Disaat dunia menghakimimu untuk terbunuh
Maka Tuhan memberimu kunci untuk bertahan
Tapi Tuhan memberimu teka teki untuk hidup
Hingga kau harus menemukan pintu yang tepat untuk kuncinya
Setelah meninggalkan ruangan sang ayah, Stevano pergi menuju sebuah ruangan, ruangan ini cukup luas dengan ukuran 3X4 m , yang tepat berada dilantai 2 kantor polisi ini, dengan warna dinding putih dan beberapa interior berwarna hitam menjadi penenang mata seorang Stevano , baginya warna putih itu memiliki kesan menyejukkan dan menenangkan , sedangkan hitam itu adalah warna yang elegan baginya , warna seorang lelaki gagah katanya, sehingga ketika berada diruangan dengan unsur monokrom ini dapat memicu semangatnya untuk bekerja atau sekedar istirahat.
Dengan langkah tegas, Stevano berjalan kearah sebuah meja dengan kursi hitam dibelakangnya kemudian mendaratkan dirinya disana, dibelakang lelaki ini terdapat dua buah jendela berukuran sedang yang menampakkan pemandangan Yogyakarta , kata lelaki ini jika ia sudah mulai suntuk , maka menghadap kearah jendela adalah hiburan baginya, setidaknya matanya akan dimanjakan dengan pemandangan kota Yogyakarta.
Setelah relaksasi otot yang dirasa cukup, Stevano memandangi kembali photo yang tadi diberikan sang ayah yang kini berada dalam genggamannya , mengamati setiap garis wajahnya, dan tak ingin melewatkan satu hal saja yang menjadi ciri khas target yang akan ia usut sekarang , bukan stevano namanya jika hanya sekilas melihat targetnya , ia adalah seorang lelaki yang teliti agar dengan baik ia dapat mengenali sosok targetnya nanti.
"Hmm.. gadis yang cukup cantik untuk ukuran seorang pembunuh" Gumamnya disela pengamatan yang tengah ia lakukan , kedua alisnya sedikit bertaut hingga menimbulkan kerutan didahinya, raut muka yang nampak berfikir.
"ck.. rupa memang tak menentukan suatu sifat" Ucapnya lagi setelah sadar bahwa photo gadis dalam genggamannya ini adalah seorang pembunuh , hal itu seakan menjadi tembok besar yang menghalanginya untuk tidak terjerumus kedalam pesona seorang gadis cantik dalam photo tersebut. Mungkin kali ini dalam benaknya terngiang suatu pepatah jangan menilai seseorang dari rupanya, yaa stevano akui gadis ini terlalu cantik untuk menyandang gelar seorang pembunuh.
"Alyssa, sampai bertemu , kurasa tak akan sulit mendapatkanmu" Ujarnya lagi , kali ini dengan nada meremehkan , seakan Alyssa adalah lawan yang polos dan kecil untuknya , sehingga ini akan terasa lebih mudah.
*********
Disudut lain kota Yogyakarta , tepatnya sebuah apartemen milik Sivia, Alyssa baru saja kembali dari kamar mandi dengan rambutnya yang basah dan pakaian yang lebih pantas dikatakan sebagai pakaian seorang gadis, dengan santainya ia menghampiri Sivia yang kini tengah berada disofa dan barusaja mematikan panggilan pada ponselnya, dengan helaan nafas yang cukup panjang , iapun mengarahkan kepalanya kearah Alyssa.
" Jonathan , sebentar lagi datang kesini" Ucap Sivia
"Oh .." Balas Alyssa singkat setelah mendengar ucapan sivia, sementara Sivia menunjukan raut wajah tak percaya dan kesal mendengar balasan sang sahabat
"Kau tak marah padaku yang memberitahunya kau ada disini?" tanya sivia dengan wajah heran
"Tidak, kenapa harus marah? bukankah kebodohanmu sudah dari dulu terjadi , dan tak ada perkembangannya sama sekali?" tanya Alyssa dengan wajah datarnya
"Al ...!!! " Teriak sivia kesal ketika mendengar pernyataan sang sahabat.
"Sudahlah via , jika kau percaya dia akan membantuku , maka akupun percaya itu" Ujar Alyssa , seakan menjadi isyarat bahwa apa yang dilakukan sivia adalah hal yang benar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Precious Time
ActionAlyssa, gadis cantik berwajah kaku harus rela mendekam dibelakang jeruji besi karena hukuman yang diterimanya atas pembunuhan pada saudaranya sendiri "Erlangga". Sivia, sahabatnya yang selalu menjenguknya disetiap bulan dan selalu meyakinkan Alyss...