18 •[Cafetaria]

17.5K 1K 6
                                    

Malam ini Alana berniat untuk beristirahat sejenak dan belajar beberapa pelajaran untuk mata pelajaran besok. Besok malam adalah malam terakhirnya menginap di sini. Karena bi Siti dan Mang Jaka akan kembali ke Jakarta. Huffhh... akhirnya hal ini akan segera berakhir.

Alana mengaktifkan ponselnya setelah baterainya terisi penuh. Banyak notifikasi yang muncul terutama dari Marco. Hah? Marco? Untuk apa dia menelepon Alana? Padahal mereka habis bertemu. Ada 10 kali panggilan tak terjawab dan ada 2 buah pesan masuk juga dari Marco. Alana langsung menggerakkan jarinya untuk membuka pesan itu.

Al, nanti malam ada acara nggak?

Lalu Alana melanjutkan membaca pesan kedua,

Gue tunggu di cafeteria dekat sekolah jam 8 malam.

What!!! Tak bisakah Alana menarik nafas dulu untuk beristirahat, ia lelah karena seharian ini. Tak ingin mengecewakan Marco, Alana pun membalas pesan itu untuk mengiyakannya. Huhh... setengah jam lagi.

Alana segera bangkit dari ranjangnya untuk segera bersiap-siap. Berganti pakaian, mengikat rambutnya seperti biasa model buntut kuda, dan memakai sepatu snikers biru mudanya. Di tambah tas kecil untuk membawa ponsel dan dompetnya. Alana segera bergegas kebawah.

Alana melihat TV ruang tengah menyala, kemunkinan ada Melvin di sana. Benar saja. Melvin sedang duduk di sofa mengotak-atik stik PlayStation nya. Alana segera menghampirinya.

"Mau kemana lo?" tanya Melvin mendengar langkah kaki Alana, sedangkan matanya masih fokus pada TV besar itu. Alana berdiri di belakang sofa yang Melvin duduki.

"Gue mau keluar bentar" jawab Alana.

"Oh... Gue tau, pasti lo mau ketemu sama si Comar." Melvin masih fokus pada permainan PS nya sambil sesekali sebelah tangannya mengambil cemilan ringan yang ada di sebelahnya lalu di masukan ke dalam mulutnya.

Alana mengeryit bingung, bagaimana Melvin tau? "Kok tau?"

"Tau lah... Gue cuma mau bilang hati-hati aja nanti lo bakal di tembak sama si Comar, kalo lo mati gue nggak mau tanggung jawab!" jelas Melvin.

"Mati? Maksudnya Marco mau nembak gue pake pistol?" fix ini buat Alana bingung.

"Hemm... salah! Salah!" Melvin menekan tombol pouse pada stik PS nya. Melvin masih duduk di sofa namun kepalanya menengok ke arah belakang untuk melihat Alana. "Maksud gue itu... Comar bakal nembak lo buat jadiin lo pacar! Gue harap sih lo nggak bakal nerima dia!" Melvin mengangkat sebelah alisnya.

Nembak? Jadi pacar Marco? Duhhh... mau jawab apa nanti? Tapi, kenapa Melvin nyuruh Alana nolak Marco? Apa Melvin cemburu? Pikiran Alana kini amburadul, kusut kayak benang layangan. Tapi... kalo Melvin cemburu berarti tandanya...

"Heh! Kenapa ngelamun?!" celetuk Melvin yang sudah melanjutkan permainannya.

"Lo tau darimana kalo Marco mau nembak gue?"

"Apa sih yang gue nggak tau!"

"Ya udah, gue pergi dulu." Pamit Alana tak mau memperpanjang waktu.

"Eh? Jangan malem-malem pulangnya, nanti bunda gue nyariin!" Katanya sedikit berteriak karena Alana sudah beranjak dari sana.

Tumben Melvin nggak mau nawarin diri buat antar Alana. Biasanya Melvin selalu mau anter Alana kemana pun tanpa Alana minta, dan saat Alana nolak dia selalu bilang kalo Alana itu adalah tanggung jawabnya karena di suruh Anna, bundanya. Aneh.

Alana keluar rumah ini, segera mencari taksi dan setelah kurang lebih lima menit menunggu Alana mendapatkan taksi. Alana langsung naik.

Di dalam taksi Alana terus berpikir berbagai kemungkinan yang akan terjadi nanti. Apa benar Marco mau menembaknya? Apa yang akan Alana lakukan saat Marco menyatakan perasaan itu? Mau jawab apa? Terima atau tolak? Kalau di terima... Alana tak punya perasaan apa-apa dan hanya mengangap dia sebagai teman, karena hatinya kini masih berpihak pada Melvin. Haruskah ia membuka hati untuk Marco? Kalau di tolak... Alana merasa tak enak hati. Nanti kalau Marco menjauhinya karena benci dengannya bagaimana? Hufffhhh... semoga itu tidak benar terjadi.

CARE [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang