6 •[rumah Riri]

21.5K 1.2K 7
                                    

"Bahagia itu sederhana. Cukup melihat orang di sekitar kita tertawa lepas tanpa beban di pundaknya. Tak perlu harta yang melimpah, melainkan kasih sayang. Hidup kita akan lebih berwarna dengan orang-orang di sekeliling kita."

Happy reading guys^^

·

·

°·.·°·.·°·.·°·.·°·.·°·.·°·.·°·.·°·.·°·.·°·.·°

Alana, Malla dan Riri terus berjalan dengan di kelilingi orang-orang asing di sekitar mereka, kecuali Riri yang menganggap lingkungan ini adalah keluarganya. Ada banyak anak kecil yang terlihat bahagia bermain bola, dan lari-larian lepas tanpa beban, walaupun perekonomian mereka yang tak mendukung.

Alana memperhatikan mereka yang masih bisa tertawa bersama walaupun serba kekurangan. Alana tak mengerti ini semua. Menurutnya, ia harus memasuki lingkungan ini lebih dalam untuk mencari tahu bagaimana mereka bisa bahagia di lingkungan yang seperti ini.

Alana, Malla, dan Riri melanjutkan menuju perumahan sederhana yang semuanya masih terbuat dari kayu dan tembikar. Tidak ada batu bata, pasir, maupun semen yang mampu menopang badai. Kayu usang dan di penuhi rayap, terlihat rapuh dan sepertinya rumah-rumah ini akan roboh tak tahan lama.

Namun di sini Alana menemukan kasih sayang di sekelilingnya. Ada seorang ibu yang menyuapi anaknya makan, ada seorang kakak yang bermain dengan adiknya, ada seorang ayah yang baru pulang memulung dan di sambut baik oleh keluarga kecilnya yang bahagia, dan masih banyak lagi hal yang membuat Alana terpesona dengan kesederhanaan ini.

"Udah sampe, ini rumah gue." Kata Riri membuat Alana berhenti memperhatikan sekitarnya, dan kini terfokus pada rumah Riri yang hampir sama seperti rumah-rumah yang sebelumnya. "Ayo duduk, gue panggil ibu gue dulu ya." Riri masuk ke dalam.

Alana dan Malla diam memandangi sekitarannya yang asing dan berbeda seratus delapan puluh derajat dari lingkungannya. Mereka duduk di sebuah balai kayu yang ada di depan rumah Riri. Tak ada lantai keramik, melainkan lantai tanah yang jikalau terkena hujan akan becek. Tak lama seorang perempuan paruh baya keluar dari ambang pintu menghampiri mereka. Mereka pun bangkit dari balai, dan menghampiri perempuan paruh baya tadi yang ternyata adalah ibunya Riri, mereka mencium punggung tangan ibunya Riri.

"Kamu teman-temannya Riri?" Tanya ibunya Riri dengan senyuman terlukis di wajahnya.

"Iya tante, aku Malla dan ini Alana." Ujar Malla memperkenalkan dirinya dan Alana, Alana hanya mengangguk dan membalas senyuman itu.

"Oh, ayo masuk." Ajak ibunya Riri.

"Nggak usah tante, di sini aja." Jawab Alana rendah untuk menghormati orang yang di hadapannya.

"Ya udah, tunggu di sini ya, ibu ke dalam dulu. Rumahnya memang jelek, hehehe...." kata Ibunya Riri merendah melihat Malla yang dari tadi memperhatikan secara detail rumah ini. Alana langsung menyenggol lengan Malla untuk berhenti menatap sekitarnya. Malla tersadar dan langsung tersenyum kepada ibunya Riri.

"Jaga sikap donk!" Kata Alana berbisik setelah ibunya Riri pergi ke dalam surga kecilnya ini.

"Iya, iya maaf" Malla kembali duduk di balai dan di ikuti oleh Alana.

Riri keluar dari balik pintu yang sebagiannya sudah rapuh. Riri sudah menganti pakaiannya dengan pakaian rumahan.

"Kita makan dulu ya, nanti gue ajak kalian keliling sini. Pokoknya seru deh." Kata Riri yang ikut duduk di antara mereka. Alana dan Malla hanya mengangguk.

Ibunya Riri muncul sambil membawakan piring yang berisikan lauk, dan sebuah bakul anyaman bambu yang berisikan nasi putih untuk di letakkan di atas balai.

CARE [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang