HAAIIIII Selamat pagi , selamat membaca dipagi hari yaa kalian :)
Semoga weekendnya menyenangkan yaaa :)
VOTE dan COMMENT yang banyak yaaaa jangan lupaaa :)
OH iyaa ingatkan ya kalo ada typo, mohon dikoreksi juga
Sepertihalnya semesta
Hidup manusiapun tidak akan selamanya
Lahir dan Mati adalah suatu kepastian.
.
.
Sivia berusaha membaringkan tubuhnya yang entah kenapa terasa sangat lemas setelah disuntikan obat oleh perawat yang barusaja mengecek keadaannya bersama dokter, kepalanya terasa begitu berat untuk sekedar ditengokkan kekanan dan kekiri, seluruh sarafnya terasa berhenti untuk sejenak, padahal ia merasa kemarin kondisinya sudah membaik, sebenarnya ia sakit apa ?
Dalam kondisinya yang semakin tak menentu sekarang, sekelebat wajah jonathan dan ayahnya terbayan, Rindu.. yaa Sivia tidak memungkiri rasa rindu yang merangsek kedalam hati dan fikirannya, namun egonya seakan masih ingin menang dan mendominasi suasana hati Sivia, rasa kecewanya terlalu besar untuk dimaafkan dalam waktu yang singkat. Benar.. rasa kecewa Sivia berkali kali lipat sekarang, 2 orang yang begitu ia sayangi dan percayai berbalik mengkhianatinya, hingga kesetiaan menjadi sebuah trauma bagi Sivia.
"Auw .." Keluh Sivia seraya memegangi kepalanya yang sekarang disergap oleh rasa sakit dan pening sekaligus, rasanya ini adalah pertama kalinya setelah ia terbebas dari genggaman Diana, yang benar saja jika sekarang ia harus merasa sakit sedangkan selama 3 hari ini ia diberi perawatan terbaik dari rumah sakit, apa bisa begitu ?
"Aaaaaa" Teriak Sivia, berusaha mengeluarkan rasa sakit yang ia dera, sekalipun rasa sakitnya tidak berkurang sama sekali, sekalipun suaranya semakin melemah.
Sivia mempertanyakan kemana perginya orang – orang ? Ibu, Ayah dan bahkan Jonathan ? kemana mereka semua sekarang ? disaat tubuhnya yang semakin melemah dan berada diambang batas kesadaran, kenapa tidak ada satupun dari mereka yang menampakan batang hidungnya? Kenapa lagi – lagi ia harus merasakan kesendirian, apakah nasib memang semenyakitkan itu ?
Penglihatan Sivia semakin tidak jelas, semua didepannya nampak buram, sangat – sangat sulit dikenali, namun ia masih dapat melihat ada seseorang yang datang, dan ia tahu orang itu bukan Ibu, Ayah, bahkan Jonathan. Sivia mengerjapkan matanya beberapa kali, berharap penglihatannya mulai membaik, berusaha memfokuskan siapa yang kini berjalan mendekat kearah dirinya, hanya satu yang ia harap, semoga dia adalah sosok yang baik.
"Merasa lebih baik tuan putri?" Tanya orang yang kini sudah berdiri tepat disampingnya.
Sivia terdiam, sekujur tubuhnya semakin terasa kaku dan mati rasa, seperti melayang tidak pada tempatnya, suara itu, suara mengerikan itu, Diana.. hanya satu nama yang tersemat dikepalanya setelah mendengar pertanyaan nyaring dan menusuk dari orang yang berada disampingnya kini.
"Di.. Diana?" Tanya Sivia dengan terbata – bata , demi tuhan Jantungnya sekarang seakan meminta untuk pergi dari tempatnya, nama dan suara perempuan itu begitu membuatnya trauma yang tak berkesudahan, sebelum ia sembuh dari sakitnya kenapa Tuhan mempertemukan kembali ia dengan wanita penyebab sakitnya dengan begitu cepat.
"Ahhh ... kau memang saudara yang sangat baik, kau sangat mengingat suaraku ya ternyata" Tutur Diana sembari mengelus lembut rambut hitam Sivia. Sivia berusaha menghindar dari sentuhan Diana, ayolaah.. suaranya saja sudah membuat Sivia mati rasa, jangan harap sentuhan wanita itu akan membuat dirinya lebih baik, itu sama saja seperti membunuhnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Precious Time
ActionAlyssa, gadis cantik berwajah kaku harus rela mendekam dibelakang jeruji besi karena hukuman yang diterimanya atas pembunuhan pada saudaranya sendiri "Erlangga". Sivia, sahabatnya yang selalu menjenguknya disetiap bulan dan selalu meyakinkan Alyss...