangis di dadaku, Ia kembali mendongak menatap tepat ke kedua mataku. "Nevermind. Maksudku-- ya, lupakan ini. Ini konyol, Harry. Aku bahkan tidak tau apa yang baru saja aku katakan" Ia terkekeh, hatiku terluka melihat keadaannya saat ini, Ia seperti menertawai dirinya sendiri. "Menyuruhmu menikahiku? Astaga, Keenan. Apa yang kau fikirkan? Ini konyol. Kau tidak perlu memikirkan semua perkataanku ini, Harry. Karna aku tau ini konyol dan tidak akan pernah ter--"
Tidak sanggup melihat keadaannya yang serapuh sekarang ini, aku kembali membawanya kedalam pelukanku dan berbisik, "Sshhh...don't say that. I'll marry you, Keenanta. I'm promise"
**
LEAVE YOUR VOTES AND COMMENTS. THANKS
KAMU SEDANG MEMBACA
Deserve
Fanfiction"Once you realize you deserve better, letting go will be the best decision ever" [One Direction's Fanfiction]