Selesai makan malam, kami menyusuri jalan menuju Eiffel Tower. Benar kata Harry, disana sangat ramai, banyak orang berlalu lalang. Banyak pula beberapa pasangan yg sedang bermesraan disini.
"Look!" aku menunjuk kearah kursi taman yg kosong. Ini kesempatan, maksudku-- cukup sulit menemukan kursi kosong saat ini, jadi aku segera berlari menuju kursi itu dan meninggalkan Harry.
"Keenan!" teriaknya dari belakang dan aku yakin ia mengejarku.
Benar saja, ia segera menahan tanganku membuatku mau tidak mau akhirnya berhenti.
"Bodoh! Awas kalau sampai kau berlari lagi" ia memukul pelan kepalaku dengan kepalan tangannya sehingga aku mengaduh. Sial.
"Tapi, bagaimana jika kursi itu ada yg menempati lebih dulu dari kita?"
"Lalu bagaimana dengan kandunganmu jika kau berlari seenaknya seperti tadi?" balasnya sarkastik, aku diam sebentar dan kemudian tertawa. Lucu saja melihatnya menjadi posesif seperti ini.
Harry kemudian merangkulku, mungkin agar aku tidak meninggalkannya dengan berlari lagi. Sepanjang jalan menuju kursi itu yg lumayan jauh, perasaanku gelisah. Aku hanya takut ada yg menempatinya duluan.
"Tunggu!!! Ah benar kan kataku!" keluhku sedih saat kursi itu benar-benar ditempati orang, Harry malah terkekeh.
Dasar bodoh!
"Kita cari tempat duduk lain, oke?"
**
Akhirnya, disinilah aku dan Harry berada. Ini gila! Harry mengajakku duduk di bawah menara Eiffel. Di. Ba. Wah.
Direrumputan ini. Ya, disini memang banyak beberapa orang yg duduk dirumput karna tidak kebagian kursi. Tapi mereka tahu diri, duduk dipinggir rerumputan dan tidak menghalangi jalan. Tidak seperti aku dan Harry yg berada ditengah tengah mereka.
Sungguh, Harry apa yg ada diotakmu itu?
"Ini-- kotor, kau tahu? Nanti bajuku kotor, bagaimana?" tanyaku masih dalam posisi berdiri. Aku hanya tidak ingin mengotori dress ini-- dress ibuku ini. "Lihat! Orang orang yg duduk dirumput, mereka punya alas untuk diduduki." aku menyapu seluruh kawasan ini dengan pandanganku dan melihat bahwa mereka memang mempunyai alas masing-masing untuk diduduki.
"Dasar cerewet!" sahut Harry dan ia mulai membuka dasinya yg sedari tadi terikat rapih dikerah kemeja. Lalu ia membuka 2 kancing kemejanya paling atas dan melepaskan jas hitamnya.
Tunggu-- a-apa yg dia lakukan?
"Kemarilah" ia mulai duduk dengan alas jas hitamnya tersebut. Apa dia sudah gila? Menjadikan jas hitamnya yg mungkin berjuta juta harganya untuk dijadikan alas duduk kami?
"Tidak. Jangan! Aduh, Harry. Kau tau jasmu itu mahal, ayo pakai lagi!"
Ia menggeleng. "Cepat kemarilah" ia menarik lenganku dengan lembut, mau tidak mau aku hanya menurutinya.
Harry merangkulku, mendekatkan tubuhku ke tubuhnya seakan kami saling berpelukan.
"Pfft, dingin ya disini?" gumamku kemudian memeluk diriku sendiri.
"Tidak"
Jelaslah ia tidak dingin, kemeja putih itu masih melekat ditubuhnya. Sedangkan aku hanya dibalut dress selutut tak berlengan ini.
"Kau kedinginan?" tanya Harry dan aku mengangguk. "Well.." aku memperhatikannya yg mulai membuka semua kancing kemejanya lalu melepaskan kemeja itu.
"Hei! Apa yg kau lakukan?" Astaga, apakah dia akan shirtless ditengah keramaian seperti ini? "Pfft" aku menghembuskan nafasku setelah melihat ia memakai tshirt untuk dalamannya.
Lalu ia memintaku berdiri, aku hanya menurut seperti robot yg sudah diatur dengan remote control. Ia mengganti jas hitam itu dengan kemeja putihnya sebagai alas.
"Sekarang kau tidak akan kedinginan" ujarnya kala tersenyum sambil memakaikan jasnya kepadaku. Terlihat aneh dan kebesaran-- tentu saja, tapi sungguh. Ini sangat romantis.
Aku kembali duduk. Harry mulai mencari posisi paling enaknya, ia memutuskan untuk menidurkan kepalanya diatas pahaku yg sedang meluruskan kedua kakiku ini. Kakinya mulai menekuk sedangkan wajahnya hanya terlihat jika aku menunduk.
"Heiii, sedang apa kau disana?" gumamnya sendiri sambil sedikit menggelitiki perutku.
Gelitikkan bodoh itu berubah menjadi elusan yg sangat amat lembut. Sambil tetap berbicara pada calon anakku, uhm anaknya juga.
"Hei, kau ini perempuan atau laki laki ya?" gumamnya lagi. "Aku berharap kau laki laki sih agar bisa meneruskan ketampananku" Lihat! Dia terlalu percaya diri.
"Apa maksudmu?"
"Tidak. Aku hanya yakin bila anak ini laki laki pasti ia akan sama tampannya sepertiku"
Apa? Aku tidak setuju.
"Tidak. Tentu dia lebih tampan darimu. Karna dia punya ibu yg cantik sepertiku." aku membela diri sambil mengelus pelan rambut keritingnya itu.
"Tidak tidak. Pasti jika anakku perempuan, ia akan lebih cantik darimu karna ia punya ayah yg sangat amat tampan sepertiku"
Kami hanya tertawa karna obrolan bodoh kami itu. Ia kembali duduk normal, dan melipat kedua kakinya. "Hei, lihat ada apa dikelopak matamu itu?"
Apa? Memangnya ada apa dikelopak mataku?
Perlahan semakin aku penasaran semakin ia mendekatkan wajahnya kepadaku, dan jarinya hampir menyentuh mataku. Tapi bukan tangannya yg menyentuh mataku, malah bibirnya yg menyentuh bibirku.
Pertama ia hanya mengecup. Tapi sepertinya ia tidak puas. Ia menahan kecupan itu sangat lama. Dengan setianya ia menahan ciuman itu dan menunggu ciuman balik dariku yg sedari tadi hanya diam.
Kini kami saling berciuman dan cukup menggairahkan, kami bahkan tidak peduli jika banyak orang yg menonton adegan kami ini.
Berciuman dengan seorang Harry Styles direrumputan, dibawah menara Eiffel yg memunculkan kelap kelip cahaya lampu pada malam hari seperti ini, serta ditemani cahaya alami dari bulan dan bintang yg bertebaran malam ini.
Tuhan ini adalah momen terindah yg pernah ada!!!
**
LEAVE YOUR VOTES AND COMMENTS. THANKS.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deserve
Fanfiction"Once you realize you deserve better, letting go will be the best decision ever" [One Direction's Fanfiction]