Part 1

1.4K 50 3
                                    

Alasan untuk hidup itu sederhana

Cukup bernafas sahaja

Tapi untuk bertahan itu merumitkan

Karena bernafas saja semut pun bernafas

15 Februari 2016

"Alyssa Anandira berdasarkan bukti dan kesaksian berbagai pihak, maka saudari Alyssa dinyatakan bersalah atas kasus pembunuhan pada saudara Erlangga  Setiadji pada tanggal 20 Januari 2016. Sebagaimana keputusan tersebut, maka saudari Alyssa diberikan hukuman selama 10 Tahun Penjara dengan denda 100 milyar "

"TOK TOK TOK " Suara peraduan antara palu dan penyangganya terdengar menggema diseluruh ruangan sidang hari itu. Sebuah keputusan yang dilayangkan kepada gadis kaku dengan wajah dinginnya.

"Aku tak setuju !! harusnya dia dihukum mati saja!" Teriak seorang pria dari balik meja yang menonton persidangan , sepertinya ia adalah salah satu keluarga korban.

"Ya ! hukum mati saja ! biar setimpal pa hakim !!" Timpal seorang perempuan dari kubu lawan, seolah mendukung apa yang baru saja diteriakkan pria tadi.

"Bagiku 10 tahun tiada artinya untuk mengganti nyawa seseorang " Ujar seorang pria dengan perawakan tinggi dan wajah tegas yang seolah memberikan argumen dukungan.

"Hukum mati saja pa hakim !" Teriak beberapa orang lainnya.

"Hukum mati !"

"Hukum mati !"

Suara pengelakan dari hampir seluruh orang yang hadir hari itu terus saja terdengar nyaring walau hakim sudah melenggang pergi meninggalkan ruang sidang seakan tak peduli pada mereka yang tak puas pada keputusannya, mungkin baginya ini adalah yang terbaik sesuai dengan pandangannya dan hukum yang berlaku. Biar saja para orang awam itu berspekulasi ia hakim yang tak adil, namun baginya ini yang benar. Sementara Alyssa yang sudah menjadi tersangka pembunuhan hanya diam saja dengan pandangan tajam dari matanya seolah menahan geram yang mulai menjalar dalam dirinya.

15 Februari 2018

Alyssa melenggang diantara lorong yang berderetkan jeruji besi dengan dua orang sipir penjara yang menjadi bodyguardnya kali ini, satu diantara mereka membawa pentungan yang sepertinya berjaga jaga jika tahanannya kabur suatu waktu. Dengan kedua lengan yang berhiaskan borgol yang kuncinya entah dimana , Alyssa gadis ini hanya memasang wajah datar tanpa menunjukkan ekspresi apapun.Mereka bertiga terus berjalan hingga bertemu sebuah ruangan dengan pintu kaca dan sebuah kursi didalamnya.

"Ayo Masuk, waktumu tidak banyak" ucap salah satu diantara dua sipir tersebut, mempersilahkan Alyssa untuk memasuki ruangan yang kedap suara dihadapannya.

"Aku tahu" balas Alyssa sembari melangkah memasuki ruangan kecil yang hanya memuat satu orang saja , lalu mendaratkan dirinya pada sebuah kursi yang berada diruangan tersebut. Sebuah kaca transparan dengan sedikit lubang berkawat terpampang dihadapannya, sehingga ia dapat melihat seseorang yang berada disebrangnya. Sivia, sahabat setianya itu kini tengah memamerkan sederetan gigi putih dan rapihnya disebrang sana, yaa anggap saja sahabatnya ini sedang menengoknya.

"Apakabar Al?" Tanya Via memulai pembicaraan

"Apakah aku harus menjawabnya?" Balas Alyssa yang sepertinya malas membalas jawaban Sivia.

"Kau tak bersalah Al" Ujar Sivia

"Tapi hukum itu buta via, apa yang bisa kulakukan?" Sanggah Alyssa yang tak setuju dengan apa yang dikatakan sahabat karibnya tersebut.

“Aku akan membayar dendamu†Ucap Sivia dengan nada penuh keyakinan.

"Cih, darimana kau memiliki uang?" Tanya Alyssa dengan nada yang meremehkan.

Precious TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang